Haji Wada’ (Bahasa Arab: حجة الوداع) atau haji perpisahan adalah haji terpenting yang dilakukan Nabi Muhammad Saw di tahun terakhir usianya, yang terjadi pada tahun ke 10 H. Nabi Muhammad Saw pada pelaksanaan haji tersebut, menyampaikan kepada kaum Muslimin untuk mempelajari dan mengerjakan manasik haji sesuai dengan petunjuk dan bimbingannya. Nabi Saw bersabda, “Pelajarilah manasik haji dariku, karena bisa jadi pada penyelenggaraan haji berikutnya kalian tidak bisa melihatku lagi.”
Selain itu dalam keyakinan umat Muslim Syiah, pada penyelenggaraan haji yang terakhir kalinya ini, Nabi Muhammad Saw pun menyampaikan pesan yang sangat penting, yaitu pengangkatan dan penetapan Imam Ali bin Abi Thalib As sebagai imam sepeninggalnya sesuai dengan perintah Allah Swt. Peristiwa pengangkatan disabut oleh masyarakat Muslim yang berduyun-duyun memberikan baiat kepadanya. Peristiwa ini terjadi di Ghadir Khum sebuah kawasan yang terletak diantara kota Mekah dan Madinah dan merupakan peristiwa yang sangat penting dan sakral dalam keyakinan Syiah.
Nama lain dari Haji Wada’ adalah Hajjat al-Balagh. Penamaan ini disebabkan ayat tabligh [1] turun dalam perjalanan Nabi Saw kembali dari Mekah menuju Madinah seusai melaksanakan Haji Wada’ [2]. Nama lainnya adalah Hajjat al-Islam [3] karena satu-satunya penyelenggaran haji yang dikerjakan Nabi Saw di masa daulah Islam dan sesuai dengan syariat haji sebagaimana ajaran Islam. Nabi Muhammad Saw setelah hijrah ke Madinah, telah tiga kali melakukan umrah ke Mekah [4] namun sebagaimana kesaksian para ahli sejarah dan ahli hadis, ia hanya menunaikan haji sebanyak satu kali dan itu pun beberapa bulan sebelum wafatnya. [5].
Awal Perjalanan
Berdasarkan riwayat yang sanadnya sampai pada Muawiyah bin Ammar dari Imam Ja’far Shadiq As [6] Nabi Muhammad Saw tinggal di kota Madinah selama 10 tahun dan tidak pernah menunaikan haji, sampai ayat “Dan serulah mereka untuk menunaikan haji” [7] turun, Nabi Saw pun mengumumkan pada tahun itu untuk pergi menunaikan ibadah haji. Penduduk Madinah dan perkampungan di sekitarnya ketika mendengarkan seruan itu, mendatangi Nabi Saw dan bersama dengannya berangkat ke Mekah untuk menjalankan perintah tersebut. 4 malam terakhir bulan Zulkaidah 10 H, Nabi Saw bersama rombongan kaum muslimin bergerak menuju kota Mekah. [8]
Dalam literatur Ahlusunnah disebutkan bahwa Nabi Muhammad Saw menetap satu malam di Miqat Dzulhulaifah dan setelah itu melanjutkan perjalanan ke kota Mekah. [9]. Namun menurut hadis yang dinukil dari Imam Shadiq As, di hari Nabi Saw tiba di miqat tersebut, saat itu juga Nabi Saw mengenakan pakaian ihram (muhrim) dan tidak bermalam di tempat tersebut [10].
Pengajaran Manasik Haji
Di Miqat, Nabi Saw mengajarkan kepada kaum muslimin mengenai adab ihram. Diawali dengan mandi wajib dan untuk haji qiran mereka telah berihram (muhrim). [11] Pakaian ihramnya adalah dua lembar kain tanpa jahitan yang juga dikenakan pada jenazah. [12] setelah itu mereka menunaikan salat Dhuhur di Masjid Syajarah [13] kemudian menandai punuk unta yang bersama mereka dengan niat untuk menjadikannya sebagai hewan kurban. [14]
Dalam perjalanan, di tempat-tempat dimana Nabi Saw mendirikan shalat, atau di tempat ia beristirahat, kaum muslimin mendirikan masjid di tempat tersebut [15]. Di dekat Mekah, yang dikenal dengan nama Dzi Thuwa Nabi Muhammad Saw menetap semalam [16] dan kemudian di penghujung hari ke 4 Dzulhijjah ia tiba di kota Mekah. [17]
Pelaksanaan Manasik
Thawaf dan Salat
Hari setelahnya, Nabi Muhammad Saw dengan para sahabatnya memasuki Masjidil Haram [18] dan setelahnya menuju Ka’bah dan mengusap Hajar al-Aswad. Dan setelah itu iapun bertawaf mengelilingi Ka’bah [19]. Disebutkan Nabi melakukan tawaf dengan menunggangi unta [20] dan terakhir, ia kembali mengusap Hajar al-Aswad untuk yang terakhir kalinya [21] ia mengecup batu tersebut dan menangis lama [22]. Dan setelah itu Nabi Saw berdiri dibelakang maqam Nabi Ibrahim AS dan mendirikan dua rakaat salat thawaf. [23].
Sa’i
Setelah salat, Nabi meminum air zam-zam dan kemudian berdo’a. Setelah itu melangkah menuju bukit Shafa [24][25] dan bersabda, “Karena Allah Swt lebih dulu menyebut nama bukit Shafa [26] maka sa’i antara Shafa dan Marwah kita mulai dari dari bukit Shafa.” [27]
Tatkala telah tiba di Shafa, Nabi Saw menghadap rukun Yamani Ka’bah dan beberapa lama larut dalam dzikir dan memuji Allah Swt.28 Kemudian setelah itu, ia berjalan menuju Marwah dan beberapa langkah melewati jalur yang dilalui oleh kuda atau unta.29 Tatkala tiba di Marwah, Nabi Saw berhenti dan memanjatkan doa.30 Nampaknya Nabi Saw melewati jalur ini dengan berkendara.31
Bergerak dari Mina ke Arafah
Hari ke 8 Dzulhijjah bersamaan dengan terbenamnya matahari, Nabi Saw bersama dengan kaum muslimin bergerak menuju Mina dan tiba di tujuan pada malam hari. Kemudian pada pagi hari tanggal 9 Dzulhijjah setelah terbitnya matahari, ia dan rombongan bergerak menuju Arafah. Setibanya di Arafah, Nabi Muhammad Saw dan kaum Muslimin yang bersamanya mendirikan tenda dan di tempat inilah Nabi Muhammad Saw menyampaikan khutbahnya yang bersejarah. Sewaktu berdiam di Arafah Nabi Saw menyibukkan diri dengan doa dan dzikir sampai matahari terbenam. [32]
Berdasarkan riwayat dari Imam Shadiq As, hari raya Ghadir jatuh pada hari 18 Dzulhijjah, tepat pada hari Jum’at. [33] Jadi dari riwayat ini, bisa diketahui hari wukuf di Arafah adalah rabu 9 Dzulhijjah. Namun menurut pendapat Jalaluddin Suyuti, sejarahwan dari kalangan Ahlusunnah dengan menukil dari Khalifah kedua menyebutkan, wukuf Arafah pada penyelenggaraan Haji Wada’ terjadi pada hari Jumat. [34].
Wukuf di Masyhar
Sewaktu matahari terbenam, Nabi Muhammad Saw dengan mengendarai seekor unta menuju Musdalifah (Masy’ar al-Haram) [35] dan meminta kepada kaum muslimin supaya menempuh perjalanan dengan tenang. [36] Setibanya, Nabi Muhammad Saw mendirikan salat Maghrib dan Isya secara jamak di tempat yang layak di Masy’ar al-Haram [37] kemudian beristirahat sejenak. Pada waktu sahur, Nabi kemudian menyibukkan diri dengan ibadah dan berzikir sebagaimana yang sangat dianjurkan selama dalam penyelenggaraan musim haji. [38]
Melontar Jumrah
Dengan terbitnya matahari, Nabi Saw bergerak menuju Mina dan langsung menuju ke Jumrah ‘Aqabah dan melontar 7 biji kerikil di tempat tersebut. [39].
Menyembelih Hewan Qurban
Nabi Saw kemudian menuju ke tempat penyembelihan hewan dan berkurban sebanyak seratus ekor unta yang dibawa bersama rombongan dari Madinah [40]. Ia menyerahkan 30an ekor unta kepada Imam Ali As untuk dia sembelih dan 60an ekor unta yang Nabi sembelih sendiri. Dua manusia suci tersebut hanya memakan sedikit dari daging kurban tersebut dan sisanya mereka sedekahkan. [41]
Setelah rambutnya dicukur oleh Ma’mur bin Abdullah bin Haritsah sebagaimana yang diperintahkannya sendiri [42] [43] dan melaksanakan semua kewajiban-kewajiban pribadinya, Nabi Muhammad Saw menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagian kaum Muslimin mengenai manasik haji. [44] Kemudian iapun menuju Mekah dan melakukan thawaf mengelilih Ka’bah dan mendirikan salat Dhuhur di Masjid al-Haram. [45] Setelah itu Nabi kembali ke Mina dan menetap di sana sampai hari ketiga Tasyrik. Di sana ia melontar jumrah dan kemudian setelahnya keluar meninggalkan Mina. [46].
Nabi Muhammad Saw setelah pelaksanaan sa’i, ia mengajarkan kepada kaum Muslimin cara mengerjakan haji tamattu. Sampai waktu itu, pada musim haji hanya dua macam haji yang dikenali, yaitu haji ifrad dan haji qiran dan tidak mengenal adanya pelaksanaan umrah selama musim haji berlangsung. Oleh karena itu, ketika Nabi Saw menganjurkannya sebagian kaum Muslimin dengan berat hati menerima adanya hukum tersebut. [47]
Keistimewaan Perjalanan Ini
Nabi Muhammad Saw sejak memasuki kota Mekah sampai tanggal 8 Dzulhijjah tidak menetap disebuah rumah, melainkan di dalam tenda di luar kota Mekah, yaitu di Abthah (Bathaha). [38]
Pada musim Haji ini, Nabi Muhammad Saw menutupi Ka’bah dengan menggunakan kain dari Yaman. [49].
Nabi Muhammad Saw menyampaikan kepada penduduk Mekah dan peziarah akan pentingnya dan besarnya keutamaan yang dimiliki Mathaf, Hajar al-Aswad, Makam Ibrahim dan berada di shaf pertama salat berjamaah dari 10 Dzulkaidah sampai berakhir musim haji. [50] Sebagaimana tradisi para pendahulunya, Nabi Muhammad Saw pun memberikan pelayanan dan menyediakan makanan bagi jama’ah haji. [51]
Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Saw menyampaikan khutbah singkat di Masjid Khaif di Mina. [52]
Imam Ali As menyusul kemudian bersama dengan rombongan asal Yaman, dan menemui Nabi Muhammad Saw di kota Mekah. [53]
Dan yang lebih utama, adalah diumumkannya wilayah Amirul Mukminin As di Ghadir Khum sewaktu Nabi Muhammad Saw beserta rombongan dalam perjalanan kembali menuju Madinah. Pasca penyampaian tersebut, sejumlah sahabat dan mayoritas kaum muslimin memberikan baitnya kepada Imam Ali bin Abi Thalib As.
Dalam Perjalanan Kembali dari Pelaksanaan Haji
Dengan berakhirnya penyelenggaraan haji, Nabi Muhammad Saw bergerak dari Mina menuju Mekah sebelum dhuhur yang telah menunaikan manasik haji untuk segera kembali ke rumah atas daerah asalnya masing-masing. [55] Sementara Nabi Muhammad Saw sendiri bergerak meninggalkan Mekah menuju Madinah sebelum terlihat ufuk di waktu sahur malam 14 Dzulhijjah. [56]
Penyampaian Wilayah di Ghadir Khum
Pada hari ke 18 Dzulhijjah, kafilah Nabi Saw tiba di kawasan dekat Juhfah, di sebuah tempat yang bernama Ghadir Khum. Di tempat tersebut, sesuai dengan perintah Ilahi [57] Nabi Saw mengumumkan pengangkatan Imam Ali As sebagai penggantinya kelak. [58] Kemudian kafilah melanjutkan perjalanan menuju Madinah dan disebutkan dalam salah satu versi sejarah, mereka tiba pada hari ke 24 Dzulhijjah di Madinah. [59]. Hari-hari terakhir bulan Dzulhijjah disebutkan bahwa Nabi Muhammad Saw berada di kota Madinah. [60]
Perjalanan haji terakhir Nabi Muhammad Saw ini berlangsung selama 28-30 hari. Ayat ikmaluddin [61] adalah salah satu ayat yang turun di masa perjalanan ini. [62]
Jumlah Jamaah Haji
Mengenai banyaknya jumlah jama’ah haji dalam safar ini terdapat perbedaaan pendapat. Salah satu pendapat menyebutkan jumlahnya antara 120.000 sampai 150.000 orang, yang mayoritas dari mereka adalah peziarah yang berjalan kaki dari negeri-negeri yang jauh. [63]. Namun pendapat lain menyebutkan, bahwa jumlah mereka tidak lebih dari 50.000 orang yang hadir pada pelaksanaan haji tersebut. [64]
Sumber: http://id.wikishia.net/view/Haji_Perpisahan
Catatan Kaki
- Qs. Al-Maidah ayat 67.
- Ibnu Hisyam, jld. 4, hlm. 235; Mas’udi, hlm. 275-276.
- Silahkan lihat kitab Ibnu Sa’ad, jld. 2, hlm. 172; Kulaini, jld. 4, hlm. 248.
- Silahkan lihat ke Waqidi, jld. 3, hlm. 1088.
- Silahkan lihat ke Waqidi, jld. 3, hlm. 1088-1089; Kulaini, jld 4, hlm. 244.
- Silahkan lihat ke Kulaini, jld. 4, hlm. 245-248.
- Qs. Al-Hajj ayat 27.
- Juga silahkan lihat ke Thusi, jld. 5, hlm. 454; Waqdi, jld. 3, hlm. 1089; Qas ibn Sa’ad, jld 2, hlm. 173.
- Silahkan lihat ke Bukhari, jld. 2, hlm. 147; Abu Dawud, jld. 2, hlm. 375; Baihaqi, jld. 7, hlm. 83.
- Silahkan lihat ke Kulaini, jld. 4, hlm. 248-249.
- Kulaini, jld. 4, hlm. 245; Majlisi, jld. 17, hlm. 111.
- Kulaini, jld. 4, hlm. 339.
- Kulaini, jld. 4, hlm. 248-249.
- Waqidi, jld. 3, hlm. 1090; Fairuz Abadi, hlm. 70.
- Silahkan lihat Marjani, hlm. 280-290; Samhudi, jld. 3, hlm. 1001-1020.
- Muslim bin Hajaj, jld 1, hlm. 919.
- Kulaini, jld. 4, hlm. 245.
- Waqidi, jld. 3, hlm. 1097; Kulaini, jld 4, hlm. 250.
- Kulaini, jld. 4, hlm. 245.
- Watsaqi, hlm. 106-110.
- Kulaini, jld. 4, hlm. 245.
- Ibnu Majah, jld. 2, hlm. 982.
- Muslim bin Hajaj, jld. 1, hlm. 887; Kulaini, jld. 4, hlm. 245, 249-250.
- Kulaini, jld. 4, hlm. 250.
- Ibnu Syahid Tsani, jld. 3, hlm. 260.
- Qs. Al-Baqarah ayat 157.
- Muslim bin Hajaj, jld. 1, hlm. 888; Kulaini, jld. 4, hlm. 245.
- Kulaini, jld. 4, hlm. 246.
- Silahkan lihat ke Muslim bin Hajaj, jld. 1, hlm. 888.
- Kulaini, jld. 4, hlm 246.
- Silahkan lihat Waqidi, jld. 3, hlm. 1099; Watsqi, hlm. 133-135.
- Muslim bin Hajaj, jld. 1, hlm. 889-890; juga rujuk ke Kulaini, jld. 4, hlm. 246-247; Qadhi Nu’man, jld. 1, hlm. 319; untuk mengenal pentingnya dan muatan dari khutbah ini, bisa merujuk ke Muslim bin Hajaj, jld. 1, hlm. 889-890; Watsqi, hlm. 176-191.
- Silahkan lihat Ibnu Bawabaih, jld. 2, hlm. 394.
- Suyuti, jld 3, hlm. 19.
- Muslim bin Hajaj, jld. 1, hlm. 890-891; Kulaini, jld. 4, hlm. 247; Baihaqi, jld. 7, hlm. 260.
- Kulaini, jld. 4, hlm. 247; Thusi, jld. 5, hlm. 187.
- Thusi, jld. 5, hlm. 188.
- Watsiqi, hlm. 211-216.
- Muslim bin Hajaj, jld. 1, hlm. 891-892; Qadhi Nu’man, jld. 1, hlm. 322-323; Nuri, jld. 10, hlm. 67.
- Kulaini, jld. 4, hlm. 248.
- Muslim bin Hajaj, jld. 1, hlm. 892; Kulaini, jld. 4, hlm. 247; Thusi, jld. 5, hlm. 227.
- Kulaini, jld. 4, hlm. 250.
- Thusi, jld. 5, hlm. 458.
- Silahkan lihat Qadhi Nu’man, jld. 1, hlm. 330.
- Muslim bin Hajaj, jld. 1, hlm. 892; Kulaini, jld. 4, hlm. 248.
- Kulaini, jld. 4, hlm. 248.
- Muslim bin Hajaj, jld. 1, hlm. 888-889; Kulaini, jld. 4, hlm. 246.
- Waqidi, jld. 3, hlm. 1099; Kulaini, jld. 4, hlm. 246.
- Waqidi, jld. 3, hlm. 1100; Azraqi, jld. 1, hlm. 253; Mas’udi, hlm. 276; Fasi, jld. 1, hlm. 230.
- Muttaqi, jld. 3, juz 5, hlm. 22.
- Ibnu Fahd, jld. 1, hlm. 567.
- Silahkan lihat Ibnu Majah, jld. 1, hlm. 84-85; Ya’qubi, jld. 2, hlm, 102; Kulaini, jld. 1, hlm. 403-404.
- Muslim bin Hajaj, jld. 1, hlm. 888; Kulaini, jld. 4, hlm. 246.
- Waqidi, jld. 3, hlm. 1099-1100; Kulaini, jld. 1, hlm. 403-404.
- Daruquthani, jld. 1, juz 2, hlm. 300; Hakim Naisyaburi, jld. 1, hlm. 477; Muttaqi, jld. 3, juz 5, hlm. 11.
- Ibnu Abi Syaibah, jld. 4, hlm. 496.
- Qs. Al-Maidah: 67.
- Rujuk ke Ibnu Magazali, hlm. 16-18; Amini, jld. 1, hlm. 508-541.
- Watsqi, hlm. 335.
- Rujuk Ibnu Hisyam, jld. 4, hlm. 253.
- Qs. Al-Maidah: 3.
- Ayyasyi; Bahrani; Thabathabai; mengenai ayat ini.
- Rujuk Ibnu Babawaih, jld. 2, hlm. 285; Thusi, jld 5, hlm. 11; Sibt Ibnu Jauzi, hlm. 37;; Amini, jld. 1, hlm. 32.
- Watsiqi, hlm. 337-342.