Kantor Berita Ahlulbait

Sumber : ابنا
Rabu

6 Desember 2023

12.02.15
1417849

Rektor Univ. Islam Al-Ihya Kuningan:

Kegigihan Iran dalam Pengembangan IPTEK Membuatnya Ditakuti Negara-Negara Maju

Dalam wawancara dengan ABNA, Rektor Universitas Islam Al-Ihya Kuningan Bapak Nurul Iman Hima Amrullah, S.Ag, M.Si mengatakan, “Dengan kegigihan Iran dalam pengembangan ilmu pengetahuan membuat negara lain takut suatu saat Iran akan menjadi negara maju yang akan mengancam negara-negara maju yang saat ini menguasai dunia. Dengan melihat realitas yang ada di Iran, saya percaya kejayaan Islam akan bergerak dimulai dari Iran.”

Menurut Kantor Berita Internasional ABNA, Rektor Universitas Islam Al-Ihya Kuningan, Bapak Nurul Iman Hima Amrullah, S.Ag, M.Si bersama dengan delegasi dari Universitas Paramadina Jakarta dan IAIN Siber Syekh Nur Jati Cirebon berada di Iran dari 14-28 November 2023 untuk mengikuti Short Course Pemikiran Islam di Masyhad dan Qom yang diselenggarakan oleh Pusat Short Course Universitas Internasional Almustafa Iran.

 

Berikut adalah wawancara yang dilakukan redaksi Kantor Berita ABNA terhadap intelektual dan akademisi muslim kelahiran Ciamis yang saat ini sedang dalam tahap penyelesaian program Doktoral di bidang Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

 

ABNA: Sejak awal apa yang membuat anda sebagai pimpinan universitas merasa perlu bekerjasama dengan Jamiatul Mustafa dan menurut anda keuntungan apa yang bisa didapat, baik bagi anda pribadi maupun buat universitas yang anda pimpin?

 

Universitas Internasional Almustafa adalah perguruan tinggi kelas dunia di Iran yang memiliki banyak cabang dan pengembangan keilmuan yang sangat luas. Sehingga kami mengharapkan ada realisasi kolaborasi dalam pengembangan akademik. Sebagai pimpinan tentunya peluang berkolaborasi secara sinergik dalam kerangka pengembangan akademik civitas akademik Universitas Islam al-Ihya Kuningan, seperti kerja sama dalam kegiatan perkuliahan e-learning dengan Al-Mustafa Open University, pada Mata Kuliah Dasar Umum.


 

ABNA: Sebelum datang ke Iran dan sesudah melihat Iran secara langsung apa ada perubahan perspektif dan pandangan anda mengenai Iran?

 

Negara Iran selalu dikesankan oleh media-media asing sebagai negara yang menakutkan untuk dikunjungi. Namun realitasnya Iran memiliki suasana alam yang menarik dan warga yang santun, yang itu mengindikasikan tradisi budaya Islam diimplementasikan dalam kehidupan sosial mereka. Tradisi pemikiran filsafat dan keilmuan merupakan kajian yang mendapat perhatian yang diprioritaskan dalam pengembangan ilmu humaniora di lembaga pendidikan pada semua jenjang, mulai lembaga pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Ini juga menjadi nilai lebih Iran.

 

Perspektif awal saya, Iran sebagai sebuah negara yang diembargo diberbagai bidang secara ketat bertahun-tahun, tentu  akan menjadikannya terbelakang, khususnya dalam bidang ekonomi. Tapi ternyata, dalam realitassnya Iran mampu membangun  ekonomi secara mandiri, termasuk di  sektor politik budaya, pertahanan dan keamanan nasionalnya yang tangguh. Embargo dan pengucilan justru mereka jadikan momen untuk mereka bisa berdiri di atas kaki sendiri.  Kecintaan warganya terhadap pengembangan tradisi filsafat dan ilmu pengetahuan warisan para ulama di masa keemasan, dapat dijadikan acuan Negara Islam di Asia Tenggara.

 

ABNA:  Selama berada di Iran, hal positif apa yang menurut anda perlu ditransfer ke Indonesia terutama buat civitas akademika di kampus anda? Dan menurut anda mengapa hal itu menjadi penting bagi bangsa Indonesia dan mahasiswa-mahasiswa anda?

 

Terdapat banyak hal-hal positif selama mengikuti Short Course di Iran. Selain mengikuti perkuliahan, juga melakukan kunjungan ke beberapa Universitas terkemuka di Iran. Dalam kunjungan-kunjungan tersebut, kami mendapatkan pencerahan dalam pengembangan tradisi pemikiran filsafat dan pengembangan ilmu dan teknologi. Hal tersebut dapat menjadi acuan dalam pengembangan tradisi filsafat dan ilmu pengetahuan untuk dapat diterapkan di lembaga kami dalam strategi pengembangan kampus menjadi kampus terdepan di dunia internasional.

 

Hal lain yang menarik adalah bangsa Iran merupakan bangsa yang mencintai ilmu, dimana ilmu dipandang sebagai modal utama dalam membangun bangsa ke depan menjadi bangsa yang mandiri dan bebas dari adanya penjajahan asing. Saya termotivasi untuk mendorong generasi bangsa untuk memiliki sikap toleransi terhadap perbedaan dengan menempatkan persamaan sebagai pondasi untuk membangun bangsa menjadi bangsa yang maju dan mandiri.



ABNA:  Iran oleh media-media mainstream internasional kerap dicitrakan negatif. Menurut anda, dari berita-berita negatif itu mana saja yang tidak benar dan menurut anda mengapa media-media itu melakukan propaganda negatif mengenai Iran?

 

Citra yang diperkenalkan kebanyakan media mengenai Iran adalah Iran tidak mengakomodir kebebasan dengan sistem pemerintahan Islam yang berdasarkan syariat. Namun realitasnya, penduduk Iran sendiri bebas berkarya dan berkreasi demi kemajuan negaranya. Mereka sangat menghormati para ulama sebagai panutan yang memberikan arah kepada masyarakat. Diantara fatwa itu misalnya, adalah ulama Iran mengharamkan untuk mengganggu keyakinan orang lain yang berbeda agama maupun mazhab, dan itu ditaati mayoritas warga Iran. Dengan itu, Iran sangat menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi. Ini sangat berbeda dengan yang dikesankan media, bahwa Iran sangat intoleran terhadap madzhab dan kepercayaan lain. Yang terlihat justru perbedaan itu tidak dijadikan sebagai alat untuk memusuhi pihak lain, tetapi yang dimajukan adalah persamaan dan kebersamaan.

 

Dengan kegigihan Iran dalam pengembangan ilmu pengetahuan membuat negara lain takut suatu saat Iran akan menjadi negara maju yang akan mengancam negara-negara maju yang saat ini menguasai dunia. Dengan melihat realitas yang ada di Iran, saya percaya kejayaan Islam akan bergerak dimulai dari Iran.

 

ABNA: Anda sempat berkomunikasi dan berdialog dengan pelajar2 Indonesia di Iran terutama di Qom, pesan dan harapan apa yang hendak anda sampaikan kepada mereka?

 

Harapan kami, semoga mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh kuliah di beberapa universitas di Iran dapat membawa semangat kemajuan bagi Umat Islam dan bangsa Indonesia, menebarkan islam yang rahmatan lilalamin dan menularkan tradisi keilmuan Iran saat nanti kembali ke Indonesia. Jangan lewatkan kesempatan mendalami ilmu apapun yang ada di pusat peradaban Islam, pusat kejayaan Islam masa lalu yang masih terasa aura keilmuannya. Tebarkan Islam moderat di Indonesia, jadilah pelopor moderasi beragama yang bisa menghormati kepercayaan orang lain.



ABNA: Dari semua agenda dan program SC yang telah anda ikuti, program mana yang paling berkesan? mengapa?


Bertemu dengan beberapa Tokoh ulama terkemuka Iran dan pimpinan Universitas terkemuka di Iran adalah ilmu yang sangat mahal tidak dapat dialami oleh semua orang, sehingga kami bisa mendapatkan masukan dan pengetahuan yang lengkap. Bertemu dengan pimpinan pemerintahan membuka mata kami akan keseriusan Gubernur dalam pengembangan kota Qom. Gubernur Qom yang seorang akademisi sangat memberikan wawasan yang baik dalam pengelolaan kota dengan landasan ilmu yang luas termasuk Ilmu agama Islam.

 

ABNA: Silakan bapak menyampaikan pesan kepada masyarakat Indonesia terutama terkait pesan persatuan Islam yang kerap berulangkali didengungkan oleh ulama-ulama dan pejabat-pejabat pemerintah Iran dan menurut anda apa pesan persatuan itu perlu disambut dan apa manfaatnya bagi dunia Islam?

 

Sudah saat nya Umat Islam bersatu, baik satu negara maupun sedunia, kita saling menghormati keyakinan dan kepercayaan yang dianut, perbedaan keyakinan selama masih memiliki pondasi yang sama, sudah seharusnya bersatu dalam keragaman. Begitu juga dengan menghormati agama lain, keyakinan itu pondasi personal yang tidak bisa dipaksakan oleh orang lain, tapi muncul dari kesadaran dan keterbukaan pemikiran setiap insan. Tantangan terbesar bersatunya umat Islam adalah adanya pihak-pihak yang terus berupaya mencegah persatuan ini dengan berbagai cara termasuk propaganda di berbagai bidang.

 

ABNA: Terimakasih atas waktunya.

 

Sama-sama.