22 Desember 2025 - 19:46
Dari Eropa hingga Amerika; Gelombang Baru dan Terorganisir Penistaan Al-Qur’an di Bawah Bayang-bayang Liberalisme Barat

Insiden penistaan terhadap Al-Qur’an di Stockholm, yang terjadi dalam rangkaian panjang penghinaan serupa di Eropa dan Amerika Serikat, menyingkap sebuah realitas pahit: bahwa Islamofobia telah berubah menjadi alat politik bagi kelompok-kelompok kanan ekstrem dan sekutu-sekutu Zionis mereka.

Kantor Berita Internasional Ahlulbait – ABNA – Tindakan rasis terbaru di kota Stockholm, ibu kota Swedia di Eropa Utara, kembali menunjukkan bahwa gelombang kebencian terhadap Islam di Barat telah melampaui batas penghinaan simbolik dan memasuki fase yang kasar, mengancam, dan berbahaya. Dalam peristiwa ini, satu eksemplar Al-Qur’an yang dirantai pada pagar pintu masuk Masjid Agung Stockholm ditemukan dengan enam bekas tembakan peluru.

Pada Al-Qur’an tersebut terpasang sebuah pesan bernada ancaman bertuliskan, “Terima kasih atas kunjungan Anda, tetapi sekarang waktunya pulang ke rumah,” yang ditulis dalam bahasa Arab dan Swedia. Pesan ini secara jelas menargetkan umat Islam dan mencerminkan niat terang-terangan pelaku untuk mengintimidasi serta menyingkirkan komunitas Muslim dari ruang publik.

Pengurus Masjid Agung Stockholm menyebut tindakan tersebut sebagai serangan langsung terhadap kebebasan beragama dan keamanan pribadi umat Islam. Mahmoud al-Halfi, direktur pusat yang berafiliasi dengan masjid tersebut, menegaskan bahwa insiden ini terjadi dalam konteks meningkatnya provokasi anti-Islam, rasisme, dan polarisasi sosial di Swedia, sehingga tidak dapat dianggap sebagai tindakan individual yang terpisah dari iklim politik yang sedang berlangsung.

Polisi Swedia telah mendaftarkan peristiwa ini sebagai kejahatan bermotif kebencian, namun pengalaman beberapa tahun terakhir menimbulkan keraguan serius mengenai efektivitas penegakan hukum. Komunitas Muslim di Swedia berulang kali memperingatkan bahwa sikap permisif struktural terhadap ujaran kebencian pada praktiknya telah melemahkan keamanan mereka.

Insiden ini merupakan bagian dari rangkaian panjang tindakan penghinaan terhadap Al-Qur’an di Swedia; tindakan-tindakan yang dalam banyak kasus dilakukan oleh individu atau kelompok ekstremis dengan perlindungan polisi dan dalih kebebasan berekspresi, termasuk pembakaran dan penodaan kitab suci umat Islam. Pola ini telah menjadikan Swedia sebagai salah satu episentrum utama Islamofobia di Eropa.

Pada tahun 2022, aksi-aksi provokatif Rasmus Paludan, ekstremis berdarah Denmark–Swedia dan pemimpin partai anti-imigran Stram Kurs, memicu kerusuhan luas di sejumlah kota. Meskipun kemudian ia dijatuhi hukuman atas tuduhan menghasut kebencian terhadap kelompok etnis, aktivitasnya telah berperan besar dalam menormalkan kebencian terhadap umat Islam di ruang publik.

Laporan ini juga menyinggung peran tokoh seperti Salwan Momika, warga negara Irak yang bermukim di Swedia, yang pada tahun 2023 membakar Al-Qur’an di depan Masjid Pusat Stockholm. Tindakannya memicu kemarahan luas di dunia Islam dan menimbulkan ketegangan diplomatik internasional, namun tetap dilakukan dengan izin resmi kepolisian Swedia.

Fenomena ini tidak terbatas di Eropa. Di Amerika Serikat, figur-figur seperti Jake Lang, aktivis ekstremis dan kandidat Partai Republik untuk Senat, juga melakukan penistaan terhadap Al-Qur’an—pertama di kota Dearborn, negara bagian Michigan, kemudian di Plano, negara bagian Texas. Tindakan-tindakan ini menunjukkan bahwa Islamofobia merupakan bagian dari perang budaya yang lebih luas, yang dengan dukungan kelompok kanan ekstrem, Zionis, dan anti-Islam, telah menjadi ancaman serius bagi keamanan umat Islam di seluruh dunia Barat.

Your Comment

You are replying to: .
captcha