Pakar Lebanon dalam Wawancara dengan ABNA:

Hizbullah Sedang Membangun Ulang Diri dengan Strategi Militer Baru / Lebih dari 400 Komandan Hizbullah Dibunuh Israel

Hizbullah Sedang Membangun Ulang Diri dengan Strategi Militer Baru / Lebih dari 400 Komandan Hizbullah Dibunuh Israel
14 Desember 2025 - 18:10
Hizbullah Sedang Membangun Ulang Diri dengan Strategi Militer Baru / Lebih dari 400 Komandan Hizbullah Dibunuh Israel

Dr. Hussein Ajarlou, pakar isu Lebanon, mengatakan bahwa meskipun Hizbullah mengalami kerusakan serius, kemampuan kelompok ini di sejumlah bidang justru menunjukkan penguatan.

Kantor Berita Internasional Ahlulbait -ABNA- Dr. Hussein Ajarlou, pakar isu Lebanon, mengatakan bahwa meskipun Hizbullah mengalami kerusakan serius, kemampuan kelompok ini di sejumlah bidang justru menunjukkan penguatan. Karena itu, tindakan dan kalkulasi Israel—serta kemungkinan pecahnya perang—menunjukkan bahwa Hizbullah sedang melakukan proses rekonstruksi struktur militer melalui strategi-strategi baru.

Setelah syahidnya Sayyid Hassan Nasrallah, tragedi pager di Lebanon, dan perang 66 hari, negara ini selama lebih dari satu tahun berada dalam kondisi keamanan, militer, dan politik yang sangat berat. Naiknya pemerintahan yang selaras dengan poros Barat dan Amerika Serikat, pelanggaran berulang gencatan senjata, tekanan politik dan keamanan untuk melucuti senjata Hizbullah, serta pembunuhan terarah terhadap para komandan kelompok ini, membuat Hizbullah berada pada fase penuh tantangan.

Dr. Hussein Ajarlou, peneliti senior di Research Center for Middle East Strategic Studies dan doktor hubungan internasional serta diplomasi dari Universitas Islam Lebanon, telah menerbitkan sejumlah tulisan ilmiah dan beberapa buku termasuk: Regionalisme dan Pembangunan Ekonomi (studi kasus NAFTA), Iran dan Masalah Israel (bersama Ruhollah Haj Zargarbashi), Visi 2030 Arab Saudi, dan Imam Musa Sadr dan Masalah Palestina.

Berikut wawancara lengkap ABNA dengan Dr. Ajarlou:


ABNA: Dalam kondisi gencatan senjata yang rapuh, kita menyaksikan pembunuhan komandan-komandan penting Hizbullah, termasuk syahidnya wakil ketua Hizbullah, Haitsami Thabathabai. Apa tujuan Israel?

Ajarlou: Dalam kondisi gencatan senjata yang sangat rapuh, pembunuhan syahid Haitsami Thabathabai memiliki tujuan yang sangat jelas. Deretan pembunuhan ini merupakan bagian dari strategi Israel untuk melemahkan poros perlawanan secara umum, dan Hizbullah secara khusus. Rezim Zionis ingin menghancurkan sel-sel kunci perlawanan, termasuk melalui pembunuhan para komandan lapangan.

Sejak perang berakhir, rezim Zionis melakukan lebih dari 400 pembunuhan terarah terhadap komandan Hizbullah di berbagai tingkatan, dilakukan secara harian dan sistematis. Namun pembunuhan Thabathabai memiliki makna tambahan karena terjadi di Dahiyeh, jantung wilayah Hizbullah. Ini menunjukkan bahwa sasaran berikutnya kemungkinan bergerak lebih jauh, bahkan mungkin menyentuh jajaran kepemimpinan puncak Hizbullah.


ABNA: Apakah ada kemungkinan pecahnya perang besar antara Israel dan Hizbullah dalam waktu dekat atau awal tahun mendatang?

Ajarlou: Peperangan Israel melawan Hizbullah memiliki tujuan utama: melemahkan dan menghancurkan Hizbullah. Bila target-target politik dan taktis Israel tidak tercapai, sangat mungkin mereka menuju perang besar.

Secara politik, Israel mendorong pelucutan senjata Hizbullah melalui lawan-lawan politik Hizbullah di Lebanon, bekerja sama dengan tekanan Amerika Serikat, tekanan internasional, dan operasi militer termasuk pembunuhan para komandan.

Sayangnya, agenda pelucutan senjata Hizbullah kini didukung oleh konsensus regional tertentu. Bahkan pemerintah Lebanon mengurangi hubungan dengan Iran guna melemahkan peran Teheran sebagai pendukung utama perlawanan.

Karena itu, jika langkah-langkah politik dan keamanan ini gagal, perang besar hampir pasti terjadi. Dan bila laporan intelijen menunjukkan bahwa Hizbullah sedang membangun kembali kapasitasnya dan tidak melemah secara militer, maka probabilitas perang semakin besar.


ABNA: Baru-baru ini Paus berkunjung ke Lebanon dan disambut baik oleh kelompok-kelompok Lebanon, termasuk Hizbullah dan organisasi Kasyafat al-Mahdi. Bagaimana Anda menilai langkah ini?

Ajarlou: Lebanon satu-satunya negara Arab di mana kekristenan merupakan bagian struktural politik negara. Sepertiga kursi parlemen dialokasikan untuk umat Kristen. Lebanon juga merupakan salah satu pusat terpenting Kristen Timur, dan sebagian besar umat Kristen Lebanon adalah Maronit, yang terhubung dengan Gereja Katolik.

Kunjungan Paus bukan hal yang baru, dan sambutan Hizbullah pun bukan hal aneh. Hizbullah selalu berinteraksi secara damai dan menghormati komunitas Kristen. Banyak sekutu Hizbullah bahkan berasal dari kalangan Maronit.

Berbeda dari narasi musuh yang ingin menggambarkan kunjungan itu sebagai pemecah belah masyarakat, kenyataannya tidak satu pun keretakan terjadi. Israel justru gagal memanfaatkan momen itu untuk menghidupkan kembali ketegangan masa perang saudara. Paus datang membawa pesan perdamaian, dan Jenderal Joseph Aoun berusaha memperkuat posisinya melalui momentum ini.


ABNA: Setelah lebih dari satu tahun syahidnya Sayyid Hassan Nasrallah dan tragedi pager, bagaimana dampaknya terhadap Hizbullah dan masyarakat Lebanon?

Ajarlou: Tidak diragukan lagi bahwa dua tragedi besar ini memicu dimulainya perang ketiga Lebanon. Seperti setiap perang, kedua pihak memiliki pencapaian masing-masing.

Hizbullah berhasil menahan tekanan besar Israel dan menggagalkan tujuan Israel untuk memusnahkan Hizbullah sepenuhnya. Ini adalah kemenangan besar.

Israel juga memberlakukan gencatan senjata yang berusaha memperkuat semangat Resolusi 1701 mengenai pelucutan senjata Hizbullah di selatan Sungai Litani. Bila dulu ini hanya bersifat formal, kini sekutu internal Israel menekan serius agar ketentuan itu dijalankan.

Hizbullah menghadapi tantangan baru karena keruntuhan sebagian sistem Suriah mengurangi jalur logistiknya. Namun: Meski terkena kerusakan besar, kemampuan Hizbullah di beberapa sektor justru membaik. Israel sendiri mengakui bahwa Hizbullah sedang membangun kembali kekuatan dengan strategi militer baru.

Dengan kata lain, taktik Hizbullah ke depan akan lebih terarah, lebih presisi, bukan sekadar perang rudal konvensional. Israel menilai Hizbullah sebagai ancaman eksistensial nomor satu, sehingga mereka mencari dukungan penuh dari AS dan melakukan operasi berkelanjutan terhadap Hizbullah.

Namun, perlawanan—baik di Iran maupun negara-negara kawasan—memiliki strategi sendiri yang menimbulkan biaya jangka menengah dan panjang sangat besar bagi Israel.

Your Comment

You are replying to: .
captcha