Prof. DR. KH. Umar Shihab (Ketua MUI Pusat), pekan lalu bersama rombongan mengungjungi Iran kurang lebih selama seminggu atas undangan Organisai Alu Bait Internasional. Beliau sangat terkesan dalam kunjungan singkatnya tersebut karena dapat melihat dari dekat suasana spiritual dan semangat kehidupan keberagamaan di Iran serta usaha keras para ulama Iran dalam mewujudkan persatuan antara sesama Muslim dan pendekatan antara pelbagai mazhab Islam. Saat bertemu dengan para pelajar Indonesia di Qom (selasa, 13-Okt-2009) beliau tidak bisa menyembunyikan rasa harunya ketika mendapatkan kesempatan dan taufik dari Allah Swt untuk berziarah pertama kalinya ke makam kakek beliau Imam Ali ar Ridha. Bagi beliau, sosok Imam ar Ridha adalah teladan bagi seluruh umat Islam. Tokoh Islam yang sejak kecil bercita-cita untuk mempersatukan barisan kaum Muslimin ini menghimbau para pelajar Indonesia di Iran supaya menjadi dai-dai yang menyerukan persatuan dan menghindari timbulnya perpecahan di tengah umat Islam. Beliau sangat anti terhadap gerakan takfiriyah (usaha mengkafirkan sesama Muslim) hanya karena perbedaan masalah furu’ (masalah cabang alias tidak prinsip). Beliau sangat mengapresiasi upaya serius ulama-ulama Iran di bidang pendekatan antara pelbagai mazhab Islam. Untuk mengetahui lebih jauh pandangan Prof. DR. KH. Umar Shihab, berikut ini kami melakukan wawancara singkat dengan beliau. Dengan harapan, semoga kerukunan beragama dan bermazhab di tanah air tercinta berjalan dengan baik dan tidak terjadi kekerasan yang mengatasnamakan agama dan mudah-mudahan tercipta suasana saling memahami dan ukhuwah islamiyah antara pelbagai mazhab Islam.
Tanya: Setelah melihat Iran dari dekat, bagaimana pandangan dan kesan Anda? Jawab: Iran merupakan tempat perkembangan pengetahuan, khususnya pengetahuan agama. Ini ditandai dengan banyaknya perpustakaan besar di sana-sini. Sekiranya saya masih muda, niscaya saya akan belajar di sini. Beberapa bulan yang lalu adik saya, Quraisy Syihab juga datang ke Iran guna memenuhi undangan Lembaga Pendekatan Mazhab Islam. Sepengetahuan saya, hanya Iran satu-satunya negara yang secara resmi memiliki lembaga yang peduli terhadap persatuan antara mazhab-mazhab Islam. Iran secara getol menyerukan persatuan antara sesama umat Islam, apapun mazhab mereka. Kalau saja negara-negara Islam meniru strategi pendekatan mazhab yang dilakukan Iran niscaya tidak ada pengkafiran dan kejayaan dan kemenangan Islam akan terwujud. Tanya: Bagaimana seharusnya kita menyikapi isu ikhtilaf antara Syiah dan Ahlussunah? Saya orang Sunni, tapi saya percaya Syiah juga benar. Sebagaimana saya percaya bahwa mazhab Hanafi dan Maliki juga benar. Saya tidak mau disebut sebagai pembela Syiah, tapi saya pembela kebenaran. Jangankan mentolerir kekerasan antar mazhab yang MUI tidak pernah mengeluarkan “fatwa sesat dan kafir” terhadap mazhab tersebut, kepada Ahmadiyah yang kita fatwakan sebagai ajaran sesat pun kita tidak mengizinkan dilakukannya kekerasan terhadap mereka. Kita tidak boleh gampang mengecap kafir kepada sesama Muslim hanya karena masalah furu`iyyah (masalah cabang/tidak utama). Antara Syafi’i dan Maliki terdapat perbedaan, meskipun Imam Malik itu guru Imam Syafi’i. Ahmadiyah kita anggap sesat karena mengklaim ada nabi lain sesudah Nabi Muhammad saw, sedangkan Mazhab Ahlul Bait (Syiah) dan Ahlussunah sama meyakini tidak ada nabi lain sesudah Nabi Muhammad saw. Perbedaan itu hal yang alami dan biasa. Imam Syafii, misalnya, meletakkan tangannya di atas dada saat melaksanakan shalat. Namun saat berada di Mekkah—untuk menghormati Imam Malik—beliau meluruskan tangannya dan tidak membaca qunut dalam shalat Shubuhnya. Orang yang sempit pengetahuannya yang menyalahkan seseorang yang tangannya lurus alias tidak bersedekap dalam shalatnya. Tanya: Sebagian kalangan menganggap Syiah sebagai mazhab sempalan dan tidak termasuk mazhab Islam yang sah? Bagaimana pendapat Anda? Orang yang menganggap Syiah sebagai mazhab sempalan tidak bisa disebut sebagai ulama. Syiah dan Ahlusunnah tidak boleh saling menyalahkan. Masing-masing ulama kedua mazhab tersebut memiliki dalil. Syiah dan Ahlusunnah mempunyai Tuhan, Nabi, dan Al Qur’an yang sama. Orang yang mengklaim bahwa Syiah punya Al Qur’an yang berbeda itu hanya fitnah dan kebohongan semata. Saudara Prof. Muhammad Ghalib (Guru Besar tafsir dan Sekertaris MUI Makasar yang ikut bersama beliau ke Iran) akan membawa Al Qur’an cetakan Iran yang konon katanya berbeda itu ke tanah air. Saya sangat kecewa kalo ada salah satu ulama mazhab membenarkan mazhabnya sendiri dan tidak mengapresiasi mazhab lainnya. Shalat yang dilakukan oleh orang-orang Syiah sama dengan shalat yang dipraktekkan Imam Malik. Tanya: Apa pesan Anda terhadap kami sebagai pelajar-pelajar agama? Jawab: Pesan pertama dan utama saya: Peliharalah persatuan dan kesatuan antara umat Islam. Banyak ayat dalam Al Qur’an yang mengecam perpecahan dan perselisihan di antara sesama umat Islam, seperti usaha menyebarkan fitnah dan percekcokan di tubuh umat Islam dll. Kita harus menjadi pelopor persatuan dan tidak membiarkan perpecahan terjadi di tubuh umat Islam. Contoh ideal persatuan dan persaudaraan antara sesama Muslim adalah apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw saat mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Anshar. Pesan kedua: Persatuan yang ditekankan dalam ajaran Islam bukan persatuan yang pura-pura atau untuk kepentingan sesaat, namun persatuan yang bersifat kontinu dan sepanjang masa. Kita tidak boleh terjebak dalam fanatisme buta. Saya saksikan sendiri di Iran, khususnya di Qom, banyak orang-orang alim yang sangat toleran. Saya tahu persis di Iran ada usaha serius untuk mendekatkan dan mencari titik temu antara mazhab-mazhab Islam yang tidak ditemukan di tempat lain. Saya mengunjungi perpustakaan di Qom dan saya melihat usaha keras para ulama di bidang pendekatan antara mazhab Islam. Saya tekankan bahwa setiap ulama mazhab memiliki dalil atas setiap pendapatnya dan pihak yang berbeda mazhab tidak boleh menyalahkannya begitu saja. Sebagai contoh, kalangan ulama berbeda pendapat berkaitan dengan hukum mabit (bermalam) di Mina. Ada yang mewajibkannya dan ada pula yang menganggapnya sunah. Jangankan antara Syiah dan Ahlussunah, antara sesama internal Ahlussunah sendiri pun terdapat perbedaan, misalnya antara Syafi’i dan Hanafi. Jadi, perpecahan itu akan melemahkan kita sebagai umat Islam. Pesan ketiga: Sebagai pemuda, jangan berputus asa. Allah Swt memerintahkan kita untuk tidak berputus asa. Belajarlah bersungguh-sungguh karena menuntut ilmu itu suatu kewajiban. Dan hormatilah guru-guru Anda karena mereka adalah ibarat orang tua bagi Anda. Menghormati guru sama dengan menghormati orang tua Anda. Harapan kita dan umat Islam terhadap Anda begitu besar. Kami berterima kasih atas semua pihak yang membantu Anda di sini, terutama guru-guru Anda. Saya menghimbau para pelajar Indonesia di Iran—setelah mereka pulang—hendaklah mereka menjadi dai-dai yang menyerukan persatuan di antara umat. Islam menekankan persatuan sesama Muslim dan tidak menghendaki timbulnya fitnah, seperti apa yang dilakukan oleh Rasul saw saat beliau memerintahkan untuk menghancurkan Masjid Dirar. Karena tempat itu dijadikan pusat penyebaran fitnah dan usaha untuk memecah belah umat. Seringkali karena fanatisme, kita melupakan persatuan. Orang yang memecah belah umat patut dipertanyakan keislamannya. Sebab, orang munafiklah yang bekerja untuk memecah belah umat. Dan orang-orang seperti ini sepanjang sejarah pasti ada dan selalu ada hingga hari ini. Sejak kecil saya bercita-cita untuk mempersatukan sesama umat Islam. Dan di akhir hayat saya, saya tidak ingin melihat lagi perpecahan dan pengkafiran sesama Islam.
Biodata: Prof. DR. KH. Umar Shihab lahir di Rapparang, Sulsel, pada 2 Juli 1939. Beliau menamatkan S1 di IAIN Alaudin Makassar (1966), S2 di Universitas Al-Azhar Kairo (1968), dan S3 Universitas Hasanuddin dalam Studi Hukum Islam (1988). Banyak jabatan organisasi yang dilakoninya, antara lain: Ketua PII (Pelajar Islam Indonesia) Sulsel, HMI Cabang Makassar, Dewan Mahasiswa UMI Makassar, Dewan Mahasiswa IAIN Alauddin. Selain itu, dia juga banyak mengemban jabatan akademik, antara lain: Wakil dekan IAIN, Dekan di UMI, anggota DPRD Propinsi Sulsel, anggota MPR-RI, Ketua MUI Sulsel, dan kini Ketua MUI Pusat. Karya ilmiah yang dipublikasikan, antara lain: “Al-Quran dan Rekayasa Sosial”, “Transformasi Pemikiran dalam Hukum Islam”, “Elastisitas Hukum Islam, “Kontekstualitas Al-Quran”, dan lain-lain. (sumber:http://ressay.wordpress.com)