Kantor Berita Internasional Ahlulbait — ABNA — Media Malaysia seperti The Star, Malaysiakini, dan New Straits Times memberitakan penyelidikan kepolisian atas sebuah mobil yang memiliki tulisan berbahasa Ibrani berbunyi “Malaysia, tanah air kami”. Kasus ini memicu kekhawatiran publik akan kemungkinan infiltrasi jaringan intelijen Israel.
Meski pemilik mobil—seorang pensiunan 59 tahun—mengaku hanya tertarik pada bahasa asing dan mengganti tulisan “Israel” dengan “Malaysia”, aparat keamanan tetap melanjutkan penyelidikan. Isu ini berkembang karena Malaysia sebelumnya telah mengumumkan keberadaan sel-sel Mossad yang beroperasi di wilayahnya untuk kegiatan penyelundupan senjata, perekrutan agen, dan sabotase.
Perdana Menteri Anwar Ibrahim sendiri pernah mengonfirmasi bahwa sejumlah warga lokal yang bekerja untuk Mossad telah ditangkap, sementara sebagian lainnya melarikan diri.
Sebelumnya pula, seorang warga Israel ditangkap di hotel Kuala Lumpur dengan membawa senjata dan amunisi. Investigasi menyebut adanya hubungan langsung dengan operasi Mossad, meski media Israel berusaha menutupi kasus tersebut.
Selain operasi lapangan, serangan siber besar pada tahun 2023–2024 terhadap perusahaan seperti Maxis, Aminia Palm Oil, dan Dell Malaysia diduga terkait dengan posisi tegas Malaysia dalam mendukung Palestina dan menampung pengungsi Palestina.
Namun, keterbatasan sumber daya dan keberagaman etnis—antara Melayu Muslim, Tionghoa Buddha, dan India Hindu—membuat Malaysia menghadapi tantangan besar dalam menjaga stabilitas nasional di tengah ancaman asing. Bagi pemerintah, keamanan dan kesatuan internal tetap menjadi prioritas utama di atas isu geopolitik luar negeri.
Situasi ini menjelaskan mengapa pemerintah Malaysia bersikap sangat hati-hati dalam menyikapi isu Palestina dan ancaman Israel: menjaga keseimbangan antara solidaritas terhadap dunia Islam dan perlindungan terhadap stabilitas nasional yang rapuh.
Your Comment