14 April 2025 - 19:40
Source: Parstoday
Menelisik Teori di Balik Keputusan Perang Tarif Trump

Situs The Hill dalam sebuah laporan menilai pemberlakuan tarif baru produk impor negara lain oleh Presiden AS Donald Trump terhadap sekutunya di kawasan timur dan tenggara Asia bertentangan dengan diplomasi pertahanan yang telah menyebabkan penumpukan militer di Jepang dan Filipina.

Tehran, Pars Today- outlet media Amerika, the Hill mengungkapkan, ketika isu tarif baru Trump menjadi berita utama dunia pekan lalu, Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth melakukan perjalanan ke Filipina dan Jepang, langkah pertamanya mengunjungi markas Komando Indo-Pasifik di Hawaii dan markas besar pembom strategis di Pangkalan Angkatan Udara Andersen di Guam.

Menurut situs The Hill, ia berusaha meyakinkan sekutu Amerika di Asia Pasifik bahwa meskipun pemerintahan Trump kurang tertarik pada peristiwa di Eropa, tapi komitmennya untuk menahan China dan mendukung mitra keamanan regional Amerika tetap menjadi bagian utama dari kebijakan keamanan Washington.

Trump adalah lambang teman yang tidak dapat diandalkan, namun komitmen publik terhadap Manila dan Tokyo merupakan tanda yang memperkuat perjanjian keamanan bersama yang ditandatangani AS dengan Filipina pada tahun 1951 dan Jepang pada tahun 1960. Munculnya kembali Jepang sebagai pemain utama dalam keamanan regional telah disambut baik oleh Amerika Serikat.

Akan tetapi, masalahnya Jepang justru dikenakan tarif Trump sebesar 24%.

"Kami sangat kecewa dan menyesalkan tindakan seperti itu telah dilaksanakan," kata Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba.

Presiden AS saat ini telah memberikan jeda 90 hari dalam penerapan tarif, yang khusus ditujukan bagi negara-negara yang ingin bernegosiasi dengan Washington.

Sebagai perbandingan, Filipina diperlakukan murah hati, dengan hanya dikenakan tarif sebesar 17%. AS memberlakukan sanksi berat terhadap dua sekutu regional penting lainnya: Taiwan dengan 32% dan Korea Selatan dengan 25%.

Rezim tarif, mengingat keadaan khususnya, tidak konsisten dengan perjanjian keamanan di Asia Timur, yang tidak hanya mengancam kemakmuran ekonomi di negara-negara sekutu, bahkan berpotensi mengganggu ekonomi regional dan global.

Tampaknya, Trump memanfaatkan potensi manfaat dari “teori orang gila” yang sudah lama didiskreditkan. Maksudnya, ia mencetak poin melalui ketidakpastian. Tetapi sulit untuk memprediksi bagaimana sekutu akan bereaksi, sementara keputusan yang hampir bipartisan mengenai pengerahan militer akan disertai dengan kebijakan ekonomi yang merugikan.(PH)

342/

Your Comment

You are replying to: .
captcha