12 Desember 2025 - 06:06
Perlindungan Lingkungan Hidup dan Hewan dalam Pandangan Islam

Dalam berbagai riwayat dari Nabi Muhammad (saw) dan para Imam Ahlulbait (as), terdapat penekanan besar mengenai perlindungan lingkungan hidup dan pemeliharaan hewan.

Kantor Berita Internasional Ahlulbait -ABNA- Dalam berbagai riwayat dari Nabi Muhammad (saw) dan para Imam Ahlulbait (as), terdapat penekanan besar mengenai perlindungan lingkungan hidup dan pemeliharaan hewan. Dalam sebuah riwayat disebutkan: “Hewan berkaki empat memiliki enam hak atas pemiliknya: jangan memaksanya membawa beban di luar kemampuannya; jangan menjadikan punggungnya sebagai tempat duduk untuk berbincang; ketika turun di tempat peristirahatan, dahulukan memberi makan kepadanya; jangan membekas (menandai) tubuhnya dengan panas; jangan memukul wajahnya; dan setiap melewati air, tawarkan air itu kepadanya.”

Dalam riwayat lain disebutkan: “Jangan menebang pepohonan di negeri musuh, jangan membakarnya, jangan menghancurkannya dengan banjir buatan, dan jangan mencemari sumber air minum mereka.”

Kebutuhan Mendesak Menjaga Lingkungan

Industri modern, meskipun membawa banyak manfaat bagi manusia, telah melakukan pencemaran dan perusakan lingkungan secara serius. Kerusakan ini juga mengancam keberlangsungan berbagai spesies hewan. Jika senjata-senjata modern—khususnya senjata pemusnah massal—digunakan, dampaknya akan jauh lebih mengerikan.

Karena itu, dunia kini mulai menyadari pentingnya bangkit menjaga lingkungan hidup dan melindungi keanekaragaman hayati sebelum bencana besar terjadi di planet ini. Namun kerakusan para pemilik modal dan negara adidaya membuat upaya lingkungan hidup sangat sulit, sehingga efektivitas gerakan pelestarian lingkungan semakin minim. Tidak jelas generasi mendatang akan menghadapi nasib seperti apa.

Padahal para pemimpin Islam telah menekankan hal ini lebih dari seribu tahun lalu. Salah satu contohnya adalah perkataan Amirul Mukminin Ali (as) dalam Nahj al-Balāghah, khutbah 167, yang dengan tegas menyatakan: “Kalian bertanggung jawab atas bumi dan hewan-hewan.”

Riwayat Nabi Muhammad saw dan Para Imam tentang Hak-Hak Hewan

1. Protes Nabi terhadap penyiksaan unta

Diriwayatkan bahwa Rasulullah (saw) melihat seekor unta yang ditidurkan, kaki terikat, tetapi pelananya masih terpasang. Maka beliau bersabda: “Di mana pemiliknya? Sampaikan kepadanya bahwa ia harus siap menghadapi tuntutan (hewan itu) pada Hari Kiamat!”
(Man lā yahdhuruhu al-Faqīh)

2. Larangan duduk tidak wajar dan menjadikan hewan sebagai kursi

Rasulullah (saw) bersabda: “Jangan duduk di atas hewan dengan posisi membebani salah satu sisi tubuhnya, dan jangan jadikan punggungnya sebagai tempat duduk untuk berbincang-bincang.”
(Al-Kāfī)

3. Enam hak hewan menurut Imam Ja'far al-Shādiq (as)

Imam al-Shadiq (as) bersabda: “Hewan memiliki enam hak atas pemiliknya:

  1. Jangan memaksanya membawa beban di luar kemampuannya.

  2. Jangan menjadikan punggungnya sebagai tempat duduk untuk mengobrol.

  3. Ketika turun di suatu tempat, dahulukan memberi makan kepadanya.

  4. Jangan menandai tubuhnya dengan panas.

  5. Jangan memukul wajahnya, karena hewan bertasbih kepada Allah.

  6. Tawarkan air kepadanya ketika melewati sumber air.”**
    (Al-Kāfī)

Riwayat-riwayat tersebut menunjukkan bahwa Islam memberikan aturan yang sangat rinci dan manusiawi tentang perlakuan terhadap hewan—bahkan lebih maju dibandingkan banyak sistem moral maupun hukum modern.

Instruksi Islam tentang Menjaga Lingkungan Hidup

Dalam riwayat juga disebutkan larangan-larangan berikut:

  • Jangan mencemari sungai.

  • Jangan buang hajat di bawah pohon berbuah.

  • Jangan mencemari area dekat rumah, jalur perjalanan kafilah, atau sekitar masjid.

Dalam aturan perang Islam pun terdapat larangan tegas: “Jangan menebang pepohonan musuh, jangan membakarnya, jangan menghancurkannya dengan air bah, dan jangan mencemari sumber air minum mereka.”

Ini menunjukkan bahwa bahkan dalam kondisi perang, Islam tetap menekankan perlindungan lingkungan dan sumber daya alam.

Dafatar Pustaka

  1. Ibn Bābūyah, Muḥammad ibn ‘Alī. Man Lā Yaḥḍuruhu al-Faqīh.
    Muḥaqqiq/Muṣaḥḥiḥ: ‘Alī Akbar Ghafārī.
    Qom: Daftar Intishārāt Islāmī, Jāmi‘ah Mudarrisīn, cet. 2, 1413 H.
    Jilid 2, hlm. 292.
    (Bāb: Mā yajibu min al-‘adli ‘ala al-jamal wa tark ḍarbih wa ijtināb ẓulmih).

  2. Al-Kulaynī, Muḥammad ibn Ya‘qūb ibn Isḥāq. Al-Kāfī.
    Muḥaqqiq/Muṣaḥḥiḥ: ‘Alī Akbar Ghafārī dan Muḥammad Ākhūndī.
    Tehran: Dār al-Kutub al-Islāmiyyah, cet. 4, 1407 H.
    Jilid 6, hlm. 539 (Bāb Nawādir fī al-dawābb).
    Jilid 6, hlm. 537 (hak-hak hewan).
    Jilid 3, hlm. 15 (larangan mencemari lingkungan).
    Jilid 5, hlm. 27 (instruksi perang terhadap lingkungan).

  3. Makārem Shirāzī, Nāṣir. Payām Imām Amīr al-Mu’minīn (‘a).
    Penyusun: Jama‘ah min al-Fuḍalā’.
    Tehran: Dār al-Kutub al-Islāmiyyah, 1386 Hs, cet. 1.
    Jilid 6, hlm. 438.

Your Comment

You are replying to: .
captcha