Kantor Berita Internasional Ahlulbait -ABNA- Menjelang kunjungan Putra Mahkota Saudi ke Washington, pembicaraan antara Arab Saudi dan Amerika Serikat—yang mencakup pakta pertahanan dan penjualan jet tempur F-35—menimbulkan kekhawatiran luas terkait terpinggirkannya hak-hak rakyat Palestina. Banyak analis menilai langkah ini sebagai pembukaan bagi normalisasi hubungan Riyadh–Tel Aviv.
Menurut laporan Israel Hayom, para penasihat Mohammad bin Salman tengah merampungkan paket perjanjian besar bersama Washington, termasuk pakta pertahanan, penjualan F-35, serta kerja sama ekonomi. Semua langkah ini diarahkan untuk membuka jalan bagi normalisasi terbatas antara Saudi dan Israel — sebuah proses yang dinilai berpotensi mengguncang keseimbangan kawasan.
Pakta pertahanan dan penjualan senjata disebut sebagai inti kesepakatan. Pentagon telah menyetujui penjualan F-35, namun masih menunggu persetujuan Kongres dan penandatanganan Presiden AS Donald Trump. Kerja sama militer yang meningkat, termasuk tindakan Saudi mencegat drone Iran menuju Israel pada Juni 2025, dipandang sebagai sinyal semakin dekatnya Riyadh dengan Tel Aviv.
Namun, tidak adanya komitmen jelas mengenai Palestina—baik penghentian agresi Israel di Gaza dan Tepi Barat maupun perlindungan hak-hak rakyat Palestina—mengundang kritik keras dari dunia Arab.
Kunjungan bin Salman ke Gedung Putih pada 19 November 2025 diprediksi menjadi titik penting finalisasi kesepakatan ini, termasuk pembahasan permintaan Saudi soal fasilitas nuklir sipil yang hingga kini belum sepenuhnya disetujui Israel.
Bagi banyak pihak di kawasan, pertanyaan besarnya adalah:
Apakah normalisasi dengan Israel di tengah penderitaan rakyat Palestina merupakan harga yang pantas dibayar hanya demi keuntungan strategis dan militer?
Your Comment