19 Desember 2025 - 07:03
Perlawanan Irak: Kami Tidak Akan Menyerahkan Senjata dan Tetap Berdiri Menghadapi Tekanan Amerika

Menteri Luar Negeri Irak memperingatkan berlanjutnya ancaman Israel dan Amerika Serikat terhadap negaranya, sementara kelompok-kelompok perlawanan menegaskan bahwa mereka tidak akan pernah menyerahkan senjata.

Kantor Berita Ahlulbait – ABNA – Fuad Hussein, Menteri Luar Negeri Irak, memperingatkan tentang keberlanjutan ancaman Israel dan Amerika Serikat terhadap Irak, seraya menekankan bahwa Irak adalah negara yang paling terdampak oleh ketegangan yang tengah berlangsung di kawasan.

Peringatan ini disampaikan di tengah meningkatnya tekanan internasional—terutama dari Amerika Serikat—untuk membentuk pemerintahan yang dianggap “lebih moderat” di Baghdad. Pada saat yang sama, kelompok-kelompok perlawanan tetap menegaskan posisi politik dan militernya.

Fuad Hussein menyatakan bahwa dialog politik hingga kini belum mencapai kesepakatan final terkait tiga jabatan utama negara. Ia menegaskan bahwa kelompok-kelompok bersenjata memiliki perwakilan di parlemen, memainkan peran penting, dan persoalan mereka merupakan urusan internal Irak. Meski menolak adanya syarat langsung dari Amerika Serikat, para pengamat menilai tekanan terselubung dan berbagai pesan tidak langsung terus disampaikan ke Baghdad.

Dalam konteks ini, salah satu pemimpin utama perlawanan mengatakan kepada harian Al-Akhbar: “Kami tidak akan pernah menyerahkan senjata dan tidak akan tunduk pada tuntutan Amerika atau tekanan politik maupun ekonomi apa pun.” Ia menambahkan bahwa perlawanan memiliki basis rakyat yang kuat serta representasi signifikan di parlemen, dan siap menghadapi setiap ancaman Amerika atau Israel.

Sementara itu, Ali Muhyi al-Din, Direktur Pusat Studi Strategis Al-Ghad, menyatakan bahwa peringatan Menteri Luar Negeri Irak didasarkan pada informasi diplomatik yang kredibel. Ia menyinggung ancaman yang dilontarkan oleh tokoh-tokoh Amerika seperti Mark Savaya dan Tom Barrack, seraya menjelaskan bahwa ancaman tersebut dapat bersifat militer, keamanan, ekonomi, maupun politik. Menurutnya, tekanan ini merupakan bagian dari rencana yang lebih luas untuk melemahkan peran Irak dan kelompok perlawanan dalam persamaan penangkal (deterrence) regional.

Haidar al-Khayoun, dosen politik internasional, juga menegaskan bahwa ancaman Israel dan Amerika terhadap Irak bukanlah hal baru, namun kini menjadi lebih kompleks—terutama di tengah ketiadaan pemerintahan yang stabil dan mampu mengambil keputusan strategis. Ia menambahkan bahwa Irak merupakan bagian dari persamaan regional yang mencakup Iran, Suriah, Lebanon, dan Gaza, sehingga setiap eskalasi di front-front tersebut akan berdampak langsung pada Baghdad.

Pada saat yang sama, laporan-laporan mengindikasikan adanya tekanan langsung dan tidak langsung dari Amerika Serikat, termasuk ancaman sanksi ekonomi dan politik apabila kelompok-kelompok perlawanan dilibatkan dalam pemerintahan mendatang.

Sumber-sumber politik juga mengungkap adanya pesan-pesan tegas yang disampaikan kepada para pemimpin “Kerangka Koordinasi” agar mendorong pemilihan perdana menteri yang “moderat”. Tekanan ini disertai kekhawatiran terhadap sanksi finansial terhadap Irak, khususnya di sektor dolar, energi, dan kerja sama keamanan. Selain itu, Kongres AS dalam Undang-Undang Otorisasi Pertahanan untuk tahun fiskal 2026 mensyaratkan sebagian bantuan keamanan bagi Baghdad pada pengurangan kapasitas operasional kelompok-kelompok yang belum terintegrasi ke dalam institusi resmi negara.

Your Comment

You are replying to: .
captcha