Kantor Berita Ahlulbait

Sumber : Pars Today
Selasa

2 Juli 2019

06.53.31
957027

Jalan Panjang Sudan Menuju Demokrasi

Sudan hari Ahad (30/06) mencici hari paling sulit pasca pelengseran Omar al-Bashir. Para demonstran turun ke jalan-jalan atas seruan Koalisi Kebebasan dan Perubahan, kubu oposisi terbesar anti Dewan Transisi Militer. Selama aksinya, para demonstran menghadapi aksi kekerasan dari aparat keamanan.

(ABNA24.com) Sudan hari Ahad (30/06) mencici hari paling sulit pasca pelengseran Omar al-Bashir. Para demonstran turun ke jalan-jalan atas seruan Koalisi Kebebasan dan Perubahan, kubu oposisi terbesar anti Dewan Transisi Militer. Selama aksinya, para demonstran menghadapi aksi kekerasan dari aparat keamanan.

Aksi demo besar-besaran ini digelar sebagai protes atas kelambanan Dewan Transisi Militer menyerahkan kekuasaan kepada sipil. Selama aksi ini tujuh demonstran dilaporkan tewas dan 180 lainnya mengalami luka-luka.

Kondisi di Sudan masih krisis dan dialog antara Dewan Transisi Militer dan kubu opsisi dihentikan menyusul aksi kekerasan aparat keamanan menghadapi para demonstran pada 3 Juni lalu yang berujung pada tewasnya lebih dari 118 orang. Para demonstran mengumumkan bahwa pembangkanan sipil akan dilanjutkan hingga tujuan mereka tercapai. Seraya menekankan penyelenggaraan demonstrasi damai, mereka menegaskan bahwa mereka tidak dapat mentolerir kelambanan Dewan Transisi Militer menyerahkan kekuasaan kepada sipil dan menghendaki penyerahan kekuasaan sesegera mungkin serta pembentukan pemerintahan demokratis dengan menyelenggarakan pemilu yang bebas.

Ali Mahjoub, salah satu pejabat Partai Komunis Sudan mengatakan, "Kami meminta Dewan Transisi Militer menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah sipil yang menghendaki penerapan penuh demokrasi. Mereka yang berpartisipasi di aksi demo adalah warga sipil dan mereka menuntut kedamaian, namun dewan militer hanya mengenal kekerasan dan penumpasan."

Para demonstran juga menyebut sejumlah anggota dewan militer adalah orang-orang bayaran yang menjalankan instruksi negara asing, khususnya Arab Saudi, Mesir dan Uni Emirat Arab (UEA). Menurut mereka pembantaian warga pada 3 Juni di negara ini juga atas dukungan dan lampu hijau ketiga negara Arab tersebut. Demonsrtan Sudan juga menekankan pentingnya memutus interevnsi asing di urusan internal negara mereka.

Siddig Abu Fawaz, salah satu oposan dewan militer Sudan menguak dukungan luas Arab Saudi dan Uni Emirat Arab terhadap Dewan Militer serta pesawat dua negara ini yang membongkar muatannya di bandara udara Khartoum. Ia mengatakan, kiriman Arab Saudi dan Uni Emirat Arab selama beberapa pekan terakhir dibongkar di bandara udara Khartoum dan sepertinya berupa peralatan perang.

Aksi demo warga Sudan hari Ahad merupakan aksi demo terbesar kedua setelah 3 Juni. Aksi damai ini juga sama seperti sebelumnya ditumpas oleh aparat keamanan dan berujung pada jatuhnya korban dari pihak demonstran. Bahkan di sejumlah kota dilaporkan militer menembakkan peluru berat ke arah demonstran. Kini kedua pihak baik oposisi maupun dewan militer saling menuding masing-masing bertanggung jawab atas peristiwa hari Ahad.

Dalam hal ini, meski pemimpin kubu oposisi dan dewan keamanan selama beberapa pekan terakhir meninggalkan meja perundingan, namun upaya mediasi Ethiopia dan represi masyarakat internasional untuk menyelesaikan krisis melalui perundingan masih terus berjalan.

Selama beberapa hari terakhir seiring dengan tekad warga Sudan melanjutkan pembangkangan sipil, petinggi dewan militer mengkonfirmasikan kesiapan mereka untuk memulai perundingan dan menekankan bahwa segala bentuk solusi harus berada di bawah pengawasan Uni Afrika. Menurut mereka rencana baru Ethiopia dapat menjadi landasan bagus bagi dimulainya perundingan.

Koalisi kebebasan dan perubahan menggulirkan wacana pembentukan komisi internasional pencari fakta terkait pembantaian 3 Juni, pembebasan seluruh tahanan politik oleh dewan militer, penyambungan kembali internet dan permintaan maaf resmi dewan militer karena menumpas dan membantain para demonstran selama beberapa bulan terakhir.

Warga Sudan yang selama beberapa bulan lalu tidak tahan terhadap kebijakan Omar al-Bashir tidak menyerah terhadap kondisi pasca kudeta dan penggulingan presiden serta berusaha keras untuk membentuk perubahan mendasar serta gerakan nasional ke arah demokrasi.


/129