8 Maret 2025 - 12:48
Nilai Tarbiyah Puasa Ramadhan dalam Perspektif Imam Khomeini

Menurut Imam Khomeini, puasa Ramadhan memiliki makna tarbiyah (pendidikan) yang sangat dalam, bukan sekadar menahan diri dari makan, minum, dan kebutuhan fisik, melainkan sebagai sebuah perjalanan rohani menuju kesempurnaan insani.

oleh: Ismail Amin Pasannai

Menurut Imam Khomeini, puasa Ramadhan memiliki makna tarbiyah (pendidikan) yang sangat dalam, bukan sekadar menahan diri dari makan, minum, dan kebutuhan fisik, melainkan sebagai sebuah perjalanan rohani menuju kesempurnaan insani. Sebagai seorang arif, Imam Khomeini memandang puasa sebagai sarana untuk membersihkan jiwa dan mendekatkan diri kepada Tuhan (sayr wa suluk ilallah).

Penyucian Diri (Tazkiyah al-Nafs)

Imam Khomeini menegaskan bahwa puasa adalah latihan untuk mengendalikan hawa nafsu (riyadhat al-nafs) yang bertujuan membersihkan hati dari kecenderungan duniawi. Dalam karyanya Adab al-Salat, beliau menjelaskan bahwa puasa mampu memutus ketergantungan manusia pada hal-hal material dan memperkuat ikatan batin dengan Allah. Puasa menjadi sarana untuk menundukkan jiwa ammarah (jiwa yang cenderung pada keburukan) dan mengembangkan jiwa muthmainnah (jiwa yang tenang dan damai).

Keikhlasan dan Penghambaan Sejati

Imam Khomeini menyatakan bahwa puasa adalah ibadah yang bersifat sirriyyah (rahasia), karena hanya Allah yang mengetahui tingkat keikhlasan seseorang dalam berpuasa. Dalam Sharh Du'a al-Sahar, beliau menjelaskan bahwa puasa melatih manusia untuk menghindari riya (pamer) dan memperkuat nilai keikhlasan dalam beribadah. Puasa adalah wujud penghambaan murni, di mana manusia melepaskan ego dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Ilahi.

Pendakian Spiritual (Maqamat al-Suluk)

Dalam perspektif irfan, puasa adalah salah satu sarana untuk menapaki tangga-tangga spiritual. Imam Khomeini berpendapat bahwa puasa tidak hanya melatih kesabaran fisik, tetapi juga membangun kesabaran rohani (sabr ruhani) yang menjadi syarat penting dalam perjalanan menuju Allah. Beliau menyebutkan bahwa rasa lapar selama puasa adalah cara untuk melemahkan pengaruh nafsu dan memperkuat dominasi ruh dalam diri manusia.

Membangun Kesadaran Ilahi (Taqwa)

Dalam penafsirannya terhadap ayat "La'allakum tattaqun" (agar kamu bertakwa), Imam Khomeini menekankan bahwa esensi puasa adalah mencapai maqam taqwa, yaitu kesadaran penuh akan kehadiran Allah dalam setiap aspek kehidupan. Puasa yang disertai dengan mujahadah (perjuangan melawan hawa nafsu) akan memperkuat muraqabah (pengawasan diri) dan mempercepat pencapaian maqam tauhid.

Puasa sebagai Madrasah Tauhid dan Akhlak

Dalam kitab Sir al-Salat, Imam Khomeini menyebutkan bahwa puasa adalah latihan untuk membangun akhlak Ilahi dalam diri manusia. Puasa tidak hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menahan pandangan, ucapan, dan hati dari segala hal yang bertentangan dengan kehendak Allah.

Persiapan Menuju Lailatul Qadr

Menurut Imam Khomeini, puasa Ramadhan adalah proses penyucian diri yang mempersiapkan manusia untuk meraih kemuliaan malam Lailatul Qadr. Dalam Adab al-Salat, beliau menegaskan bahwa rahmat dan cahaya Ilahi akan turun kepada hati yang telah bersih dari kegelapan hawa nafsu.

Sebagai kesimpulan, dalam pandangan Imam Khomeini, puasa Ramadhan adalah sebuah sekolah rohani yang dirancang oleh Allah untuk membentuk manusia kamil (manusia sempurna). Puasa tidak hanya memiliki dimensi lahiriah, tetapi juga dimensi batiniah yang bertujuan membangun kesadaran tauhid, keikhlasan, dan penyucian jiwa. Melalui puasa, manusia diajak untuk menempuh perjalanan spiritual menuju Tuhan, menyingkirkan hijab-hijab batin, dan mencapai maqam tertinggi dalam kehidupan rohani.

Pendekatan irfani Imam Khomeini terhadap puasa menegaskan bahwa ibadah ini bukan sekadar ritual formal, melainkan proses transformasi diri yang membawa manusia pada hakikat keberadaan dan cinta Ilahi.

Rujukan:

Adab al-Salat

Shahr Du'a al-Sahar

Sir al-Salat

Your Comment

You are replying to: .
captcha