Kantor Berita Ahlulbait

Sumber : Pars Today
Selasa

11 Juni 2019

07.18.24
949492

Solusi Atasi Kekhawatiran Eskalasi Tensi di Asia Barat

Solusi tunggal untuk meredam tensi di kawasan Asia Barat adalah dihentikannya perang ekonomi.

(ABNA24.com) Solusi tunggal untuk meredam tensi di kawasan Asia Barat adalah dihentikannya perang ekonomi.

Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran, Mohammad Javad Zarif Senin (10/06) saat jumpa pers bersama sejawatnya dari Jerman, Heiko Maas di Tehran menekankan bahwa perang ekonomi yang dilancarkan Amerika Serikat terhadap Iran sangat berbahaya bagi dunia.

"Mereka yang melancarkan perang ekonomi terhadap rakyat Iran atau mereka yang mengoperasikannya jangan harap terhindar dari dampaknya," papar Zarif.

Sementara itu, Heiko Maas di kesempatan tersebut seraya menjelaskan bahwa pengaruh dari luar Asia Barat terhadap negara-negara di kawasan ini, telah memicu instabilitas mengungkapkan, tensi yang ada di Asia Barat sangat berbahaya.

Kini musuh Republik Islam Iran khususnya Amerika Serikat telah menggelar perang ekonomi terhadap bangsa Iran. Namun apa tujuan dari perang ekonomi ini ?

Propaganda dan perang syaraf menunjukkan bahwa pertama-tama Amerika berencana memisahkan rakyat dan pemerintah melalui perang ekonomi. Melalui tujuan ini, bahkan Amerika berusaha mencegah masuknya bantuan kemanusiaan kepada korban bencana banjir di Iran dengan dalih sanksi.

Adapun tujuan kedua dari perang ekonomi adalah merusak proses pertumbuhan

dan kemajuan ekonomi Iran.

Dengan memaksakan undang-undang dalam negerinya, Amerika bahkan memaksa negara lain dan perusahaan asing mengikutinya dalam program sanksi ini. Padahal sanksi ini jelas-jelas tidak memiliki legalitas internasional. Di sisi lain berbagai resolusi Majelis Umum PBB yang dirilis telah melarang pemerintah di berbagai negara dunia untuk menerapkan undang-undang mereka di luar wilayahnya.

Butir kedua pasal 7 piagam PBB juga merujuk pada prinsip tidak mengintervensi urusan internal negara lain. Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA) yang tercatat sebagai kesepakatan multilateral dengan jaminan impelentasi politik, juga ditandatangani dalam koridor prinsip ini. Oleh karena itu, Dewan Keamanan PBB meratifikasi resolusi 2231 setelah enam hari dari penandatanganan JCPOA. Resolusi ini selain mencabut sanksi sebelumnya terhadap Iran, juga membenarkan JCPOA dan menuntut implementasi penuh kesepakatan ini berdasarkan jadwal yang telah ditentukan.

Dengan demikian langkah Amerika keluar dari JCPOA dan memulihkan kembali sanksi terhadap Iran, jelas-jelas melanggar resolusi Dewan Keamanan dan sama sekali tidak ada pembenaran. Sikap ini pastinya memiliki dampak destruktif bagi supremasi hukum (Rule of Law), multilateralisme dan prinsip-prinsip diplomasi.

Tak diragukan bahwa sanksi sepihak yang diberlakukan oleh Amerika terhadap Republik Islam Iran khususnya pasca pelanggaran JCPOA yang membidik sejumlah besar sektor mulai ekspor-impor produk perdagangan, minyak, petrokimia, industri transportasi, pertukaran valuta asing, perbankan dan bahkan impor obat-obatan serta makanan bertentangan dengan jaminan perdamaian serta memperkokoh keamanan global.

Di kondisi seperti ini hanya ada dua opsi. Pertama, menyerah dan memberi upeti kepada pemerintah yang lari dari hukum. Memilih opsi ini tentunya merugikan seluruh negara dan hasilnya adalah krisis, tensi dan instabilitas global.

Opsi kedua adalah menolak tuntutan kubu arogan danm embela kepentingan legal seluruh negara dalam koridor hukum internasional. Oleh karena itu, jika Eropa serius mengkhawatirkan tensi dan krisis serta keamanan regional, maka solusi tunggal adalah melawan sanksi serta berusaha menghentikan perang ekonomi terhadap Iran.

Hal ini juga ditekankan Presiden Republik Islam Hassan Rouhani saat bertemu dengan Menlu Jerman Heiko Maas. Rouhani menegaskan, keamanan kawasan tidak akan pernah diraih dengan represi dan sanksi terhadap bangsa Iran.

Kini harus dilihat apakah Eropa ingin memanfaatkan peluang terakhir untuk tetap mempertahankan JCPOA dan mengkompensasi kekurangan yang dipaksakan terhadap perdagangan dan laju ekonomi di Iran.



/129