Pada Rabu malam, empat orang mengendarai dua sepeda motor menembaki orang-orang Izeh di provinsi Khuzestan, yang menyebabkan tujuh orang gugur, dan empat terluka. Pada saat yang hampir bersamaan, tiga penjaga keamanan gugur dan satu terluka dalam serangan teroris yang dilancarkan dua orang pengendara sepeda motor di Isfahan. Sebelumnya, pada 5 Oktober, milisi teroris Daesh melancarkan serangan di kompleks makam Shah Shahragh di kota Shiraz, yang menyebabkan 13 orang gugur, termasuk dua anak, dan 30 peziarah lainnya terluka.
Gelombang baru kerusuhan di Iran meletus sejak dua bulan terakhir. Para perusuh, yang didukung oleh banyak aktor asing, termasuk AS, Kanada, beberapa negara Eropa dan Arab serta rezim Zionis, bersama sejumlah kelompok teroris dan separatis berusaha menjalankan skenario kekacauan di Iran.
Skenario ini dijalankan bersamaan dengan kebijakan tekanan maksimum yang dimulai pada tahun 2018 oleh pemerintah AS untuk menekan Republik Islam. Plot Barat merancang kekacauan di Iran sebelumnya bermotif ekonomi, kali ini diperluas memasuki dimensi sosial dan budaya.
Namun, setelah dua bulan berlalu, skenario musuh memperluas kekacauan internal di Iran menjadi kerusuhan besar gagal, karena kewaspadaan bangsa Iran. Meskipun muncul riak protes dari sebagian kecil orang Iran yang turun ke jalan, tapi mayoritas warga Iran dengan cerdas menyadari skenario musuh yang sedang dijalankan di negaranya. Oleh karena itu, harapan para aktor asing dan kelompok separatis dan teroris untuk menciptakan kerusuhan massal di dalam negeri Iran kandas.
Seruan pembangkangan sipil yang dihembuskan dari luar melalui media sosial selama beberapa hari terakhir tidak membuahkan hasil signifikan. Faktanya, sebagian besar pelaku ekonomi di berbagai kota Iran menolak untuk menutup bisnis mereka. Dengan demikian, target yang dikejar oleh media asing untuk menyulut kerusuhan lebih luas di Iran kembali gagal.
Kegagalan plot ini menyebabkan musuh mengambil cara lain untuk menyulut kekacauan di Iran melalui aksi bersenjata, sebagimana yang terjadi beberapa pekan terakhir di tiga kota di Iran. Lalu, mengapa plot serangan teror menjadi pilihan yang diambil musuh terhadap Iran?
Pertama, salah satu alasan aksi teror dipilih musuh sebagai skenario baru terhadap Iran supaya kerusuhan meluas ke berbagai penjuru negara ini. Dengan demikian, wanita dan anak-anak menjadi target teroris, karena lebih mempengaruhi massa. Di sisi lain, kedekatan dengan penyelenggaraan Piala Dunia Qatar dan kehadiran tim sepak bola Nasional Islam Iran di turnamen internasional ini dilamfaatkan untuk mengambil keuntungan demi menciptakan tekanan psikologis terhadap warga negara Iran dan opini publik dunia terhadap Iran.
Kedua, aksi teror akan menciptakan rasa tidak aman, terutama di daerah-daerah tertentu yang sensitif dari sisi demografi dan geografi. Selama dua bulan terakhir, provinsi Khuzestan dan Isfahan menjadi target musuh secara khusus fokus demi mendulang keuntungan dari banyaknya kapasitas etnis di provinsi ini untuk mengobarkan kekacauan.
Ketiga, aksi teror dilancarkan musuh untuk membenamkan pesan bahwa kondisi Iran tidak aman, sehingga para investor maupun turis asing mengurungkan niatnya untuk mengunjungi Iran.
Musuh melancarkan operasi teroris di Izeh dan Isfahan ketika beberapa operasi teroris lainnya berhasil digagalkan oleh angkatan bersenjata Republik Islam Iran. Serangan teroris yang menargetkan pemisahan rakyat dengan aparatur negara kembali gagal berkat kewaspadaan seluruh elemen bangsa yang menyadari konspirasi musuh. Tidak diragukan lagi, tangan aktor asing berada di belakang layar dari gelombang aksi teroris di Iran, dan pukulan berat dari Iran sedang menunggu dihantamkan ke arah teroris dan dalangnya.(PH)
342/