Menurut Kantor Berita ABNA, dalam kelas akhlak yang diasuhnya di kota Qom Republik Islam Iran, Ayatullah al-Uzhma Jawadi Amuli ketika membahas syarah Nahjul Balaghah pada hikmah ke-86 dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as mengatakan, "Imam Ali dalam hikmahnya mengatakan, رَأْی الشَّیخِ أَحَبُّ إِلَی مِنْ جَلَدِ الْغُلَامِ وَ [یرْوَى] رُوِی مِنْ مَشْهَدِ الْغُلَامِ bahwa pandangan dan pendapat dari orang yang lebih tua harus lebih diutamakan dan pada sisi praktik dan tekhnisnya di lapangan yang lebih muda berada pada posisi yang lebih siap."
"Disini Imam Ali as hendak menyampaikan bahwa dengan pengalaman yang lebih banyak, maka pandangan dan pendapat dari yang lebih tua lebih baik dari anak muda yang belum memiliki pengalaman. Namun kemampuan anak muda dari sisi tekhnis, energi dan kemampuan bekerja di lapangan jangan sampai dilupakan, karena itu mereka yang muda dan telah menyelesaikan pendidikannya harus diberi ruang dan kepercayaan untuk mengemban amanah. Tahapan pendidikan yang ditempuh generasi muda pun harus dalam rangka mempersiapkan kemampuannya baik secara mental maupun kemampuan manajerial untuk turut mengambil bagian dan tugas dalam mengelola negara." Tambah ulama Hauzah Ilmiah Qom tersebut.
Sementara pada hikmah ke-87, Ayatullah Jawadi Amuli melanjutkan syarahnya, "Hikmah ke-87 dari Amirul Mukminin as adalah عَجِبْتُ لِمَنْ یقْنَطُ وَ مَعَهُ الِاسْتِغْفَارُ kata Imam Ali as, aku heran dengan mereka yang pesimis padahal pintu istighfar terbuka di depannya."
"Selain Maksumin as, manusia lainnya dalam kehidupannya akan memiliki kesalahan. Kadang kesalahan itu terjadi akibat kejahilan terhadap suatu amal dan belum memiliki makrifat terhadap amal tersebut. Sehingga dalam banyak keadaan termasuk jihad melawan diri sendiri manusia mengalami kegagalan dan kekalahan. Namun jangan sampai pesimis dan putus asa, karena rahmat Allah selalu terbuka. Dikatakan bahwa sewaktu istighfar berada di tanganmu, artinya kunci pintu rahmat Allah berada di tanganmu. Jangan pernah mengatakan bahwa dengan semua pengalaman kegagalan dan kekalahanmu kamu akhirnya menganggap itu akhir segalanya dan putus asa. Jika ada istighfar, jika kemampuan beristighfar masih ada, jika kekuatan mengembalikan hak orang lain masih ada, maka tidak ada tempat untuk putus asa."
Ayatullah Jawadi Amuli lebih lanjut mengatakan, "Salah satu syarat asli dari doa adalah manusia tidak menginginkan sesuatu dari yang lain, bahkan dirinya sendiri dianggap pribadi yang lain. Barangsiapa yang berdoa dan doanya hanya ditujukan kepada Allah dan yakin bahwa doa tersebut adalah perbincangannya hanya kepada Allah dan hanya menginginkan dari Allah, maka doa seperti ini tidak mungkin tidak diijabah."
"Dalam surah Yusuf. وَ مَا یؤْمِنُ أَكْثَرُهُم بِاللَّهِ إِلّا وَ هُم مُشْرِكُونَ (Dan kebanyakan mereka tidak beriman kepada Allah, bahkan mereka mempersekutukan-Nya) Imam Ali as pernah ditanya bagaimana seorang mukmin dan muslim menjadi musyrik?. Imam Ali as menjawab, لَولا فَلانٌ لَهَلَکْتُ jika ia bilang jika si Fulan tidak ada, maka masalah kami tidak selesai. Atau yang pertama Allah kemudian si Fulan. Ini adalah kesyirikan. Apakah Tuhan adalah yang pertama dan menjadi sebelum dari yang kedua?. Apakah Tuhan adalah yang pertama kemudian ada yang kedua?. Allah adalah yang pertama adalah juga yang terakhir. Dikatakan, jika kamu mengatakan jika tidak ada si Fulan maka masalah saya tidak selesai, maka ini adalah syirik. Namun jika dikatakan, bahwa Alhamdulillah, saya bersyukur kepada Allah karena dengan Allah Ia menjadikan si Fulan sebagai perantara sehingga masalah saya menjadi selesai, maka ini adalah tauhid. Selain Allah, siapapun dia dan bagaimanapun dia, itu adalah wasilah. Allah menjadikan semua itu sebagai perantara, dan kita diajak untuk bertawassul dengan wasilah-wasilah itu."
Ayatullah al-Uzhma Jawadi Amuli dalam lanjutan syarahnya berkata, "Pada hikmah ke-88, melalui jalur Imam Baqir as meriwayatkan Imam Ali bin Abi Thalib as berkata, انَ فِی الْأَرْضِ أَمَانَانِ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ وَ قَدْ رُفِعَ أَحَدُهُمَا فَدُونَكُمُ الْآخَرَ فَتَمَسَّكُوا بِهِ ada dua wasilah terjaminnya keamanan di muka bumi yang dengan keberadaannya tidak akan ada azab yang akan menimpa suatu kaum. Satu wasilah tersebut telah tercabut, yaitu dengan meninggalnya Rasulullah saw, dan satu wasilah yang masih ada. Wasilah yang pertama adalah diri Rasulullah saw. Dengan keberadaannya semasa hidup, tidak ada azab yang turun menimpa kaumnya. Yang kedua adalah وَ أَمَّا الْأَمَانُ الْبَاقِی فَالاسْتِغْفَارُ ahli istighfar. Jika suatu kaum semuanya adalah ahli istighfar maka kaum tersebut tidak akan terkena azab dari Allah swt. Jadi yang dimaksud ahli istighfar disini, bukan satu orang, melainkan satu umat, satu kaum keseluruhannya adalah ahli istighfar."
"Krisis ekonomi, kelaparan, kemarau berkepanjangan, kekeringan, wabah penyakit, kesemua ini adalah azab. Jika suatu masyarakat, adalah masyarakat yang agamis, maka Allah swt akan menghidayahi mereka untuk bisa keluar dari krisis, untuk bisa menemukan obat yang menyembuhkan penyakit, menemukan solusi, sehingga bisa keluar dari masalah dan ancaman bahaya." Jelas ulama marja taklid tersebut.