Menurut Kantor Berita Internasional Ahlulbait -ABNA- Pertemuan dan diskusi ilmiah "Pentingnya Generasi Baru Meneladani Gaya Hidup Sayidah Fatimah" digelar pada Minggu (24/11) di ruang rapat Kantor Berita ABNA.
Dalam pertemuan ini, Ibu Masumeh Fatimi peneliti studi kajian perempuan dan Ibu Iffat Arabzadeh dosen Universitas Al-Zahra Qon, menyampaikan pandangan keduanya.
Keberanian Fatimah s.a. dalam mempertahankan urusan wilayah, adalah sebuah pilar
Ibu Fatimi membahas "Mengapa generasi baru penting meniru gaya hidup Fatimah" dan menyatakan: "Dunia saat ini dengan segala kemampuannya berusaha untuk meniru generasi baru agar gaya hidup yang diinginkannya dapat berkembang dan menarik perhatian masyarakat."
Ia menganggap Fatimah s.a. sebagai teladan yang nyata dan sejati bagi masyarakat dan berkata: "Sudah seharusnya gaya hidup beliau diperkenalkan dengan bahasa yang dapat dipahami oleh generasi saat ini agar kedudukan tinggi beliau tidak menjadi penghalang bagi masyarakat untuk meneladaninya. Sebagaimana Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran pernah mengatakan bahwa semua aspek kehidupan Zahra al-Mardhiyah s.a. telah dijelaskan, berbeda dengan kehidupan Zainab s.a. yang catatan mengenai bagian dari kehidupannya hanya terbatas pada perjuangan Imam Husain a.s."
Peneliti studi kajian perempuan ini lebih lanjut menyebutkan kesulitan hidup Sayidah Fatimah Zahra s.a. seperti kehilangan ibu, Syi'ab Abi Thalib, penyiksaan terhadap Nabi Muhammad saw., kemiskinan, dan jihad. Ia berkata: "Meskipun menghadapi semua masalah dan tantangan zamannya, beliau menjalankan tugasnya dengan baik di setiap momen agar Islam tetap kokoh; oleh karena itu, beliau adalah teladan yang baik untuk kehidupan individu dan sosial kita."
Ibu Fatemi memperkenalkan sifat-sifat seperti kebijaksanaan, kesopanan, kejujuran, dan kesederhanaan Sayidah Fatimah sebagai dimensi khusus dari kehidupannya dan menyatakan: "Keberanian dan ketegaran putri Nabi dalam menjaga dan membela wilayah adalah pilar. Meskipun dalam kondisi khusus dan sedang hamil, ia mendatangi setiap orang dan berbicara dengan mereka agar Imam Ali a.s. tidak merasa sendirian."
Ia juga menyebutkan kedudukan spiritual yang tinggi dari Sayidah Fatimah dan perhatiannya terhadap tugas-tugas sosial dan religius, serta mengatakan: "Sayidah Zahra s.a. juga memperhatikan tugas-tugas rumah tangga dan tidak mengabaikannya; karena ia memahami bahwa "wanita adalah pusat utama keluarga" dan agama sangat menekankan pentingnya menjaga keluarga."
Peneliti studi wanita pada bagian akhir penyampaiannya, menyampaikan kalimat dari Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah Sayid Ali Khamenei yang menyatakan bahwa "wanita Muslim Iran berada di puncak" dan menyatakan: "Penjelasan tentang gaya hidup dan pencapaian wanita Muslim Iran adalah jihad tabyin dan pasti dalam rangka memperluas dan mempersembahkan gaya hidup Fatimah."
Pentingnya Menunjukkan Ketidakbermaknaan Keteladanan Perempuan Barat bagi Masyarakat
Dalam melanjutkan pertemuan ini, Ibu Arabzadeh menyebutkan pentingnya memahami konteks saat ini dan menyatakan: "Sastra dunia saat ini didasarkan pada "Postmodernisme" dan akibatnya berujung pada individualisme dan humanisme; oleh karena itu, muncul keraguan bahwa meniru tidak memiliki makna dan tidak ada gunanya!"
"Menariknya, bahkan para penganut postmodernisme pun menganggap meniru sebagai bagian dari fitrah manusia; sehingga di satu sisi mereka mengabaikannya, tetapi dengan segala kemampuan mereka berusaha untuk memberikan pola kepada masyarakat agar yang lainnya menjadi budak mereka." Tambahnya.
Dosen Universitas Al-Zahra s.a. ini menganggap bahwa pengambilan keteladanan memerlukan perbaikan dan menyatakan: "Pengambilan keteladanan yang sadar adalah pilihan yang benar dan berharga, dan kita harus memilih subjek pengambilan keteladanan ini dengan benar. Secara fitrah, manusia adalah pencari kebenaran dan hak, dan memiliki keinginan untuk bergerak menuju tindakan dan perilaku yang baik serta menerima keteladanan."
Ibu Arabzadeh dengan merujuk pada pernyataan Ayatullah Sayid Ali Khamenei, menekankan kekurangan keteladanan dalam masyarakat dan menyatakan: "Kurangnya usaha kita dalam memberikan keteladanan yang hakiki, sejati, dan sesuai dengan audiens saat ini menyebabkan keteladanan yang didefinisikan oleh musuh tertanam dalam pikiran audiens Iran. Jika kita menunjukkan dan menjelaskan ketidakbermaknaan keteladanan wanita Barat, maka keteladanan yang nyata seperti Sayidah Fatimah s.a. akan menggantikan dalam pikiran."
"Bagaimana kita bisa menjadikan wanita 1400 tahun yang lalu sebagai keteladanan wanita saat ini? Keteladanan dan gaya hidup masa lalu tidak dapat diterapkan pada masyarakat saat ini, tetapi sangat penting agar sistem makna kehidupan Sayidah Fatimah s.a. menyebar ke masyarakat saat ini. Ia akan menjadi keteladanan bagi wanita di seluruh abad dan era, karena beliau memiliki kepribadian yang komprehensif." Tambahnya.
Dosen Universitas Zahra ini di akhir menyatakan: "Terkadang kita membesar-besarkan sebagian dari kehidupan Sayidah Fatimah s.a. dan memperkenalkannya sebagai teladan yang menjadi penghalang dalam proses meneladani. Jika ia adalah sosok yang tidak terjangkau, ia akan sulit diperkenalkan sebagai teladan. Saat ini, perempuan di garis depan perlawanan juga, dengan meneladani kepemimpinan Sayidah Fatimah s.a. berjuang sekuat tenaga untuk membela pihak yang benar."