Kantor Berita Internasional Ahlulbait -ABNA- Anggota Dewan Tinggi Lembaga Internasional Ahlulbait as, Hujjatul Islam wal Muslimin Sayyid Abul Hasan Nawab, menegaskan bahwa perjuangan melawan fanatisme jauh lebih sulit dibanding melawan buta huruf. Menurutnya, bahkan orang berpendidikan tinggi sekalipun bisa tetap terjebak dalam perilaku jahiliyah jika dilandasi fanatisme. Hal itu, katanya, yang diubah oleh Nabi Muhammad saw melalui pengajaran ilmu yang disertai dengan wawasan dan kebijaksanaan, hingga masyarakat Arab yang keras berubah menjadi umat yang bersatu dan tercerahkan.
Dalam webinar pembukaan Konferensi Internasional Persatuan Islam ke-39, Nawab menjelaskan bahwa untuk memahami persatuan dalam ajaran Nabi Muhammad saw, terlebih dahulu harus dipahami kondisi zaman beliau. Jahiliyah, katanya, bukan berarti tidak adanya budaya atau pengetahuan, melainkan pola perilaku primitif dan tidak manusiawi. Ia mencontohkan istilah “jahiliyah modern” di Barat atau Amerika yang juga bukan berarti kebodohan, melainkan perilaku anti-kemanusiaan.
Ia menambahkan, masa jahiliyah justru kaya akan tradisi dan sastra, seperti syair-syair Mu‘allaqat Sab‘ yang digantung di Ka‘bah. Namun masyarakat saat itu diliputi fanatisme kesukuan, peperangan panjang, dan praktik tidak manusiawi seperti mengubur hidup-hidup anak perempuan. Dalam situasi demikian, Nabi Muhammad saw hadir dan mengangkat martabat perempuan dengan menjadikan Sayyidah Fatimah sa sebagai teladan abadi, serta menciptakan persaudaraan antara Muhajirin dan Anshar.
Nawab menegaskan kembali bahwa akar jahiliyah adalah fanatisme, bukan ketidaktahuan. Karena itu, perjuangan Nabi Muhammad saw menekankan pada transformasi mental dan moral masyarakat. Melalui ilmu, kesadaran, dan persaudaraan, beliau berhasil memadamkan api fanatisme kesukuan dan membentuk sebuah umat yang bersatu, penuh kesadaran, dan memiliki misi universal.
Your Comment