Kantor Berita Internasional Ahlulbait — ABNA — Seorang peneliti Amerika dari Universitas Yale mengungkap detail mengerikan pembantaian massal dan dugaan genosida yang dilakukan Pasukan Reaksi Cepat (RSF) di wilayah Darfur, Sudan.
Dr. Nathaniel Raymond, Direktur Eksekutif Humanitarian Research Lab Universitas Yale, menjelaskan bahwa setelah jatuhnya kota El-Fasher, sedikitnya 10 ribu orang dilaporkan dibunuh dalam waktu singkat, dan komunikasi kemudian terputus, yang menunjukkan kemungkinan semua korban telah dieksekusi.
Ia mengungkapkan bahwa RSF memanfaatkan konflik di ibu kota sebagai kedok untuk melancarkan serangan terorganisir terhadap etnis Masalit di Al-Junaynah, termasuk pembunuhan terhadap Gubernur Darfur Barat yang dilakukan secara brutal. Berdasarkan citra satelit, ribuan jenazah terlihat berserakan di jalanan, serta desa-desa dibakar, termasuk wilayah Sarba di Darfur utara.
Raymond juga menyebut bahwa pengepungan El-Fasher berlangsung selama 18 bulan, lebih lama dari pengepungan Stalingrad dan Leningrad pada Perang Dunia II. Setelah kota jatuh, hanya perempuan dan anak-anak yang berhasil melarikan diri, sementara banyak laki-laki dan remaja dibunuh di pos pemeriksaan.
Ia menegaskan bahwa semua bukti satelit dan kesaksian lapangan mengindikasikan adanya rencana genosida yang terorganisir oleh Pasukan Reaksi Cepat di Darfur, dengan dunia internasional dinilai gagal mencegah tragedi tersebut.
Your Comment