Kantor Berita Internasional Ahlulbait -ABNA- Sidang Umum PBB baru-baru ini menarik perhatian besar media karena sejumlah pemimpin dan kepala negara secara terbuka mengecam kejahatan dan genosida rezim Zionis di Gaza.
Faisal Al-Saqqaf, analis isu Timur Tengah dan pendiri situs berbahasa Inggris Balad, dalam wawancara dengan ABNA menanggapi pidato Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, dalam konferensi tentang solusi dua negara yang digelar di markas besar PBB di New York, serta menjawab beberapa pertanyaan seputar hal itu.
ABNA: Bagaimana posisi Indonesia terhadap kejahatan rezim Zionis terhadap rakyat Palestina dan Gaza?
Indonesia sejak lama, bahkan sebelum serangan 7 Oktober 2023, telah berdiri bersama rakyat Palestina. Pemerintah Indonesia dalam berbagai konferensi regional dan internasional secara tegas mengecam genosida yang dilakukan Israel. Presiden Prabowo juga menegaskan komitmennya untuk mengevakuasi sekitar 200 ribu warga Palestina yang terluka dari Gaza untuk mendapatkan perawatan di Indonesia.
ABNA: Apa analisis Anda tentang insiden mikrofon Presiden Indonesia yang dimatikan saat berpidato di PBB?
Insiden itu terjadi saat Presiden berpidato dalam pertemuan soal solusi dua negara. Tampaknya, pemadaman mikrofon itu merupakan prosedur standar karena waktu berbicara yang dialokasikan — yaitu lima menit — telah terlampaui. Namun di media sosial, hal ini menjadi isu yang hangat, dan sebagian pengguna menilai bahwa mikrofon dimatikan karena Presiden terlalu keras menyuarakan dukungan terhadap perjuangan Palestina.
ABNA: Bagaimana Anda menilai posisi PBB dalam menyelesaikan persoalan global?
Kredibilitas, kewenangan, dan kekuatan PBB terkait isu Israel sudah lenyap sejak rezim Zionis berdiri. Dewan Keamanan PBB tidak dapat menjatuhkan sanksi apa pun terhadap Israel karena sistem hak veto yang tidak adil. Hak veto telah disalahgunakan oleh pemegangnya dan sekutu mereka, dan berubah menjadi alat penindasan.
PBB sebenarnya memiliki kapasitas hukum untuk menyelidiki genosida di Gaza, tetapi tantangan utamanya adalah menghapus atau mereformasi mekanisme hak veto yang harusnya didasarkan pada prinsip pemungutan suara yang adil.
ABNA: Menurut Anda, apa yang seharusnya dilakukan masyarakat internasional untuk menghentikan kejahatan Israel?
Sekadar kecaman tidak cukup. Dunia harus menjatuhkan sanksi politik, ekonomi, militer, dan sosial-budaya terhadap rezim Zionis untuk benar-benar menghentikan genosida yang sedang terjadi.
ABNA: Bagaimana Anda melihat gelombang pengakuan terhadap negara Palestina oleh sejumlah negara Barat?
Pengakuan ini hanyalah bentuk simpati terhadap penderitaan rakyat Palestina. Namun yang sesungguhnya dibutuhkan oleh rakyat Palestina bukan sekadar pengakuan, melainkan keadilan — yaitu penegakan hukum internasional dan pemberian sanksi keras terhadap Israel atas semua kejahatan yang telah dilakukannya.
Dengan demikian, pencabutan hak veto dan penegakan keadilan internasional adalah langkah penting agar PBB dapat kembali menjalankan mandatnya, dan dunia bisa sungguh-sungguh menghentikan agresi Israel terhadap rakyat Palestina.
Your Comment