Kantor Berita Internasional Ahlulbait -ABNA- Pada peringatan kehancuran makam-makam suci di Bāqī, sebuah seminar bertajuk "Perkembangan Arsitektur Makam Bāqī, Penyebab Kehancuran dan Dampaknya di Dunia Islam" diadakan Kantor Berita ABNA di Qom Iran. Acara ini dihadiri oleh dua ahli, Dr. Ahmad Falahzadeh dan Dr. Ahmad Khameh-yar, yang memberikan wawasan tentang sejarah dan pentingnya situs ini dalam konteks sejarah Islam.
Dr. Khameh-yar memulai dengan mengingatkan bahwa Bāqī bukan sekadar kuburan, melainkan situs suci yang menyimpan makam empat Imam besar dan banyak tokoh penting lainnya dari masa awal Islam. Ia juga menjelaskan bahwa sebelum penghancuran pada abad ke-20, Bāqī memiliki banyak bangunan dan kubah yang masing-masing mewakili gaya arsitektur dari berbagai masa dan wilayah Islam.
Kehancuran Bāqī:
Dr. Falahzadeh menegaskan bahwa penghancuran Bāqī dipengaruhi oleh dua faktor besar: perbedaan agama dan politik. Untuk memulihkan situs ini, ia menekankan pentingnya menyatukan semua kelompok dalam Islam, dengan memperkenalkan Bāqī sebagai situs suci bersama, bukan hanya milik satu mazhab.
Pentingnya Rekonstruksi Bāqī:
Sebagai bagian dari upaya untuk menghidupkan kembali semangat Bāqī, para peserta seminar menyatakan bahwa rekonstruksi tidak hanya penting untuk warisan arsitektur, tetapi juga untuk mempererat solidaritas antarmazhab Islam. Bāqī, yang sudah menjadi simbol sejarah dan spiritual, memerlukan perhatian bersama dari semua kalangan umat Muslim.
Megdulmulki: Tokoh di Balik Pembangunan Kubah Makam Imam Bāqī"
Megdulmulki, seorang tokoh penting dalam sejarah Islam, dikenal sebagai pembangun kubah di atas makam Imam-imam Bāqī. Berdasarkan beberapa sumber kuno, kubah tersebut dibangun sekitar tahun 490 Hijriyah, dengan Megdulmulki sebagai inisiatornya. Ia adalah seorang pejabat di pemerintahan Seljuk yang dikenal sangat mendukung pembangunan situs-situs suci, termasuk makam Imam-imam Bāqī.
Sumber-sumber lain, seperti dalam al-Kāmil karya Ibn Athir, mengungkapkan bahwa Megdulmulki bahkan mengirim seorang arsitek dari Qom untuk merancang kubah tersebut, yang menunjukkan bahwa desain arsitektur Bāqī dipengaruhi oleh gaya khas dari wilayah tersebut. Meskipun ada pendapat yang salah di kalangan sejarawan Madinah mengenai siapa yang membangun kubah tersebut, bukti-bukti sejarah lebih mendukung Megdulmulki sebagai tokoh utama di balik konstruksi kubah Bāqī.
Gaya Arsitektur Kubah Bāqī:
Arsitektur kubah makam Imam-imam Bāqī menunjukkan pengaruh arsitektur Persia, khususnya dari periode Seljuk. Foto-foto dan deskripsi dari para pelancong Muslim yang mengunjungi Madinah menggambarkan kubah dengan desain segi delapan dan menara kecil di setiap sudutnya. Gaya ini serupa dengan beberapa makam yang dibangun pada periode Seljuk di Iran, seperti menara kuburan Kharaqan di Qazvin.
Pembangunan kubah tersebut diperkirakan terjadi antara tahun 450 hingga 500 Hijriyah, yang menunjukkan bahwa arsitektur kubah Bāqī adalah gaya Iran pada masa awal Seljuk. Sebelum penghancuran kedua, kubah ini tetap utuh dan tidak banyak mengalami renovasi besar.
Dua Penghancuran Bāqī:
Terdapat dua fase penghancuran besar di Bāqī. Penghancuran pertama dilakukan oleh kaum Wahabi pada tahun 1220 Hijriyah, yang berlangsung hanya singkat. Namun, penghancuran kedua pada tahun 1334 Hijriyah oleh rezim Saudi menyebabkan kehancuran total makam-makam di Bāqī, dan situs tersebut tetap dalam kondisi yang rusak hingga hari ini.
Dengan adanya fakta-fakta sejarah ini, penting untuk memahami nilai sejarah dan budaya yang hilang akibat penghancuran ini dan bagaimana upaya rekonstruksi dapat memperbaiki warisan arsitektur Islam yang berharga.
Sejarah dan Tantangan Rekonstruksi Kubah Makam Imam Bāqī
Kubah makam Imam-imam di Bāqī, meskipun tidak mengalami banyak perubahan atau pengembangan dibandingkan dengan makam-makam Imam di Irak dan Iran, tetap mempertahankan struktur aslinya sejak dibangun pada era Seljuk. Berbeda dengan banyak makam suci di wilayah-wilayah Syiah lainnya yang sering diperbarui dan diperbesar, kubah di Bāqī, meskipun sempat mengalami beberapa penghancuran, tetap mempertahankan desain dasar yang ada sejak awal.
Keunikan Arsitektur Kubah Bāqī:
Kubah Bāqī menunjukkan pengaruh arsitektur Iran, dengan desain yang mirip dengan makam-makam di daerah Seljuk Iran, seperti menara kuburan Kharaqan di Qazvin. Gaya arsitektur ini berbentuk segi delapan dengan menara kecil di setiap sudutnya, yang mirip dengan desain makam lainnya yang dibangun pada periode tersebut. Meskipun foto-foto lama menunjukkan bentuk kubah yang agak berbeda, yang lebih mirip dengan gaya kubah yang lebih meruncing atau tumpul (rok), gaya dasar tetap mengarah pada arsitektur Iran.
Keterkaitan dengan Arsitektur Iran:
Bangunan kubah Imam Bāqī, seperti yang ditemukan di makam-makam di Qom, menunjukkan ciri khas arsitektur Iran. Banyak arsitektur makam di Qom pada masa Seljuk juga memiliki desain segi delapan dan struktur tinggi dengan kubah yang lebih berbentuk tumpul. Hal ini menunjukkan bahwa desain makam di Bāqī sangat dipengaruhi oleh gaya arsitektur yang berkembang di Iran pada masa itu.
Perkembangan dan Penghancuran Bāqī:
Bāqī, berbeda dengan makam-makam di Irak dan Iran, tidak mengalami pengembangan besar seiring berjalannya waktu. Makam-makam ini tidak berkembang menjadi kompleks besar seperti yang terjadi di tempat lain. Bahkan, hingga penghancuran kedua pada tahun 1334 Hijriyah, kubah ini tetap mempertahankan desainnya yang hampir utuh. Ini menandakan bahwa Bāqī tidak mengalami perubahan besar, meskipun sempat dihancurkan dua kali, pertama oleh kaum Wahabi pada tahun 1220 dan kedua oleh rezim Saudi pada tahun 1334.
Pentingnya Menghargai Sejarah Bāqī:
Hujjatul Islam Dr. Ahmad Falahzadeh menekankan pentingnya kesadaran kolektif umat Islam tentang pentingnya situs Bāqī dan peranannya dalam sejarah Islam. Menjelang seratus tahun penghancuran makam-makam Bāqī, beliau mengingatkan bahwa umat Islam harus memanfaatkan kesempatan ini untuk merencanakan langkah-langkah konkret dalam menghormati dan merestorasi situs bersejarah ini. Ia mengajak agar generasi mendatang tidak mengkritik ketidakpedulian kita terhadap peringatan ini.
Dengan penekanan pada pentingnya membangun kesadaran global tentang Bāqī, diharapkan umat Islam dapat bersatu untuk merawat dan melestarikan situs ini sebagai bagian dari warisan sejarah Islam yang tak ternilai harganya.
Peristiwa Penghancuran Makam Bāqī: Faktor Politik dan Agama
Penghancuran makam Bāqī bukanlah sekadar akibat dari satu peristiwa atau faktor tunggal, tetapi merupakan hasil dari interaksi antara dua aliran utama, yaitu aliran agama dan politik. Sebagaimana dijelaskan, peristiwa ini lebih mencerminkan hubungan rumit antara kekuatan politik dan ideologi agama yang berperan aktif dalam menghancurkan dan mempertahankan penghancuran tersebut. Ini adalah proses yang sengaja dipertahankan, di mana elemen-elemen politik dan agama bekerja sama untuk menutup sejarah dan simbol-simbol suci yang terkait dengan makam-makam para Imam Ahlul Bait di Bāqī.
Penghancuran Pertama: Konteks Politik dan Militer di Zaman Qajar
Penghancuran pertama makam Bāqī terjadi sekitar 220 tahun yang lalu, di era pemerintahan Fath Ali Shah dari Dinasti Qajar, saat Iran terjebak dalam konflik yang intens dengan Rusia. Saat itu, perhatian Iran lebih banyak terfokus pada perang di wilayah utara dan barat, meninggalkan sedikit perhatian terhadap masalah yang terjadi di Hijaz. Peristiwa ini terjadi dalam konteks ketidakstabilan politik, dan pada saat yang bersamaan, Sultan Mahmud II dari Kekaisaran Ottoman menaklukkan Madinah, dan berdasarkan hukum fiqih Hanafi, ia memutuskan untuk memulihkan struktur makam tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa penghancuran makam tidak hanya disebabkan oleh alasan agama, tetapi juga oleh dinamika kekuasaan politik yang lebih besar.
Tantangan Agama dan Kepentingan Politik dalam Penghancuran
Meskipun penghancuran makam Bāqī sudah terjadi pada periode awal, ketegangan agama juga ikut berperan. Pada tahun 1095, di masa Dinasti Safawi, pejabat Madinah menemukan salinan buku karya Syekh Mufid, "Al-Mazar", yang mengandung kritikan terhadap para khalifah. Buku ini kemudian dikirimkan ke Istanbul sebagai bukti yang mendasari permintaan penghancuran makam. Namun, karena makam tersebut dianggap suci oleh dinasti Abbasiyah karena dibangun oleh khalifah Harun al-Rashid, maka keputusan untuk menghancurkannya dibatalkan. Ini menunjukkan bahwa penghancuran makam Bāqī seringkali terjalin dengan ketegangan agama dan politik yang lebih dalam, di mana aspek suci dan politis berperan bersama.
Penghancuran Kedua: Dampak Perang Dunia dan Ketidakstabilan di Iran
Penghancuran kedua makam Bāqī terjadi pada periode Perang Dunia I, ketika Iran mengalami kelaparan besar dan banyak orang meninggal. Dalam kondisi ketidakstabilan politik, ekonomi, dan militer di Iran, penghancuran makam kembali terjadi. Peran Inggris dalam peristiwa ini sangat terlihat, karena kekuatan kolonial ini turut terlibat dalam merancang strategi yang memungkinkan penghancuran ini tetap berlangsung tanpa ada intervensi besar dari negara-negara lain atau umat Islam itu sendiri.
Peran Wāhābī dan Pendekatan Terhadap Makam Ahlul Bait
Wāhābī, dengan keyakinan bahwa makam-makam tersebut seharusnya dihancurkan sedemikian rupa hingga tidak ada jejaknya, menekan agar makam-makam para Imam Ahlul Bait di Bāqī diubah menjadi puing-puing yang tidak dapat dikenali. Mereka berusaha memastikan bahwa setelah penghancuran, tidak ada kemungkinan untuk mengidentifikasi makam-makam tersebut, meskipun beberapa foto lama masih memungkinkan untuk melacak posisi dan lokasi makam tersebut. Proses penghancuran ini juga melibatkan kelompok lokal yang disebut "Nukhāwila", sebuah kelompok yang terdiri dari orang-orang Syiah di Madinah. Dalam skema ini, Wāhābī mencoba menggunakan Nukhāwila untuk membantu menghancurkan makam dengan cara yang lebih "terhormat" agar mereka tidak dipersalahkan secara langsung.
Penting untuk dicatat bahwa meskipun makam dihancurkan, terdapat perjanjian antara Abdul Rahim Sahib al-Fusul, yang dikenal dengan sebutan Hā'iri, dan Raja Abdul Aziz Al-Saud, di mana makam-makam tetap dibiarkan dalam kondisi yang dapat dikenali, meskipun dalam bentuk yang rusak.
Tujuan Penghancuran Makam Bāqī dalam Sejarah Islam
Penghancuran makam Bāqī menunjukkan bagaimana politik dan agama berpadu dalam peristiwa-peristiwa besar yang mempengaruhi warisan sejarah umat Islam. Penghancuran pertama dan kedua makam ini terjadi dalam konteks yang penuh dengan ketidakstabilan politik, baik di dunia Islam maupun di Iran. Selain itu, penghancuran ini mencerminkan konflik ideologis yang dalam antara berbagai aliran dalam Islam, yang menginginkan untuk menghapuskan simbol-simbol tertentu yang mereka anggap tidak sesuai dengan pandangan mereka. Dalam konteks ini, penghancuran makam Bāqī adalah simbol dari perjuangan berkelanjutan untuk menghancurkan warisan sejarah dan budaya Islam yang dianggap sakral oleh sebagian umat, yang dengan demikian umat Islam akan kehilangan basis sejarahnya.
Your Comment