Kantor Berita Ahlulbait

Sumber : Parstoday
Senin

5 Agustus 2024

16.37.20
1476788

Jerman Perlu Ditekan agar Mau Membayar Kerugian Penjajahan di Afrika

Perang yang dilancarkan Jerman, terhadap masyarakat Herero dan Namaqua, di wilayah barat daya Afrika, yang sekarang menjadi Namibia, pada tahun (1904-1908), adalah genosida pertama di Abad-20.

Dalam genosida tersebut, warga Afrika, yang terbunuh mencapai sekitar 75.000 orang. Jerman, di masa penjajahan merupakan salah satu kekuatan unggul, dan kejam yang dalam sejarah tidak ada yang bisa menandinginya.

Buku berjudul The Long Shadow of German Colonialism (Bayangan Panjang Kolonialisme Jerman) karya Henning Melber, mengulas sejarah kolonialisme Jerman, dan dampak-dampaknya terhadap masyarakat, politik, dan media Jerman. Penulis buku memaparkan sejarah dan warisan-warisan dari kolonialisme Jerman ini.

Latihan Membunuh

Jerman, sebagai salah satu kekuatan kolonialisme, terhitung lambat memasuki persaingan penjajahan di Afrika. Masuknya Jerman ke arena penjajahan dimulai dengan serangkaian kesepakatan mencurigakan, dan negara ini menjarah wilayah-wilayah barat daya Afrika (Namibia sekarang), Kamerun, dan Togo, pada tahun 1884.

Kolonialisme Jerman, disertai dengan perusakan dan kekerasan luas. Perang brutal terhadap masyarakat di Afrika Timur (1898-1890) membuktikan kekejaman Jerman. Perang ini juga membuka peluang bagi generasi baru perwira Jerman, untuk melatih kekejaman di tempat baru.

Perang Jerman, terhadap rakyat Herero dan Namaqua, di barat daya Afrika (1904-1908) berubah menjadi genosida pertama di Abad-20. Dalam perang ini warga Afrika, yang terbunuh mencapai sekitar 75.000 orang.

Di Kamerun dan Togo, penyiksaan sebagai hukuman merupakan hal biasa yang dilakukan oleh orang-orang Jerman, termasuk hukuman badan, hukum gantung, pelecehan seksual, dan kerja paksa.

Selama 30 tahun menjajah (1884-1914) jumlah orang Jerman, di wilayah-wilayah yang dijajahnya tidak kurang dari 50.000 orang, akan tetapi ratusan ribu orang Afrika, secara langsung terbunuh karena kekerasan kolonialisme Jerman.

Ketidakmampuan Mengelola Wilayah-Wilayah Jajahan

Setelah kekalahan Jerman, dalam Perang Dunia II, Kekaisaran Jerman, dikenal karena ketidakmampuan dalam mengelola koloni-koloninya, dan wilayah-wilayah jajahannya diserahkan kepada negara-negara Sekutu.

Meskipun demikian, ini bukanlah akhir dari ambisi kolonialisme Jerman. Di Republik Weimar (1919-1933) propaganda kolonialisme tersebar luas, dan di bawah Rezim Nazi (1933-1945) dilanjutkan dalam bentuk-bentuk yang baru.

Warisan Kolonialisme di Jerman Sekarang

Hingga paruh pertama Abad-21, dampak-dampak kolonialisme seperti bangunan-bangunan dan nama-nama jalan di Jerman, tidak pernah dipertanyakan. Tapi berkat generasi baru peneliti, dan aktivitas-aktivitas masyarakat Afrika-Jerman, kesadaran publik terkait kejahatan Jerman berubah.

Museum-museum Jerman, dan institusi-institusi swasta Jerman, sampai saat ini masih menyimpan warisan-warisan budaya yang dijarah dari Afrika, dan penelitian-penelitian sistematik untuk mengidentifikasi sumber-sumber peninggalan ini baru saja dimulai.

Pemerintah Jerman, pada tahun 2015 mengakui bahwa perang terhadap masyarakat Herero dan Namaqua, di Namibia, hari ini adalah genosida. Sejak saat itu perundingan antara Jerman dan Namibia, terus dilakukan, tapi seberapa besar Jerman, harus membayar kerugian atas penjajahannya di sana masih diperdebatkan.

Urgensitas Membayar Kerugian

Kolonialisme Jerman, bukan hanya sebuah babak tertutup dalam sejarah, tapi juga sebuah masalah yang tidak selesai. Sebagaimana penulis Amerika, William Faulkner, menulis, "Masa lalu tidak akan pernah mati. Ia bahkan belum berlalu."

Oleh karena itu, mengingat tantangan-tantangan yang muncul akibat kolonialisme, dan klaim-klaim Barat, terkait Hak Asasi Manusia, serta dampak-dampak kemunduran negara-negara jajahan dari kemajuan dunia, maka Jerman, harus segera menerima tanggung jawab penuh, dan membayar seluruh kerugian akibat penjajahannya di Afrika. (HS)