Kantor Berita Internasional Ahlulbait -ABNA- Sayyid Ammar Hakim, pemimpin Gerakan Hikmah Nasional Irak, dengan menyinggung percepatan dinamika kawasan, menggambarkan kondisi saat ini sebagai sebuah “gempa geopolitik”. Ia menegaskan bahwa Irak merupakan aktor kunci dan jembatan penghubung antara berbagai poros regional, serta harus mengelola hubungan luar negerinya secara cerdas agar tidak terseret ke dalam konflik.
Dalam pidatonya pada peringatan gugurnya Ayatullah Sayyid Muhammad Baqir Hakim, Sayyid Ammar Hakim menegaskan kesetiaannya pada jalan dan proyek pemikiran “Syahid Mihrab”. Ia menyebut peringatan ini sebagai momentum tahunan untuk meninjau kembali sikap politik, menetapkan prioritas, serta meluruskan arah pembangunan negara nasional Irak.
Anggota Dewan Tinggi Lembaga internasional Ahlulbait ini lebih lanjut menekankan menekankan bahwa mengenang Syahid Hakim bukan sekadar seremoni sejarah, melainkan ujian kejujuran dalam berpegang pada proyek besar yang dibangun dengan darah para syuhada demi mewujudkan Irak yang kuat, merdeka, adil, dan bersatu.
Ia juga menyinggung proses politik yang sedang berlangsung, seraya menyatakan bahwa Irak berada di ambang pembentukan pemerintahan nasional berdasarkan hasil pemilu dan kerangka konstitusional. Menurutnya, penghormatan terhadap hasil pemilu dan percepatan pembentukan pemerintahan merupakan kebutuhan nasional yang mendesak.
Hakim menegaskan bahwa kewibawaan negara adalah prasyarat utama bagi setiap upaya reformasi. Pemerintahan sejati, katanya, berarti penegakan hukum, jaminan keamanan, perwujudan keadilan, serta pengelolaan negara dengan logika kenegaraan, bukan reaksi sesaat. Pemerintah mendatang harus memiliki tim yang cakap, program yang jelas, serta kemampuan mengambil dan mengeksekusi keputusan tanpa mundur saat menghadapi krisis.
Ia menyebut ekonomi sebagai “medan pertempuran sejati kedaulatan”, dan menekankan bahwa industri, pertanian, pariwisata, energi, investasi, teknologi, dan digitalisasi merupakan pilar keamanan nasional Irak. Pemerintah ke depan, ujarnya, harus dinilai berdasarkan kemampuan produksi nyata dan pendapatan berkelanjutan, bukan sekadar angka anggaran di atas kertas.
Hakim juga mengusulkan penerapan uji kinerja 100 hari bagi pemerintahan baru guna mengukur keseriusan dalam menangani persoalan ekonomi rakyat dan layanan publik.
Dalam bagian lain pidatonya, ia kembali menekankan bahwa kawasan sedang mengalami “gempa geopolitik” dan menegaskan bahwa Irak memiliki posisi sentral sebagai penghubung berbagai poros. Karena itu, Irak harus mengelola hubungan eksternalnya dengan bijak agar tidak terjebak dalam konflik regional.
Ia menegaskan: Irak tidak akan menjadi medan perang pihak lain, bukan kotak pesan, dan bukan pula jalur komunikasi atas nama siapa pun. Kebijakan negara harus berpijak pada kepentingan nasional dan stabilitas internal.
Sayyid Ammar Hakim juga menekankan keterkaitan nasib negara-negara kawasan, menyerukan penguatan persatuan internal Irak seiring dukungan terhadap kesatuan sikap Arab dan Islam, serta menyebut isu Palestina sebagai persoalan hak, keadilan, dan kemanusiaan.
Ia menutup pidatonya dengan peringatan tegas: masa depan kawasan hanya memiliki dua pilihan—persatuan dan kohesi, atau perpecahan dan disintegrasi; dan jika pilihan kedua yang diambil, penyesalan tidak akan lagi berguna.
Your Comment