Kantor Berita Internasional Ahlulbait -ABNA- Ketegangan perbatasan lama antara Thailand dan Kamboja meningkat tajam pada hari Kamis (3 Mordad), setelah Thailand melancarkan serangan udara ke target militer Kamboja dan menuduh negara itu menembakkan roket dan artileri ke wilayahnya.
Sedikitnya 11 warga sipil Thailand – termasuk seorang anak – dan satu tentara Thailand tewas. Kedua negara saling tuduh sebagai pihak yang memulai tembakan.
Akar konflik ini berasal dari perselisihan perbatasan sejak era kolonial Prancis dan telah memicu ketegangan berkali-kali selama satu abad terakhir. Gelombang baru konflik dimulai Mei lalu dan diperparah pekan ini setelah lima tentara Thailand terluka akibat ledakan ranjau yang dituduhkan pada Kamboja.
Thailand pun menutup perbatasan, memanggil pulang duta besarnya, dan mengusir duta besar Kamboja. Sebagai balasan, Kamboja menurunkan hubungan diplomatik dan menarik staf kedutaannya dari Bangkok.
Krisis ini berdampak pada politik dalam negeri kedua negara. Di Kamboja, pengamat menilai krisis bisa dimanfaatkan oleh mantan PM Hun Sen untuk memperkuat posisi putranya, Hun Manet. Sementara di Thailand, PM Paetongtarn Shinawatra mendapat kecaman setelah rekaman kontroversial percakapannya dengan Hun Sen bocor ke publik.
Para analis menilai ASEAN kemungkinan tidak akan mampu menjadi penengah karena kebijakan non-intervensi. Satu-satunya mediator potensial yang berpengaruh adalah China, meskipun kedekatannya dengan Kamboja bisa menjadi kendala.
Saat ini, kedua pihak menyatakan belum ada deklarasi perang, namun suasana tetap tegang. Kamboja telah meminta sidang darurat Dewan Keamanan PBB untuk membahas “agresi militer tanpa alasan” oleh Thailand.
Your Comment