Kantor Berita Ahlulbait

Sumber : Pars Today
Senin

1 Juli 2019

06.28.26
956643

Iran Aktualita 30 Juni 2019

Transformasi Iran pekan ini diwarnai sejumlah peristiwa penting. Di antaranya pertemuan Rahbar dengan ketua serta staf Mahkamah Agung bertepatan dengan pekan pengadilan.

(ABNA24.com) Transformasi Iran pekan ini diwarnai sejumlah peristiwa penting. Di antaranya pertemuan Rahbar dengan ketua serta staf Mahkamah Agung bertepatan dengan pekan pengadilan.

Pertemuan Wina terkait JCPOA, Respon Zarif atas pelecehan Trump terhadap Rahbar.

 

Rahbar: "Pelucutan Senjata dan Penghapusan Faktor Kekuatan Iran" Tujuan Asli Usulan Perundingan AS

 

Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran hari Rabu pagi (26/06) dalam pertemuan dengan ketua, para pejabat dan hakim serta pegawai Mahkamah Agung menyebut tujuan asli proposal Amerika Serikat untuk berunding adalah "melucuti senjata bangsa dan menghapus faktor-faktor kekuatan Iran".

Rahbar mengingatkan, "Sekarang, Amerika Serikat maju dengan ketakutan akan faktor-faktor kekuatan bangsa Iran. Oleh karenanya, mereka ingin melakukan perundingan agar dapat merebut senjata ini dan faktor kekuatan dari tangan Iran, sehingga setelah itu mereka dapat melakukan apa saja yang diinginkannya terhadap Iran."

 

Ayatullah Khamenei di bagian lain dari pidatonya menyinggung masalah yang terjadi saat ini seraya menambahkan, "Hari-hari ini, kantor-kantor berita asing mengutip dari para pakar dan berulang kali mengakui bahwa bangsa Iran tidak dapat ditundukkan dengan tekanan, ancaman dan sanksi. Tentu saja, fakta ini tidak berasal dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada bulan-bulan terakhir, tapi hasil dari empat puluh tahun resistensi, kemuliaan, keagungan dan kekuatan yang telah ditunjukkan bangsa Iran tentang dirinya."

 

Dengan kemenangan Revolusi Islam, era dominasi Amerika atas bangsa Iran berakhir dan ini adalah titik balik dalam sejarah politik Iran. Perubahan ini harus dianggap sebagai titik awal kebencian dan permusuhan Amerika Serikat dengan Iran.

 

Dari awal kemenangan Revolusi Islam hingga saat ini, yang berlangsung empat puluh tahun, bangsa Iran telah menentang fitnah dan konspirasi musuh-musuhnya dan telah membuktikan kemampuannya yang tidak dapat ditembus oleh musuh-musuhnya.

 

Inilah sebabnya mengapa Amerika Serikat berada di puncak sikap pasif dan hanya dapat mengamati kenyataan bernama Republik Islam yang memutuskan secara independen di arena politik dan dengan memberikan strategi dan solusi kreatif dan konstruktif untuk mengubah ancaman menjadi peluang.

 

Ayatullah Khamenei dalam menjelaskan fakta ini menyebut kemenangan Revolusi Islam sebagai titik kemunculan bangsa Iran dari sarang kenistaan serta mengingatkan, "Selama empat dekade terakhir, kombinasi identitas Iran dengan kualitas Islam menyebabkan tekanan arogansi global tidak berpengaruh pada proses gerakan bangsa."

 

Di jalur penuh gejolak ini, pendekatan Republik Islam Iran terhadap kebijakan luar negeri selalu didasarkan pada multilateralisme dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip yang sudah dikenal dalam hukum internasional di semua bidang.

 

Iran mendukung perdamaian dan demokrasi sejati. Rakyat Iran telah berulang kali membuktikan kepercayaan mereka pada prinsip-prinsip ini di bidang pemilihan umum dan mendukung negara-negara yang tertindas. Tetapi rapor Amerika Serikat hitam dan rusak di semua bidang ini.

 

Amerika Serikat tidak pernah percaya akan prinsip-prinsip demokrasi, negosiasi sesungguhnya atau berbelas kasih terhadap hak asasi manusia.

 

Sekaitan dengan hal ini, Ayatullah Khamenei menyinggung bagaimana Amerika Serikat menyalahgunakan hak asasi manusia sebagai alat tekannya. Rahbar mengatakan, "Kalian telah membantai sekitar 300 penumpang pesawat tidak berdosa di langit, membantu Arab Saudi di Yaman melakukan kejahatan berulang dan dengan ini semua kalian berbicara tentang hak asasi manusia?"

 

Amerika Serikat dengan sifat buruk ini, melakukan tekanan maksimum dan ancaman sedang berilusi ingin memaksa bangsa Iran bertekuk lutut.

 

Pemimpin Besar Revolusi Islam menyebut usulan perundingan Amerika hanya sebuah "trik dan tipuan", seraya mengingatkan, "Ketika musuh tidak mampu meraih tujuannya dengan tekanan, ia menggambarkan bangsa Iran orang yang sederhana, mulailah mengusulkan perundingan dan mengatakan bangsa Iran harus mencapai kemajuan. Tentu saja bangsa Iran pasti mengalami kemajuan, tapi tanpa kalian dan dengan syarat kalian jangan mendekat."

 

Takht-e Ravanchi Bicarakan Resolusi 2231 di Sidang Dewan Keamanan

 

Wakil Tetap Iran di PBB, Majid Takht-e-Ravanchi menegaskan bahwa Iran tidak bisa seorang diri mempertahankan JCPOA.

Majid Takht-e-Ravanchi dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB yang membahas masalah resolusi 2231, mengatakan, "Keluarnya Amerika Serikat dari JCPOA dan pemberlakukan kembali sanksi terhadap Iran telah menyebabkan perjanjian internasional ini hampir tidak efektif sama sekali."

 

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada 8 Mei 2018 mengumumkan penarikan keluar negaranya dari JCPOA, dan mengklaim kesepakatan ini tidak lengkap karena harus memasukkan masalah rudal dan kehadiran regional Iran di dalamnya.

 

Kemudian Donald Trump memberlakukan sanksi ekonomi paling berat terhadap Iran, yang disebut Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif sebagai langkah "terorisme ekonomi" terhadap rakyat Iran.

 

Presiden Iran, Hassan Rouhani juga telah mengumumkan bahwa sanksi AS terhadap Iran sebagai kejahatan kemanusiaan.

 

Amerika Serikat mengklaim bahwa penerapan sanksi yang paling berat terhadap Iran akan menyeret Tehran bernegosiasi dengan AS untuk mencapai kesepakatan baru. Tapi pejabat senior Iran menekankan bahwa mereka tidak akan masuk ke dalam negosiasi lebih lanjut dengan Amerika Serikat berdasarkan pengalaman buruk JCPOA.

 

Zarif: Sanksi terhadap Kantor Rahbar Pelecahan terhadap Bangsa Iran

 

Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran, Mohammad Javad Zarif dalam wawancara dengan televisi CNN di Tehran menekankan, langkah Amerika dalam beberapa pekan lalu sangat provokatif khususnya sanksi terhadap kantor Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran atau Rahbar, di mana hal ini merupakan pelecehan terbesar Washington terhadap seluruh rakyat Iran.

"AS bukan dalam posisi yang mampu menghancurkan Iran, dan rakyat negara ini siap melawan setiap agresi," tegas Zarif seraya menjelaskan bahwa Iran tidak menghendaki perang seperti dilaporkan IRNA.

 

Menlu Iran menandaskan, Presiden AS Donald Trump harus ingat bahwa kita tidak hidup di abad 18. Ada piagam PBB dan mengancam perang adalah tindakan ilegal.

Trump dan Iran

 

"Pemerintah Amerika berusaha melemahkan pemerintah Iran. AS sampai pada keyakinan ini karena analisa kelirunya," ungkap Zarif.

 

Zarif menambahkan, presiden Amerika menerima informasi dan analisa keliru.

 

Amerika hari Senin dalam langkah anti Irannya demi melancarkan perang syarat terhadap Iran menjatuhkan sanksi baru terhadap kantor Rahbar, dan sejumlah perwira tinggi Pasukan Garda Revolusi Islam Iran (IRGC).

 

Amerika juga menyatakan akan menjatuhkan sanksi terhadap Menlu Iran, Mohammad Javad Zarif.

 

Araqchi Sebut Penting Independensi Eropa

 

Seiring dengan semakin mendekat berakhirnya tenggat waktu 60 hari Iran buat negara-negara Eropa untuk melakukan langkah-langkah praktis yang bertujuan untuk mempertahankan Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA), dan terlepas dari tekanan politik dan ekonomi, diplomasi Iran hanya menindaklanjuti kepentingan nasional Republik Islam Iran.

Abbas Araghchi, Deputi Urusan Politik Menteri Luar Negeri Iran hari Jumat (28/06) sebelum penyelenggaraan pertemuan Komis Bersama JCPOA di Wina, ibukota Austria mengatakan, "Negara-negara yang masih tersisa di JCPOA tidak mampu mengisi keluarnya Amerika Serikat dari JCPOA buat Iran."

Abbas Araghchi, Deputi Urusan Politik Menteri Luar Negeri Iran

 

Ketika Donald Trump, Presiden Amerika Serikat mengeluarkan dekritnya pada 8 Mei 2018 yang berisikan keluarnya negara ini dari JCPOA, negara-negara Eropa meminta Tehran untuk tetap pada JCPOA agar keberhasilan diplomasi global tetap dapat dipertahankan.

 

Hari ini, lebih dari setahun kesabaran strategis, diplomasi Iran dan niat baik Iran telah lewat, tetapi negara-negara Eropa masih tetap berada pada kebijakan hanya mengumumkan akan mendukung JCPOA.

 

Kesempatan yang diberikan Iran kepada negara-negara Eropa untuk membayar biaya akibat Amerika Serikat keluar dari JCPOA selama setahun terakhir ternyata Eropa tidak mampu untuk memenuhi janjinya untuk tetap mempertahankan JCPOA.

 

Kesabaran Iran dan memberikan kesempatan untuk diplomasi ternyata tidak memenuhi kepentingan Tehran dari JCPOA, dan atas dasar ini, Iran menghentikan dua komitmennya tepat setahun setelah Amerika Serikat keluar dari JCPOA (8 Juni 2019).

 

Langkah Iran ini merupakan mekanisme yang telah dipertimbangkan oleh negara-negara yang ada dalam perjanjian ini dan pengurangan komitmen Iran untuk memenuhi tujuannya bukanlah pelanggaran.



/129