10 Maret 2025 - 03:39
Panggilan Revolusi Kesadaran: Mengurai Dimensi Sosial Puasa  dalam Pemikiran Ali Syariati

Puasa, dalam tafsir Syariati, adalah latihan menjadi manusia yang baru—manusia yang tidak hanya berdoa, tetapi juga gelisah melihat dunia yang timpang. Puasa bukan sekedar menahan, tapi juga memerdekakan.

Oleh: Ismail Amin Pasannai 

Dalam lembaran-lembaran transkrip pemikiran Ali Syariati, puasa bukan sekadar ritual tubuh yang menahan lapar dan dahaga. Ia adalah panggilan revolusi bagi kesadaran. Dalam kacamata pemikir asal Iran ini, puasa adalah laku spiritual yang menyimpan letupan sosial. Sebuah momentum untuk melampaui keterasingan individu menuju empati yang membumi.

Syariati, dalam narasi filsafat sosialnya, menjelaskan bahwa puasa tak semata-mata urusan hubungan vertikal dengan Tuhan. Di balik ritme lapar dan haus, tersembunyi makna yang lebih tajam—pengalaman kolektif yang mempertemukan manusia pada nasib yang sama. Ketika seseorang menahan lapar, ia sedang melatih rasa kekurangan yang kerap menjadi keseharian kaum tertindas. Dalam ketelanjangan rasa lapar itu, dinding tebal antara si kenyang dan si lapar runtuh.

Namun, Syariati tidak berhenti pada empati yang melankolis. Baginya, puasa adalah tindakan sosial yang subversif. Lapar dan dahaga yang sengaja dihayati menjadi jalan isolasi dari dominasi nafsu, bukan hanya nafsu biologis, tetapi juga nafsu konsumsi dan kerakusan yang menopang tatanan kapitalistik. Dalam tafsir ini, puasa adalah protes diam-diam terhadap hegemoni pasar yang menanamkan kebutuhan semu dalam pikiran manusia modern.

Dalam bahasa yang penuh gelegak, Syariati menuliskan:

"Puasa adalah menolak. Menolak membekukan tubuh. Menolak melekat pada dunia materi. Ia adalah latihan pelepasan bagi manusia, agar ia menjadi tuan atas dirinya sendiri, sebelum ia bisa menjadi tuan atas nasib masyarakatnya."

Dimensi puasa sosial yang diusung Syariati menempatkan spiritualitas sebagai energi perubahan sosial. Ia melawan gagasan agama yang membiarkan manusia larut dalam penjualan pribadi. Puasa bukan perayaan mistik yang meromantisasi penderitaan, tetapi jalan menuju kesadaran kritis.

Dalam tubuh yang lapar, manusia belajar bahwa kehidupan bukan semata-mata soal akumulasi, tetapi soal berbagi. Dalam rasa haus yang merajam kerongkongan, manusia dipaksa melihat bahwa kesejahteraan yang dinikmati segelintir orang hanyalah potret yang diam-diam dirampas dari banyak orang.

Syariati menegaskan bahwa puasa adalah solidaritas dalam bentuk yang paling esensial. Ia menulis, "Dengan berpuasa, orang kaya, meskipun hanya untuk sementara, dapat merasakan apa yang dialami orang miskin sepanjang hidupnya. Ini bukan sekadar pengorbanan, tetapi pengenalan mendalam terhadap realitas sosial yang membelah masyarakat."

Di balik ritual yang tampak sunyi itu, tersimpan energi sosial yang bisa menjadi benih revolusi. Syariati percaya bahwa masyarakat yang menjalani kehidupan dengan kesadaran kritis akan melahirkan generasi yang tidak hanya beriman, tetapi juga berani melawan ketidakadilan. Bagi Syariati, puasa adalah latihan untuk membangkitkan kesadaran diri—kesadaran diri yang melimpah menjadi empati sosial, membangkitkan rasa tanggung jawab atas nasib sesama.

Di zaman ketika kapitalisme telah menjadikan konsumsi sebagai panglima kehidupan, puasa syariat menawarkan jalan sunyi yang nyaris revolusioner. Ia mengingatkan bahwa kebebasan sejati bukan terletak pada kemampuan membeli, melainkan pada kemampuan melepaskan.

Dalam tiap sahur yang senyap dan tiap berbuka yang sederhana, barangkali Syariati ingin mengatakan bahwa revolusi sosial bisa bermula dari hal-hal kecil—dari sepotong roti yang dibelah, dari gelas air yang ditunda, dari kesadaran bahwa lapar hari ini adalah bagian dari lapar manusia lainnya di seluruh dunia.

Puasa, dalam tafsir Syariati, adalah latihan menjadi manusia yang baru—manusia yang tidak hanya berdoa, tetapi juga gelisah melihat dunia yang timpang. Puasa bukan sekedar menahan, tapi juga memerdekakan. Dan di tengah gangguan dunia modern yang memberikan kenyamanan, mungkin itulah yang paling kita butuhkan.

---

Bahan bacaan: 
Dua karya Syariati: 
-Haji 
-Jihad dan Syahadah

Your Comment

You are replying to: .
captcha