Kantor Berita Internasional Ahlulbait -ABNA- Elias Al-Mar, pakar hubungan internasional Lebanon, menilai bahwa resolusi terbaru Dewan Keamanan PBB tentang pembentukan “administrasi transisi” di Gaza—yang dirancang tanpa kehadiran kelompok Palestina—tidak mencerminkan kehendak rakyat Palestina dan berpotensi membuka jalan bagi bentuk baru perwalian internasional.
Dalam pembicaraan dengan ABNA, Al-Mar menegaskan bahwa keputusan yang memaksakan struktur pemerintahan sementara tanpa partisipasi Hamas, Jihad Islami, atau kelompok sipil Palestina, “secara hukum dan politik tidak dapat dianggap sebagai representasi rakyat”. Langkah ini, menurutnya, melemahkan legitimasi Palestina dan menciptakan preseden bagi “internasionalisasi Gaza” di bawah payung keamanan.
Ia menyoroti bahwa fokus resolusi ini bukan pada mengakhiri pendudukan, tetapi mengalihkan isu ke manajemen keamanan dan teknis, yang pada akhirnya mereduksi hak menentukan nasib sendiri dan mengaburkan tanggung jawab Israel sebagai kekuatan pendudukan.
Al-Mar juga memperingatkan bahwa mekanisme transisi semacam ini dapat memperdalam pemisahan Gaza–Tepi Barat, serta mengubah bantuan kemanusiaan menjadi alat tekanan politik, terutama dengan dikaitkannya bantuan dan rekonstruksi dengan isu pelucutan senjata perlawanan—sesuatu yang bertentangan dengan prinsip dasar hukum internasional bagi bangsa yang hidup di bawah pendudukan.
Ia menegaskan bahwa praktik seperti ini membuka kemungkinan penyalahgunaan mandat internasional, mendorong perubahan demografi secara terselubung, dan menciptakan ketergantungan administratif yang menghambat pembangunan kekuatan lokal.
Dalam penutupnya, Al-Mar mengatakan bahwa tanpa konsensus internal Palestina dan tanpa mekanisme pengawasan transparan, resolusi semacam ini hanya memperkuat dominasi politik Amerika di Dewan Keamanan dan menjadikan lembaga internasional sebagai instrumen rekayasa politik kekuatan besar, bukan penjaga hak-hak bangsa yang terjajah.
Your Comment