Kantor Berita Internasional Ahlulbait -ABNA- Kondisi kemanusiaan di Gaza telah melampaui tahap krisis. Dengan dihentikannya total bantuan oleh rezim Zionis, 2,4 juta warga Palestina kini menghadapi kelaparan, kekurangan gizi, dan wabah penyakit. Anak-anak menderita gizi buruk, air bersih dan obat-obatan langka, sementara kamp-kamp pengungsi menjadi pusat penyebaran penyakit menular.
Francesca Albanese, Pelapor Khusus PBB, menyebut kelaparan yang disengaja oleh Israel sebagai "aib bagi semua pihak." Tel Aviv telah menutup seluruh perbatasan Gaza selama lebih dari 60 hari, menggunakan bantuan sebagai alat tekanan.
Perjanjian gencatan senjata tahap pertama antara Hamas dan Israel sejak Januari 2025 telah dilanggar oleh Israel, yang kembali melancarkan perang dan genosida terhadap warga sipil, memperparah situasi.
Data Bank Dunia menunjukkan seluruh warga Gaza kini bergantung penuh pada bantuan makanan karena tidak memiliki pekerjaan dan pendapatan. Sebagian besar tinggal di tempat penampungan rusak atau tanpa atap, memicu wabah penyakit.
Janji kosong AS dan Eropa terbukti tanpa hasil. Rencana distribusi bantuan oleh AS tak kunjung terealisasi. Perusahaan keamanan swasta yang dijanjikan AS untuk mendistribusikan bantuan juga tak beroperasi. Sebuah yayasan baru yang didirikan di Swiss pun belum menjalankan tugasnya meski berencana menyalurkan makanan dan perlengkapan darurat.
Gaza kini menjadi neraka kemanusiaan. Dokter dan relawan mengonfirmasi kehabisan pasokan makanan, air, dan obat-obatan. Anak-anak semakin kurus, luka-luka tak tertangani, dan wabah mengancam.
Dr. Ahmad al-Far dari Rumah Sakit Nasser di Khan Yunis menyebut banyak kasus anak kekurangan gizi, termasuk bayi bernama Siwar yang lahir 2,5 kg dan kini hanya berbobot 2,7 kg karena ibunya tak bisa menyusui dan tidak mampu membeli susu.
Para relawan menyebut kerumunan di tenda-tenda, kekurangan air bersih dan sabun menyebabkan wabah penyakit kulit seperti kudis menyebar cepat. Studi April 2024 menunjukkan sekitar 55.400 anak pengungsi di bawah usia lima tahun menderita kudis dan kutu.
Kurangnya air bersih juga menyebabkan diare parah, terutama pada balita. Jika tak ada tindakan darurat dan efektif dari komunitas internasional, tragedi kemanusiaan besar sedang menunggu di Gaza—dipicu oleh ketidakadilan, blokade, dan kelalaian dunia.
Your Comment