Kantor Berita Ahlulbait

Sumber : ابنا
Selasa

23 April 2024

14.35.06
1453480

Dalam Rangka Peringati Hari Perusakan Pemakaman Baqi:

Kantor Berita ABNA Gelar Diskusi Ilmiah “Kritik Pemikiran Wahabi dalam Perusakan Pemakaman Baqi”

Pertemuan Ilmiah “Lokasi Pemakaman Baqi as dan Kritik Pemikiran Wahabi dalam Penghancuran Pemakaman Baqi” digelar di ruang pertemuan Kantor Berita Internasional ABNA.

Menurut Kantor Berita Internasional ABNA, pertemuan ilmiah membahas kritik pemikiran Wahabi dalam penghancuran Pemakaman Baqi diadakan pada Selasa (16/4) di aula pertemuan Kantor Berita Internasional ABNA. Dalam pertemuan ilmiah ini menghadirkan Hujjatul Islam Dr. Akbar Rausti Guru Besar Hauzah dan Universitas dan Hujjatul Islam Wahid Soharri Guru Besar Hauzah dan Peneliti Ilmu-ilmu Islam yang keduanya memaparkan pandangan mereka tentang tema yang dibahas.

Berikut isi lengkap pertemuan ilmiah tersebut dengan sedikit rangkuman:

Hujjatul Islam Dr. Raushi: Salah satu peristiwa pahit dalam sejarah Islam adalah penghancuran makam para Imam Baqi oleh gerakan Wahabi. Ini bukan hanya persoalan Syiah, tapi persoalan Islam secara keseluruhan. Oleh karena itu, jika kita ingin melihat kehancuran Baqi sebagai bencana yang menimpa tubuh agama melalui gerakan Wahabisme, kita harus mempertimbangkan dunia Islam secara keseluruhan. Bencana ini tidak hanya menimpa kaum Syiah saja namun seluruh dunia Islam karena sosok-sosok yang dikuburkan di pekuburan Baqi dihormati oleh seluruh umat Islam di dunia Islam.

Ada banyak hal yang bisa dikatakan tentang pentingnya pemakaman Baqi dan betapa pentingnya hal itu di kalangan umat Islam. Tokoh Baqi yang dimakamkan sangat dihormati oleh umat Islam; Saya tidak mengatakan di antara semua agama, karena mungkin saja sebagian dari Baqi yang dikuburkan mempunyai penghormatan khusus di antara agama-agama tertentu, namun jika kita mempertimbangkan rata-rata secara keseluruhan, Ahlulbait as berada di urutan teratas dari semuanya dan keberadaan makam Imam Hasan al-Mujtaba, Imam Sajjad, Imam Baqir dan Imam Shadiq as yang dimakamkan di sana. Selain itu, Abbas, paman Nabi Muhammad saw dan beberapa istri Nabi juga dimakamkan di Baqi. Fakta bahwa orang-orang dan tokoh terkemuka ini dimakamkan di Baqi menunjukkan pentingnya tempat ini.

Hal lain yang dapat kita bahas mengenai pentingnya makam Baqi adalah pandangan para ulama terhadap makam ini. Di sisi lain, ketertarikan Ahl al-Bayt terhadap tempat ini patut didiskusikan dan mendapat perhatian. Pembahasan lainnya adalah pandangan agama Islam terhadap adab yang melekat pada kuburan ini. Jadi kita bisa memperhatikan persoalan kuburan Baqi pada ketiga sumbu tersebut.

*Pandangan Ahlulbait as terhadap Pemakaman Baqi

Mengenai sikap Ahlulbait as terhadap pemakaman Baqi', Ibnu Asakir meriwayatkan dalam sejarah kota Damaskus bahwa “Imam Husain as biasa mengunjungi makam para syuhada di pemakaman Baqi dan menunaikan ibadah haji. Kehadiran Imam Husain as sebagai salah satu Ahlulbait nabi di Makam Baqi sangatlah penting. Terlepas dari persoalan Imamah dan kemaksuman, Imam Husain as mempunyai kedudukan yang tinggi di mata umat Islam pada umumnya, dan keaslian tindakan, perkataan, dan penafsiran Imam menambah pentingnya persoalan ini. Oleh karena itu, figur seperti Imam Husain as yang memiliki kedudukan agama, budaya, sosial dan keagamaan tertarik untuk mengunjungi pemakaman Baqi. Narasi ini tentang para syuhada umum yang dimakamkan di Baqi. Almarhum Syekh Hurr Amili meriwayatkan hadis dalam Wasail al-Syiah bahwa Imam Husain as terikat untuk melakukan ziarah mingguan ke makam Imam Hasan as di Baqi. Oleh karena itu kepedulian dan perhatian Ahlulbait as terhadap pemakaman Baqi sangatlah penting. Oleh karena itu, dengan pandangan yang lebih khusus, kita dapat meneliti dan mengkaji permasalahan ini secara cermat, bagaimana pandangan Ahlulbait as pada periode-periode berikutnya. Tentu saja pandangan para Imam as adalah pandangan yang positif.

*Ulama Muslim Memandang Pemakaman Baqi

Ada sudut pandang menarik mengenai pandangan ulama terhadap persoalan pemakaman Baqi. Ingatlah bahwa Wahabisme tidak hanya dikritik oleh Syiah, tetapi semua kelompok Islam mengkritik gerakan ini. Misalnya, meskipun Wahabisme berasal dari Hanbali, namun Hanbali mengkritik Wahabi. Karena pada awalnya Muhammad bin Abdul Wahab bermazhab Hanbali, namun dikritik oleh saudaranya dan ulama Hanbali lainnya. Ulama-ulama pengiku Hanbali, Syafi'i, dan Maliki mengkritik Wahabisme, dan topik yang mereka kritik sangatlah menarik. Misalnya, ada buku berjudul "Raddu Wahabi al-Musama bi Hujjatil Islam " yang ditulis oleh Mufti Mahmoud Ibnu Mufti Abdul Ghafur. Dalam buku ini, penulis menyatakan satu hal tentang Pemakaman Baqi bahwa banyak guru-gurunya telah berziarah dan bertawassul dari makam-makam Imam yang ada di Baqi. Dalam kitab ini juga disebutkan bahwa Abu Hanifah juga merutinkan dirinya untuk menziarahi makam Imam Ja’far Shadiq as, terutama ketika sedang mengalami persoalan-persoalan pelik yang harus ia selesaikan. Disebutkan Abu Hanifah biasa berziarah ke makam Imam Sadiq, dan dialah yang menjadi tukang sapu makamnya, dan dia memberikan uang kepada orang-orang yang ada di sekitar makam Baqi, dan dia biasa meminta bantuan kepada Imam Sadiq as dalam permasalahannya melalui tawassul.

Meskipun kita mungkin mengkritik mazhab Hanafi dari sudut pandang Syiah, kita harus mempertimbangkan dunia Islam secara keseluruhan. Seingat saya, Hanafi mempunyai populasi terbesar di kalangan Sunni. Imam mazhab ini adalah tukang sapu makam Imam Shadiq as di Pemakaman Baqi, dia kerap bertawassul di makam dan membayar makam suci Imam dan orang-orang yang mengunjunginya, dan ini menunjukkan betapa pentingnya kedudukan imam di Pemakaman Baqi. Oleh karena itu, pemakaman Baqi juga menarik dari sudut pandang ulama karena kredibilitas orang-orang yang dimakamkan di sana.

Di sini, pantaslah untuk mengatakan sesuatu tentang sikap kaum Sunni terhadap kehancuran yang lain. Banyak buku telah ditulis di kalangan ulama Sunni yang mengecam tindakan Wahabi ini. Misalnya, ada buku berbahasa Arab berjudul "Nashihatu li Ikhwanina ‘Ulama Najd" yang ditulis oleh Yusuf Bin Al-Sayed Hashem al-Rifa'i, yang mengutuk penghancuran Pemakaman Baqi. Namun di kalangan Sunni yang berbahasa Farsi, kami juga memiliki buku-buku yang mengutuk praktik ini dalam diskusi mereka. Misalnya, di Sistan dan Baluchistan, kami memiliki seorang ulama bernama Mohammad Omar Sarzabi, yang merupakan guru dari banyak ulama Baluchistan saat ini. Dia adalah saudara laki-laki dari Abdul Rahman Sarbazi Chabahari. Mohammad Omar Sarbashi mempunyai kitab berjudul “Fatawa Manba’ Al-‘Ulum Kuhwen”. Dalam jilid kelima buku ini, halaman 402, ketika dia merujuk pada makam Sayidah Zahra sa, dia berkata: "Tetapi selama periode tirani Najdian pada tahun 1343 HS, semua kubah Baqi dihancurkan." Dengan ungkapan "tirani Najdi", ia menciptakan demarkasi antara dirinya dan gerakan Najdi Wahhabi dan memperkenalkan Wahabi sebagai tirani yang kejam. Kalimat ini menunjukkan pentingnya kuburan Baqi, pentingnya orang yang dimakamkan di sana, dan pentingnya kubah dan pelataran di Pemakaman Baqi. Karena sebelum kalimat ini, ia berbicara tentang tempat pemakaman Sayidah Zahra sa dan Abbas, paman Nabi Muhammad saw dan mengajukan kritik dan keberatan bahwa Wahabi menghancurkan kuburan Baqi.

*Adab di Pemakaman Baqi

Poin lainnya adalah pembahasan etika dan adab berziarah pemakaman. Jika kita cermati kitab-kitab fikih Ahlus Sunnah, kita melihat bahwa selain orang-orang yang dikuburkan lainnya, mereka juga mengatakan tentang perlunya ziarah ke makam para Imam Baqi. Misalnya, kitab Ihya Ulum al-Din karya Imam Mohammad Ghazali meski tidak berperspektif fikih, namun memunculkan perdebatan fikih. Ia menulis: “Dan dianjurkan untuk pergi keluar setiap hari ke Al-Baqi setelah salam kepada Rasulullah saw, dan makam Al-Hasan bin Ali ra, dan juga makam Ali bin Al-Hussein, Muhammad bin Ali, dan Ja'far bin Muhammad, radhiyallahu 'anhu. Dan berdoa di masjid Fatima, radhiyallahu 'anhu, dan mengunjungi makam Ibrahim bin Rasulullah, semoga Allah memberkatinya dan memberinya kedamaian, dan makam Safiya, bibi Nabi, semoga Allah memberkatinya dan memberinya kedamaian, dan semua itu ada di Baqi’.” Hal ini menunjukkan kepedulian para ulama terhadap pemakaman Baqi dan orang-orang yang dimakamkan di sana.

Pandangan ini mengatakan bahwa ziarah kubur adalah mustahab, namun pandangan yang dianut oleh kaum Wahabi, menganggap ziara sebagai tindakan yang bertentangan dengan ketauhidan. Hal ini disebutkan dalam kitab-kitab mereka. Saya akan tunjukkan kasus dimana seorang ulama Sunni mengkritik Wahabi, mengapa Anda bersikap seperti ini? Sebuah kitab, “Aqaid ‘Ulama Dawiband” ditulis oleh Sayid Talib Rahman. Dia adalah seorang ulama Wahabi dan profesor universitas. Pada halaman 58 bukunya, ia mengutip artikel Syekh Hossein Ahmad Madani, salah satu kritikus gerakan Wahabi, dan beberapa karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Persia. Dia mengatakan bahwa Tuan Syekh Hossein Ahmad Madani telah mengatakan hal ini dalam buku "Al-Shahab al-Thaqib" bahwa: "Dan Anda percaya bahwa sekte ini - Wahabisme - melarang menziarahi makam Nabi dan mengunjungi Tempat Suci dan melihat Tempat Suci adalah bid’ah yang terlarang.” Ziarah adalah bid'ah dan haram serta bermasalah. Ia melanjutkan dengan berkata: “Sebagian Wahabi percaya bahwa “perjalanan ziarah sama saja dengan perzinahan”. Ahlu Sunnah mengatakan bahwa seorang peziarah harus mengunjungi Baqi, namun sebaliknya, ulama Wahabi mengatakan bahwa ziarah sama saja dengan zina! Perbedaan antara kedua pandangan ini jelas dan nyata.

Nabi Muhammad saw juga memperhatikan kuburan Baqi dan bahkan mengajarkan beberapa istri mereka doa bahwa ketika Anda pergi ke Baqi, membaca doa ini dan itu dan mengunjungi ini dan itu.

Oleh karena itu, sikap umum terhadap kuburan Baqi dan kuburan suci para Imam Baqi di mata para ulama adalah pandangan Islam seutuhnya, dan merupakan pandangan yang sangat membantu konvergensi agama Islam. Selain itu, isu Baqi juga bisa menjadi isu dunia Islam untuk menghimpun umat Islam dalam satu payung.

Hujjatul Islam wa Muslimin Vahid Sohuri: Topik yang akan saya sampaikan ada pada beberapa tema bahasan. Pertama: arti Baqi. Kedua: sejarah Pemakaman Baqi. Ketiga: kedudukan Baqi di hadapan Allah Swt dan Rasul-Nya. Keempat: Disunnahkan mengunjungi pemakaman Baqi di kalangan Sunni. Kelima: Keberadaan kubah dan pelataran di Baqi sepanjang sejarah. Keenam: Penghancuran makam Baqi oleh kaum Wahabi yang dilakukan sebanyak dua kali. Ketujuh: Argumen Wahabi yang mendukung penghancuran Baqi dan kedelapan: Kritik terhadap keyakinan Wahhabi.

* Arti Baqi

Para leksikografer telah menyebutkan berbagai gelar yang tercatat dalam sejarah sebagai alasan penamaan makam Baqi. Nama kuburan tersebut awalnya adalah "Baqi al-Gharqad", atau bentuk absolutnya Baqi, dan pada abad-abad belakangan ini disebut "Jannah al-Baqi". Menurut yang disebutkan dalam kata tersebut, suatu tempat dan tempat yang luas disebut Baqi. "Gharqad" disebut juga pohon berduri, karena terdapat duri yang tumbuh di sisa pohonnya. Dengan kata lain, pemakaman Baqi disebut “Baqi al-Gharqad” karena tempatnya yang luas dan terdapat pohon-pohon yang berakar berduri. Setelah Nabi Muhammad saw hijrah ke Madinah, mereka menjadikan pemakaman Baqi sebagai pemakaman umat Islam yang pertama. Untuk menguburkan jenazah di pemakaman ini, umat Islam menebang pohon dan membuka lahan. Salah satu alasan lain mengapa disebut Baqi adalah karena Baqi merupakan tempat pemakaman. Bibi-bibi Nabi Muhammad saw dimakamkan di pemakaman Baqi, sehingga mereka menyebutnya Baqi al-Ammat dan mereka membangun sebuah makam untuk mereka.

*Sejarah dibangunnya Pemakaman Baqi

Pemakaman Baqi sudah ada sebelum Nabi Muhammad saw masuk ke Madinah dan merupakan pemakaman Yahudi. Namun setelah Nabi Muhammad saw memasuki Madinah, hal itu menjadi istimewa bagi umat Islam. Tentu saja, bagian Yahudi dipisahkan dan kuburan tersebut ditetapkan untuk pemakaman Muslim Muhajir dan Ansar. Oleh karena itu, orang pertama yang diusir dari Ansar di Baqi adalah Asad bin Zareh dan salah satu muhajirin adalah Utsman bin Mazoun. Utsman Ibn Mazoun adalah sahabat dan pelindung Nabi dan Amirul Mukminin yang terkenal, yang dimakamkan di pemakaman Baqi setelah kematiannya. Nabi Muhammad saw berpartisipasi dalam pemakaman dan penguburan Utsman bin Maz’un dan bertanggung jawab atas penguburannya. Nabi bersabda: “Kuburlah Ustman di Baqi, agar menjadi pengingat bagi kita terhadap para pendahulu, dan Ustman adalah salah seorang pendahulu yang baik.”

Sepeninggal putranya Ibrahim, para sahabat bertanya kepada Nabi Muhammad: “Di mana kami menguburkan Ibraham?” Nabi berkata untuk menggabungkannya dengan pendahulunya yang saleh, Utsman bin Maz'un, dan menguburkannya di sebelah Utsman. Umat ​​Islam yang melihat bahwa Rasulullah saw memiliki perhatian khusus terhadap pekuburan Baqi, maka membawa jenazahnya ke pekuburan ini dan menguburkannya, maka mereka membersihkan akar-akar pohon agar tanahnya rata untuk penguburan jenazah. Fatima binti Asad, bibi Nabi saw dan empat Imam as dimakamkan di Baqi, dan seiring berjalannya waktu banyak sahabat, pengikut, syuhada dan ulama juga dimakamkan di Baqi.

*Kedudukan Pemakaman Baqi di Sisi Allah dan Rasul-Nya

Namun mengenai kedudukan kuburan di mata Allah dan Nabi saw, ada riwayat dalam Sahih Muslim bahwa Nabi saw melepas sepatu dan jubahnya pada suatu malam dan berangkat ke suatu tempat. Salah satu istri Nabi atau orang lain menemaninya dan melihat bahwa Nabi Muhammad saw pergi ke kuburan Baqi. Di pekuburan Baqi, Jibril mendatangi Nabi saw dan bersabda: “Allah memerintahkanmu untuk mendatangi kaum Baqi dan memohonkan ampun bagi mereka.” Riwayat ini menunjukkan kedudukan Baqi.

Ada riwayat dalam Musnad Ahmad, Jilid 3, Halaman 489, bahwa pelayan Nabi Muhammad saw mengatakan bahwa kami bersama Nabi dan dia berkata: “Saya telah diperintahkan untuk memintakan ampunan bagi orang-orang Baqi dan berdoa untuk mereka”. Di sini Rasulullah saw menguraikan tentang doa dan tata cara menziarahi orang yang dikuburkan.

Dalam hadis Syiah dan Sunni disebutkan bahwa Nabi SAW biasa berziarah ke makam pada hari Kamis setiap minggunya. Bahkan diriwayatkan bahwa di akhir hayatnya, ketika Nabi sedang sakit, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as menggandeng tangan Nabi  dan pergi bersama rombongan ke Baqi'. Disana Nabi bersabda: “Aku ditugaskan untuk memohonkan ampunan bagi kaum Baqi. Dia berdiri di depan para ahli kubur dan berkata: Assalamu'alaikum, para ahli kubur, aku ucapkan selamat padamu, kemudian Nabi mengatakan sesuatu tentang pujian dari para penduduk Baqi.

*Berziarah ke makam Baqi dianjurkan oleh para ulama

Imam Muhammad Ghazali, salah satu tokoh Sunni terkenal, meriwayatkan artikel tentang masalah ini. Saya akan mengutip beberapa contoh lagi. Sharbini mengatakan: "Sunnah hukumnya mengunjungi Al-Baqi dan Masjid Quba". Damyati telah menyebutkan pentingnya menziarahi Pemakaman Baqi untuk setiap hari: “Dan ada baiknya mengunjungi al-Baqi’ di setiap hari.” Ibnu al-Hajj mengatakan: “Tradisi mengunjungi Al-Baqi’ berasal dari hadis Nabi yang biasa menziarahi Pemakaman Baqi' dan menekankan hal ini. Burhan al-Din Ibnu Farhun Maliki berkata: “Dan dianjurkan berziarah ke makam Baqi sertiap hari.”

Para ulama klasik Syiah juga menganggap ziarah ke Pemakaman Baqi sebagai mustahab dan bahkan mereka mengatakan tentang ziarah ke Makam  para Imam Baqi adalah hal yang nyata dan salah satu hakikat agama. Di antara orang-orang yang mengeluarkan fatwa yang mendukung ziarah Baqi adalah Qazi Ibn Baraj, Muhaqqiq, Allamah Hilli, Ibnu Fahd Hali, Syahid Awwal, Sabziwari, Muhaqqiq Karki, Hurr Amuli, Naraghi, Shahib Jawahir, Sayid Hakim, Ayatullah Galpaigani dan ulama-ulama besar lainnya. Dalam hal ini, Shahib Jawahir menulis: "Juga, dianjurkan untuk mengunjungi para Imam, sebab ziarah ke Baqi adalah masalah sosial. Menjadi bagian dari hal yang esensial dalam agama dan ibadah. Ini disebutkan dalam nash-nash yang mutawatir.” Ayatullah Sayyed Ahmad Khawansari juga mengatakan: “Ziarah ke makam para Imam di Baqi adalah salah satu hakikat agama, dan ada juga nash mutawatar yang berkaitan dengan hal ini.”

*Bertawassul kepada para sahabat dan tokoh-tokoh yang dimakamkan di pemakaman Baqi

Para pembesar Sunni telah menyebutkan bahwa dianjurkan bagi seseorang untuk mengunjungi Baqi dan mereka juga menyebutkan bacaan ziarah. Ibnu Farhun Madani Maliki yang wafat pada tahun 799 H yang dianggap sebagai salah satu pembesar Sunni, dalam kitab “Al-Salik ila Af’al al-Masalik”, setelah mengacu pada jumlah sahabat dan tabiin di Baqi', ia menulis,  “Ada lebih sepuluh ribu sahabat di Pemakaman  Baqi, begitupun tabi’in dan tidak ada seorang pun yang mengetahui jumlahnya secara pasti kecuali Allah.” Selayaknya seseorang mengucapkan salam, berdoa kepada mereka, dan memohon kepada Allah melalui mereka. Sedangkan Wahabisme tidak menerima pemahaman dan keyakinan seperti ini.!

*Keberadaan pelataran dan kubah di pemakaman Baqi sebelum dirusak

Sejak didirikan kuburan Baqi dan Utsman bin Mazun dimakamkan di sana, Nabi Muhammad saw menempatkan sebuah batu sebagai tanda. Kemudian Nabi meletakkan batu di atas kepala orang yang meninggal tersebut dan bersabda: ``Aku akan mengajarimu tentang kuburan saudaraku, agar kuburan saudaraku diketahui.” Tanda yang dimaksudkan Rasulullah adalah agar makam tersebut bertahan untuk masa depan dan memberi tahu semua orang. Oleh karena itu, para sesepuh Islam memaknai perbuatan dan kehidupan Nabi saw ini sedemikian rupa sehingga “Dianjurkan untuk memberi tanda pada kubur untuk menjadikan pemilik kubur, karena sabda Nabi: “Aku menandai makam saudaraku, agar diketahui makam saudaraku.” Dengan ajaran kehidupan Nabi, kubah dan pelataran secara bertahap dibangun di atas kuburan. Sejarawan dan pengembara muslim telah menyebutkan masalah ini dalam tulisan dan catatan perjalanan mereka. Pengelana terkenal Ibnu Jubayr (w. 614 H) berkata tentang kubah Imam Baqi: "Dan ada sebuah kubah yang tinggi di udara dekat Bab al-Baqi." Dia menunjuk ke kuburan lain, termasuk Malik bin Anas, Ibrahim putra Nabi dll, yang memiliki banyak tempat suci dan monumen, dan mayoritas para Sahabat dimakamkan di sana.

Ibnu Batutah, seorang musafir muslim, juga meriwayatkan tentang kubah tinggi yang ada di makam Abbas dan Imam Hasan as.  Ibn Najjar, seorang sejarawan terkenal (w. 643 H), berkata: "Dan dia hebat, agung, kuno, dan melawan mereka, Baban, salah satunya terbuka sepanjang hari." Beberapa mausoleum memiliki kubah yang besar dan tinggi serta berusia cukup tua sehingga memiliki dua pintu, salah satunya dibuka setiap hari.”

Pada abad ke-8 H, Khalid bin Isa al-Balwi al-Maghrabi berkata, "Ketika saya melakukan perjalanan ke Madinah, saya melihat, sebuah kubah besar menjulang tinggi di udara."

Pada abad ke-10, Samhudi (w.  911 H) berkata, "Dan di hadapan mereka ada kubah yang menjulang tinggi di udara." Mirza Hossein Farahani menulis dalam buku perjalanannya: "Empat dua belas imam terletak di sebuah mausoleum segi delapan yang besar, dan kubah di dalamnya bercat putih."

*Penghancuran kuburan oleh Wahhabi

Wahabi menghancurkan kuburan Baqi dalam dua kali percobaan. Pada periode pertama, tiga atau empat tahun setelah perjanjian terbentuk antara Al Saud dan Wahabi, mereka menyerang Makah pada tahun 1221 H dan menghancurkan makam pemakaman Ma'ala. Mereka menghancurkan kubah dan pelataran Sayid Hamzah di Gunung Uhud, mengepung Madinah, dan ketika mereka ingin meninggalkan Madinah, mereka mulai menghancurkan kuburan Baqi. Dalam buku “Kasyf al-Irtiyab fi Ataba’ Muhammad bin Abd al-Wahhab” karya Sayid Muhsen Amin disebutkan bahwa “setelah penghancuran kuburan para imam dan tokoh-tokoh muslim serta diratakan dengan tanah, tempat-tempat tersebut dijadikan tempat pembuangan kotoran dan kotoran sapi dan anjing liar. Mereka juga memperlakukan mereka dengan sangat tidak hormat dengan menendang dan menduduki mereka dan segala macam penghinaan lainnya."

Dalam kitab “Lam’ al-Syahab” halaman 109 yang tidak diketahui penulisnya, disebutkan bahwa: “Kubah Al-Hasan bin Ali, Kubah Ali Ibnu Al-Husain, Kubah Muhammad Al-Baqir Jafar al-Sadiq dan kubah Utsman" atas perintah Saudi, semua kubah, termasuk kubah Fatimah, Hasan bin Ali, Ali bin Al-Husain, Muhammad Baqir, Jafar Sadiq dan Utsman, dihancurkan.

Jadi kehancuran pertama terjadi pada tahun l1221 H. Pada tahun 1227, Ottoman menyerang Meakah dan Madinah serta mengalahkan Al Saud, dan Wahabisme menurun selama hampir 70 tahun. Oleh karena itu, kaum muslimin membangun kembali kuburan-kuburan kaum Baqi dan membangun kubah-kubah yang besar serta membangun kembali setiap kuburan yang telah dirusak.

Pada tahun 1344 H, bertepatan dengan tanggal delapan Syawal, Al Saud di bawah kekuasaan Abdul Aziz bin Abdul Rahman menyerang Madinah. Wahabisme periode ketiga memperoleh kekuasaan dengan bantuan kolonialisme, mereka menyerang Madinah dan mengusir Ottoman. Penaklukan Al-Saud atas negara tersebut dimulai dan mereka menyerang daerah sekitarnya, dan Makah dan Madinah termasuk di antara kota-kota yang mereka serang. Hal pertama yang mereka lakukan adalah membunuhi warga setempat. Siapapun yang tidak menjadi Wahabi dan tidak menerima paham Wahabi akan dimusnahkan. Bahkan dalam sejarah dikatakan bahwa anak-anak diletakkan di dada ibunya. Mereka menghancurkan dan meratakan seluruh kuburan yang dibangun kembali di pemakaman Baqi. Oleh karena itu, mereka menghancurkan kubah Imam Baqi', Sahabat dan Tabi'in.

Allamah Muhsin Amin mengatakan bahwa setelah Wahabi menguasai Madinah, mereka mengirim salah satu hakim mereka ke kota ini untuk menemui orang-orang dan ulama dengan tipu daya dan pertanyaan-pertanyaan yang telah mereka siapkan sebelumnya untuk mendapatkan izin dari mereka untuk menghancurkan kuburan. Sebagian ulama dan masyarakat tidak menyepakati, namun ada pula yang terpaksa dan kuburan pekuburan Baqi dirusak dan betapa tidak hormatnya mereka terhadap kuburan tersebut.

Istri Nabi, Ismail bin Jafar al-Sadiq, Malik dan sesepuh lainnya memiliki kubah dan pelataran yang telah dihancurkan semuanya. Mereka menghancurkan kuburan para syuhada Uhud dan tidak ada lagi kuburan yang tersisa di Makah dan Madinah. Syekh Rifa'i menulis dalam kitab "Nashiha Likhwanina Ulama Najd" halaman 14 bahwa kaum Wahhabi membakar makam Amina binti Wahhab, ibunda Nabi dengan bensin sehingga tidak meninggalkan bekas.

*Dalil Wahabisme

Ketika menghancurkan kuburan, ulama Wahabi merujuk pada riwayat Sahih Muslim bahwa Amirul Mukminin, Ali, saw, berkata kepada salah satu sahabatnya: “Bukankah aku harus menugaskanmu pada apa yang diperintahkan Rasulullah saw kepadaku? hancurkanlah setiap gambar dan patung yang dilihatnya dan tidak boleh ada kuburan yang menjulang seperti punuk unta kecuali telah diratakan dengan tanah.” Kaum Wahabi menghancurkan semua kuburan dengan bersandar pada riwayat ini karena mereka mengatakan bahwa riwayat ini berasal dari Sahih Muslim sebagai sumber ilmu pengetahuan dan agama sehingga membangun kubah dan pelataran adalah bid'ah. Orang yang datang ke kubur dan berdoa serupa dengan perbuatan orang musyrik, dan manifestasi kemusyrikan harus dihilangkan. Oleh karena itu, mereka menghancurkan makam dan Pemakaman Baqi.

ISIS, yang menghancurkan makam Hazrat Yunus atau kuburan lainnya di Mosul, mereka mengandalkan riwayat yang dikutip oleh Wahabisme.

Hujjatul Islam Dr. Raushi: “Semua yang dikatakannya akurat, dan dapat ditambahkan bahwa Wahhabi juga mengakui keberadaan kuburan ini sepanjang sejarah. Misalnya, Bin Baz menyebutkan dalam “Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawi’ah”, jilid satu, halaman 397: “Baqi’, yang di dalamnya terdapat kuburan istri-istri, paman dan para sahabat Nabi dan Ibrahim bin Muhammad saw dengan dulunya memiliki kubah, sampai pemerintahan Rasyidah datang dan pemerintah menghancurkan kubah-kubah tersebut. Oleh karena itu, kaum Wahhabi sendiri yang mengakui penghancuran makam dan menyebutnya sebagai tindakan terpuji.

*Kubah pemakaman Baqi dibangun oleh Sunni

Poin penting yang dapat dijawab adalah siapa yang membangun kubah-kubah tersebut? Memang benar sebagian orang yang dikuburkan mempunyai bargah dan kubah, namun penelitian menunjukkan bahwa kubah tersebut dibangun oleh kaum Sunni. Artinya, kaum Sunni tertarik membangun kubah dan pelataran. Salah satu ulama Wahabi di website "Tanya Jawab Islam" mengangkat isu bahwa Kubah Nabi saw dibangun delapan abad lalu oleh kaum Sunni. Pemakaman Baqi juga dibangun oleh Sunni berabad-abad yang lalu. Terlepas dari hal-hal umum seperti penghormatan pada syiar-syiar, kami memiliki serangkaian sumber sejarah bahwa Aqil Ibnu Abi Thalib ingin menggali sumur di dalam rumahnya dan dia sampai di kuburan yang di atasnya tertulis "Inilah makam Um Habibah". Ketika sampai di kuburan ini, beliau berhenti menggali sumur dan memulihkan kuburan tersebut dan menempatkannya sebagai pelataran Ummu Habibah. Oleh karena itu, ulama Sunni mengatakan bahwa kami memperoleh prinsip membangun kuburan dari kasus ini. Kasus ini digunakan sebagai infinitif pada fatwa yang membangun bangunan di atas kuburan.

Guru yang dihormati tersebut mengatakan bahwa Sayidah Zahra sa  memiliki sebuah kubah, sementara beberapa sumber mengatakan bahwa kubah tersebut berada di bawah kubah Abbas.

Salah satu persoalan yang bisa dibahas secara ilmiah adalah pendekatan baru Wahabisme. Salah satu ulama Wahabi bernama "Al-Barrak", dan menulis catatan kaki "Fath Al-Bari" oleh Ibnu Hajar Asqalani, adalah bagian dari Dewan Ifta Saudi. Ia mengatakan bahwa pada dasarnya film dokumenter tentang penghancuran kuburan adalah film dokumenter narasi Syiah! Mereka menghadirkan sederet tradisi Syiah yang patut dikaji secara cermat dalam pertemuan ilmiah.

*Jawaban terhadap argumen Wahabisme

Hujatul Islam Khursyidi: Mengenai jawaban narasi yang dikutip oleh kaum Wahhabi, “الا لا تدع تمثالا إلا طمسته و لا قبرا مشرفا إلا سویته”, pertama-tama, pernyataan ini bertentangan dengan ayat Al-Qur'an. Al-Qur'an menyetujui kuburan, sedangkan narasi atau penafsiran Wahabi semacam ini bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang jelas. Dalam kisah Ashabul Kahfi disebutkan: وَكَذَلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيْبَ فِيهَا إِذْ يَتَنَازَعُونَ بَيْنَهُمْ أَمْرَهُمْ فَقَالُوا ابْنُوا عَلَيْهِمْ بُنْيَانًا رَبُّهُمْ أَعْلَمُ بِهِمْ  قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَىٰ أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِمْ مَسْجِدًا (Qs. Al-Kahfi: 21)

“Dan demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata: "Dirikan sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka". Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: "Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya".

Ketika para penghuni gua itu pergi ke gunung, orang-orang itu terbagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok mengatakan untuk membangun sebuah kubah di atas kuburan mereka. Namun beberapa orang yang bersatu berkata: Mari kita bangun masjid. “Mereka berkata, ``Kami akan menuruti perintah mereka untuk membangun masjid bagi mereka.'' Maka mereka membangun masjid. Kutipan dari ayat ini adalah bahwa Allah sedang mengutip janji orang-orang yang bukan Muslim dan penyembah berhala untuk membangun. Oleh karena itu, jika ada masalah dalam bangunan dan pembangunan kubah, mengapa Allah tidak melarangnya? Fakta bahwa Allah tidak mengharamkan berarti membenarkan tindakan tersebut. Karena amalan Al-Qur'an adalah bilamana masa kini berasal dari orang musyrik Yahudi atau Nasrani yang tidak sah dan tidak benar, maka ia tetap menolaknya.

Dalam hal ini, Tuhan telah menyebutkan dan tidak menolak bangunan tersebut; Tidak menolak Allah merupakan tanda perkenanan-Nya. Oleh karena itu, pembangunan kubah dan makam sudah benar dan tidak ada masalah.

Namun mengenai rujukan Wahabisme terhadap tradisi tersebut, penyitaan adalah untuk kepentingannya sendiri, dan sebaliknya tidak membuktikan klaim mereka karena berbunyi: الا لا تدع تمثالا إلا طمسته و لا قبرا مشرفا إلا سویته. Riwayat ini membahas tentang kuburan itu sendiri, bukan tentang kubah di kuburan. Oleh karena itu, kaum Sunni memahami dari riwayat ini bahwa kuburan tidak boleh seperti punuk unta, melainkan harus rata, namun kaum Wahabi menyita riwayat tersebut untuk kepentingan mereka sendiri untuk membuktikan klaim mereka.