Kantor Berita Internasional Ahlulbait -ABNA- Analis politik Palestina, Dr. Tawfiq Tu‘mah, dalam wawancara dengan Kantor Berita Internasional Ahlulbait (ABNA), menyebut bahwa Gaza kini berada di jalur menuju “kesepakatan baru” yang diupayakan Washington untuk memperluas pengaruhnya lewat proyek rekonstruksi dan pengendalian jangka panjang.
Menurutnya, kunjungan Steve Witkoff dan Jared Kushner ke wilayah pendudukan bukan sekadar misi mediasi, tetapi langkah politik-ekonomi yang terkait dengan rencana “hari setelah perang” versi AS. Tujuannya, menekan Netanyahu agar mengurangi ketegangan dan menyiapkan mekanisme pengelolaan Gaza pascaperang, termasuk kemungkinan keterlibatan pasukan Arab dan pengawasan ekonomi dalam proyek rekonstruksi.
Terkait posisi Hamas, Tu‘mah menjelaskan bahwa gerakan itu tidak bermaksud menguasai Gaza setelah perang, tetapi mendorong pembentukan komite nasional sementara untuk mengelola urusan sipil. Sikap ini mencerminkan pemisahan antara perlawanan dan administrasi sipil guna mencegah pengulangan blokade sejak 2007.
Ia menegaskan, Hamas memiliki syarat tegas bagi masa depan: gencatan senjata menyeluruh, penarikan pasukan pendudukan, pembebasan tahanan, serta komitmen Arab dan internasional terhadap rekonstruksi tanpa kendali politik atau keamanan asing.
Tentang isu pelucutan senjata, Tu‘mah menekankan: “Senjata adalah garis merah Hamas; hanya dapat dibicarakan dalam kerangka kesepakatan adil yang menjamin berdirinya negara Palestina merdeka dan diakhirinya pendudukan. Senjata adalah kartu politik dan simbol hak perlawanan.”
Ia juga menyoroti lemahnya komunitas internasional dalam menegakkan mekanisme gencatan senjata serta menilai pernyataan Uni Eropa tentang sanksi terhadap Israel hanya bersifat simbolik, meski menunjukkan mulai terkikisnya “kekebalan politik” Tel Aviv di mata Eropa.
Mengenai prospek negara Palestina, Tu‘mah menyimpulkan bahwa pemisahan Gaza dan Tepi Barat, serta berlanjutnya pendudukan dan pembangunan permukiman, membuat gagasan negara merdeka semakin mustahil. Pengakuan simbolik dunia tanpa kemauan politik untuk mengakhiri pendudukan, katanya, “tak lebih dari ilusi diplomatik.”
Your Comment