Kantor Berita Intermasional Ahlulbait -ABNA- Buku “Darah Hati yang Menjadi Permata” merupakan catatan kenangan langsung Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Uzhma Sayyid Ali Khamenei, yang memuat pengalaman hidup beliau dari masa kecil hingga kemenangan Revolusi Islam. Buku ini merupakan terjemahan bahasa Persia dari “Inna Ma’a al-Shabri Nasra” yang pertama kali diterbitkan dalam bahasa Arab di Beirut dan diperkenalkan oleh Sayyid Hasan Nasrullah. Buku ini tidak hanya menyajikan kenangan, tetapi juga hikmah, pelajaran, dan nilai-nilai perjuangan yang menjadi pelita bagi generasi muda untuk memahami kejahatan rezim Pahlavi dan keteguhan para pejuang revolusi.
Pemimpin Tertinggi Iran ini mengisahkan bahwa rezim Pahlavi menggunakan propaganda sistematis untuk menjauhkan rakyat dari para ulama. Salah satu bentuknya adalah penyebaran isu keji—misalnya, rumor yang menyebutkan bahwa sejumlah ulama di sekitar Masyhad menggelar pesta malam, meminum arak dari samovar dan teko. “Banyak yang mengaku melihatnya sendiri atau mendengar dari orang yang menyaksikannya langsung,” ujar beliau. Padahal, semua tanda menunjukkan cerita itu bohong total.
Beliau menegaskan bahwa para ulama selalu memikul tanggung jawab membela Islam dari segala bentuk penyimpangan dan penindasan. Dari masa ke masa, mereka tampil menghadapi kekuasaan zalim, termasuk dalam perlawanan terhadap penjajahan Rusia oleh Mirza Qomi pada masa Abbas Mirza, fatwa ulama terhadap monopoli tembakau, serta peran para ulama dalam Revolusi Konstitusional.
Beliau juga mengangkat kisah teladan Ayatullah Sayyid Hasan Modarres yang mencalonkan diri dalam berbagai periode pemilu parlemen. Dalam pemilu periode kelima, meski mencalonkan diri, tidak satu suara pun tercatat atas namanya. Ia kemudian berseru, “Saya sendiri telah memilih saya. Lalu ke mana perginya satu suara saya itu?”
Kisah ini menunjukkan betapa besarnya pengaruh sosial para ulama yang mendasarkan perjuangan mereka pada prinsip-prinsip Islam, dan bagaimana para penguasa tiran berusaha meminggirkan mereka dari ranah sosial-politik, bahkan dengan cara pembunuhan, penangkapan, dan pengasingan.
Salah satu contohnya adalah Tragedi Masjid Goharshad tahun 1935 (1314 HS), di mana rezim membantai warga dan menangkap banyak ulama, termasuk kakek dari pihak ibu Pemimpin Tertinggi, Sayyid Hasyim Mirdamadi, serta tokoh-tokoh seperti Sayyid Ali Akbar Khoyi, Mirza Habibullah Maleki (yang menikahkan kedua orang tua beliau), Ayatullah Sayyid Abdullah Shirazi, dan banyak lainnya.
Ayatullah Khamenei menuturkan bahwa ayah beliau nyaris menjadi korban tragedi itu, namun dicegah oleh seorang sahabat yang memberi tahu apa yang sedang terjadi di Masjid Goharshad. Sekitar 20 ulama ditahan dan dicatat sebagai “tahanan politik” dalam berkas resmi.
Beliau menyimpulkan bahwa sistem Pahlavi memang dibangun atas dasar pemisahan agama dan politik. Bahkan dalam catatan Parviz Sabeti dan Hossein Fardoust, hal ini sangat jelas ditunjukkan sebagai kebijakan sistematis rezim.
Sumber:
-
Khun-e Deli Ke La’l Shod – Penulis: Ayatullah al-Uzhma Sayyid Ali Khamenei,
Penerjemah: Mohammad Hossein Batmanqelich,
Penyusun: Mohammad Ali Azarshab,
Penerbit: Entesharat Enqelab Islami -
IRAN Seda
Your Comment