Oleh: Ismail Amin Pasannai
Puasa dalam Islam bukan sekadar ritual menahan lapar dan haus, melainkan sarana pendidikan (tarbiyah) yang mendalam bagi manusia. Ayatullah Murtadha Mutahhari, seorang cendekiawan dan filsuf besar Syiah sekaligus pakar pendidikan Islam yang hari kematiannya ditetapkan sebagai Hari Guru di Iran, menyoroti bahwa ibadah puasa memiliki dimensi tarbiyah yang kompleks, mencakup aspek spiritual, mental, kepribadian, hingga kepedulian sosial. Dalam pandangannya, puasa merupakan mekanisme Ilahi untuk membentuk manusia seutuhnya, yang tidak hanya bertakwa secara individu tetapi juga memiliki sensitivitas sosial.
Tarbiyah Spiritual: Pendakian Ruhani Menuju Takwa
Ayatullah Mutahhari menegaskan bahwa tujuan utama puasa sebagaimana disebutkan dalam Alquran adalah mencapai takwa (QS. al-Baqarah [2]:183). Puasa menjadi medan latihan bagi ruh manusia untuk menaklukkan hawa nafsu dan mendekatkan diri kepada Allah. Dengan menahan diri dari hal-hal yang halal di siang hari, manusia diajak untuk menyadari kehadiran Allah dalam setiap aspek kehidupan.
Mutahhari melihat bahwa kelaparan dan kehausan selama puasa bukanlah tujuan, melainkan sarana untuk menajamkan kesadaran ruhani. Dalam kondisi lapar, manusia akan lebih peka terhadap bisikan hati dan lebih mampu merasakan kehadiran Allah yang tersembunyi dalam kehidupan sehari-hari.
Tarbiyah Mental: Pengendalian Diri dan Kesadaran Kritis
Puasa menurut Mutahhari adalah latihan mental yang menumbuhkan pengendalian diri (self-control). Dengan menahan dorongan nafsu biologis, manusia belajar bagaimana menaklukkan dorongan instinktif yang seringkali membelenggu kebebasan berpikir dan bertindak. Latihan ini pada akhirnya melahirkan kesadaran kritis (consciousness) terhadap diri sendiri dan lingkungan. Puasa mengajarkan manusia untuk tidak tunduk pada kebiasaan dan dorongan otomatis, melainkan untuk hidup dengan penuh kesadaran, memilih tindakan secara sadar dan bertanggung jawab.
Tarbiyah Kepribadian: Pembentukan Karakter dan Etika
Dalam pandangan Mutahhari, puasa berperan penting dalam pembentukan karakter dan etika manusia. Sifat sabar, jujur, dan disiplin yang diasah selama bulan Ramadan menjadi fondasi bagi kepribadian yang matang. Puasa juga melatih manusia untuk bersikap rendah hati dan tidak sombong, karena menyadari keterbatasan diri di hadapan Allah. Mutahhari menekankan bahwa manusia yang mampu menahan diri dari makanan dan minuman di saat mampu memperolehnya, akan lebih mampu menahan diri dari tindakan zalim dan dosa dalam kehidupan sehari-hari.
Tarbiyah Sosial: Solidaritas dan Kepedulian terhadap Sesama
Salah satu aspek terpenting yang disorot oleh Mutahhari adalah dimensi sosial puasa. Dengan merasakan lapar, orang kaya diajak untuk memahami penderitaan orang miskin, sehingga melahirkan empati dan solidaritas sosial. Puasa bukan hanya latihan individual, tetapi sebuah gerakan sosial yang memperkuat ikatan antaranggota masyarakat. Dalam hal ini, Mutahhari menekankan bahwa puasa harus melahirkan aksi nyata berupa kepedulian terhadap kaum lemah, membantu fakir miskin, dan memperjuangkan keadilan sosial.
Dimensi tarbiyah puasa dalam perspektif Ayatullah Murtadha Mutahhari menunjukkan bahwa puasa adalah instrumen pendidikan komprehensif yang mencakup aspek spiritual, mental, kepribadian, dan sosial. Puasa tidak hanya mendekatkan manusia kepada Allah, tetapi juga membentuk manusia yang memiliki kesadaran diri, karakter mulia, dan kepedulian terhadap sesama.
Dalam dunia yang semakin materialistik dan individualistik, pemikiran Mutahhari tentang tarbiyah puasa menjadi relevan untuk meneguhkan kembali esensi puasa sebagai sarana pembebasan diri dan pembentukan masyarakat yang adil dan berempati.
Your Comment