27 Desember 2025 - 17:33
Kemajuan Mencurigakan Perundingan Keamanan Suriah dan Rezim Zionis / Stabilitas atau Pemaksaan Dominasi Baru atas Damaskus dan Kawasan

Menteri Luar Negeri pemerintahan yang berkuasa di Suriah bulan lalu menyatakan bahwa Damaskus berharap hingga akhir tahun 2025 dapat mencapai sebuah kesepakatan yang tidak membentuk zona penyangga baru dan berfokus pada penurunan eskalasi. Namun, para pengkritik menilai pendekatan ini naif, mengingat berbagai agenda tersembunyi di baliknya.

Kantor Berita Internasional Ahlulbait – ABNA – Sementara kawasan masih menanggung luka mendalam akibat keberadaan dan tindakan rezim Zionis, laporan-laporan terbaru menunjukkan kemajuan signifikan dalam dialog rahasia antara Damaskus dan Tel Aviv.

Sebuah sumber Suriah yang dekat dengan Abu Muhammad al-Jolani, kepala sementara Suriah, mengatakan kepada jaringan Zionis i24 News bahwa perundingan untuk mencapai perjanjian keamanan baru, yang didasarkan pada revisi minor terhadap Perjanjian Gencatan Senjata 1974, telah memasuki tahap lanjut dan kemungkinan penandatanganannya dalam waktu dekat. Namun, kemajuan ini—yang sebagian besar menguntungkan pihak Zionis dan sejalan dengan upaya mengokohkan pendudukan Dataran Tinggi Golan—menimbulkan pertanyaan serius mengenai peran destruktif Tel Aviv dalam ketidakstabilan kawasan.

Laporan terbaru juga menyebutkan bahwa Amerika Serikat, selain Rusia sebagai mediator, memainkan peran menonjol dan khusus dalam mendorong terbentuknya pakta keamanan antara Tel Aviv dan Damaskus.

Proses mediasi ini—yang pada September lalu sempat terhenti akibat tuntutan tidak rasional rezim Zionis—kini dilanjutkan kembali di bawah tekanan Donald Trump, Presiden Amerika Serikat. Trump, yang memiliki rekam jejak panjang dukungan sepihak terhadap kebijakan agresif Benjamin Netanyahu, menawarkan pencabutan sanksi terhadap Suriah dengan syarat Damaskus memenuhi komitmen seperti memerangi Hizbullah dan membatasi pengaruh Iran; syarat-syarat yang secara praktis berpotensi menjadikan Suriah alat kepentingan Israel.

Sumber Suriah tersebut menegaskan bahwa kesepakatan potensial tidak hanya mencakup aspek keamanan, tetapi juga lampiran diplomatik, dan mungkin ditandatangani dalam pertemuan tingkat tinggi di salah satu negara Eropa. Meski demikian, garis merah Damaskus meliputi penghentian campur tangan Israel, kembali pada ketentuan gencatan senjata 1974, serta komitmen Tel Aviv untuk tidak mendukung kelompok separatis atau ekstremis—tuntutan yang bertolak belakang dengan rekam jejak Israel yang mendukung milisi teroris seperti HTS (kelompok al-Jolani).

Laporan terbaru juga menunjukkan bahwa al-Jolani, dalam pertemuan-pertemuan rahasia—termasuk dengan Tzachi Hanegbi, Penasihat Keamanan Nasional rezim Zionis—di Abu Dhabi, menekankan keutuhan wilayah Suriah dan penyelesaian ketegangan di Golan. Namun Netanyahu tetap bersikeras pada pelucutan senjata total Suriah—sebuah kebijakan yang mengingatkan pada pendudukan ilegal Dataran Tinggi Golan sejak 1967.

Asaad al-Shaibani, Menteri Luar Negeri Suriah, bulan lalu menyatakan bahwa Damaskus berharap hingga akhir 2025 tercapai kesepakatan tanpa pembentukan zona penyangga baru dan berfokus pada de-eskalasi. Akan tetapi, para pengkritik menilai pandangan ini terlalu sederhana, mengingat Israel terus melancarkan serangan udara terhadap sasaran militer di Suriah selatan dan mempertahankan kendali atas sebagian wilayah Golan—tindakan yang melanggar kedaulatan Suriah, memperparah instabilitas regional, dan menelan korban sipil dalam jumlah besar.

Di sisi lain, sumber-sumber regional melaporkan kunjungan mendatang Recep Tayyip Erdoğan, Presiden Turki, ke Iran—yang sebagian agendanya diarahkan pada upaya mediasi antara Teheran dan pemerintahan baru Damaskus. Perkembangan ini terjadi ketika rezim Zionis, dengan rekam jejak dukungan finansial, persenjataan, dan medis terhadap kelompok teroris seperti al-Qaeda di Suriah, kini mengubah citra al-Jolani dari “amir ISIS” menjadi “kontraktor Zionis”—sebuah transformasi yang oleh para pengkritik dipandang sebagai simbol kebijakan ganda dan destruktif Tel Aviv di kawasan.

Para analis memperingatkan bahwa jika kesepakatan ini ditandatangani, ia bukan hanya mengurangi pengaruh Iran, tetapi juga membuka jalan bagi dominasi Israel yang lebih luas di kawasan, sambil mengabaikan isu-isu krusial seperti Golan dan kekhawatiran keamanan Suriah.

Your Comment

You are replying to: .
captcha