Oleh: Ismail Amin Pasannai
Puasa tidak hanya merupakan ibadah fisik, tetapi juga sarana transformasi jiwa menuju kesempurnaan spiritual. Dalam tradisi Islam, para 'arif (orang-orang bijak dan sufi) menekankan bahwa hakikat puasa terletak pada penyucian batin dan pembentukan jiwa. Salah satu tokoh besar dalam spiritualitas Islam kontemporer adalah Ayatullah Muhammad Taqi Bahjat (1915–2009), seorang 'arif yang dikenal karena keheningan, ketawadhuan, dan kedalaman ruhaniahnya. Nasehat-nasehat beliau menyingkap dimensi batin puasa sebagai jalan menuju kedekatan dengan Allah.
Puasa sebagai Latihan Pengendalian Diri
Ayatullah Bahjat menekankan bahwa nafsu adalah penghalang terbesar dalam perjalanan menuju Allah. Dalam salah satu nasehatnya, beliau berkata: "Puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi menahan hawa nafsu yang selalu berbisik dalam diri. Jika engkau mampu menahan keinginan, maka engkau telah menaklukkan musuh terbesar dalam dirimu." Puasa melatih jiwa untuk mengekang dorongan-dorongan rendah dan membiasakan diri dalam disiplin ruhani.
Dalam kondisi lapar, manusia lebih mudah menyadari kelemahannya dan menggantungkan diri kepada Allah. Puasa dan Penyucian Hati Menurut Ayatullah Bahjat, hakikat puasa bukan hanya menahan jasmani, tetapi juga menyucikan hati dari segala sifat tercela seperti iri hati, sombong, dan dengki.
Beliau berkata: "Puasa adalah kesempatan untuk menyaring pikiran dan hati dari segala kotoran dunia. Jika engkau berbuka tanpa memperbaiki hatimu, maka puasamu hanya lapar belaka." Dengan menahan diri dari dosa-dosa batin, manusia mendekatkan dirinya kepada maqam ikhlas, di mana segala amal perbuatannya murni karena Allah.
Puasa sebagai Sarana Ma'rifatullah
Bagi Ayatullah Bahjat, puasa adalah langkah menuju ma'rifatullah (pengenalan Allah). Dalam keadaan lapar dan haus, jiwa manusia menjadi lebih peka terhadap keberadaan Allah. Beliau menasihatkan: "Ketika engkau berpuasa, rasakan bahwa Allah sedang mengawasi setiap tarikan nafasmu. Jika engkau menghadirkan-Nya dalam setiap detik puasamu, maka engkau akan merasakan kelezatan yang tak ada bandingannya." Puasa membuka pintu-pintu ma'rifat, di mana manusia tidak hanya mengenal Allah secara intelektual, tetapi merasakan kehadiran-Nya dalam hati.
Puasa dan Tawakkal
Ayatullah Bahjat juga menekankan bahwa puasa melatih manusia untuk berserah diri kepada Allah. Ketika tubuh lemah karena lapar, manusia belajar bahwa kekuatan sejati hanya datang dari Allah. Beliau berkata: "Puasa adalah latihan penyerahan diri. Semakin lemah jasadmu, semakin kuat ruhmu bergantung pada Allah."
Dengan berserah diri, jiwa manusia akan merasakan ketenangan batin dan kebebasan dari belenggu duniawi. Nasehat-nasehat Ayatullah Bahjat menegaskan bahwa puasa adalah jalan pembentukan jiwa menuju kesempurnaan.
Melalui pengendalian diri, penyucian hati, ma'rifatullah, dan tawakkul, puasa membimbing manusia menuju cahaya Ilahi. Bagi para pencari hakikat, puasa bukan sekadar ritual, tetapi perjalanan menuju kebersamaan dengan Allah. Sebagaimana yang beliau nasihatkan: "Puasa adalah tamu agung yang mengetuk pintu hatimu. Jika engkau menyambutnya dengan baik, ia akan membawamu menuju kebahagiaan yang abadi."
Puasa adalah perjalanan, di mana setiap detik lapar menjadi langkah menuju Allah, dan setiap tarikan nafas adalah dzikir yang mendekatkan diri pada-Nya. Selamat berpuasa, jangan letih-letih menjaga asa.
Your Comment