Kantor Berita Ahlulbait

Sumber : Pars Today
Senin

3 Juni 2019

05.25.35
946553

Ketika Amerika Serikat Mundur dari 12 Syarat Negosiasi dengan Iran

Setahun setelah menteri luar negeri Amerika Serikat menetapkan 12 syarat untuk melakukan perundingan dengan Iran, sekarang Mike Pompeo mengatakan AS siap melakukan negosiasi tanpa syarat dengan Iran.

(ABNA24.com) Setahun setelah menteri luar negeri Amerika Serikat menetapkan 12 syarat untuk melakukan perundingan dengan Iran, sekarang Mike Pompeo mengatakan AS siap melakukan negosiasi tanpa syarat dengan Iran.

"Beberapa hari lalu, Presiden Trump menyampaikan keinginannya untuk melakukan perundingan dengan  Iran," ungkap Mike Pompeo, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat dalam konferensi pers bersama timpalannya dari Swiss.

Sekalipun demikian, Pompeo tetap saja mengulangi tuduhannya kepada Iran dengan ucapannya, "Ketika Iran sampai pada satu kesimpulan bahwa mereka akan berperilaku seperti negara-negara lainnya, kami pasti siap untuk melakukan perundingan."

Padahal sebelum ini sekitar setahun lalu ketika Amerika Serikat menarik diri dan keluar dari kesepakatan nuklir dengan Iran, Pompeo menetapkan 12 syarat untuk bernegosiasi dengan Iran, termasuk menghapus program nuklir dan rudal Iran serta Tehran harus memutuskan dukungan atas kelompok Muqawama di kawasan.

Waktu itu, pemerintah Trump masih memiliki harapan dengan keluar dari kesepakatan Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA) dan ancaman untuk mengembalikan sanksi nuklir, bahwa Republik Islam Iran dapat dipaksa untuk memasuki perundingan menyeluruh baik nuklir dan non nuklir dengan Washington. Tapi ternyata setelah resistensi maksimum Iran menghadapi tekanan maksimum Amerika menunjukkan bahwa Iran tidak akan berunding di bawah ancaman dengan pihak yang melanggar janji bernama Amerika Serikat.

Sekarang, dengan menerapkan kebijakan "ekspor nol" minyak Iran, menyebut Pasukan Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) sebagai teroris dan mengirim persenjataan seperti kapal induk dan pesawat pembom B-52, tekanan Amerika Serikat mencapai puncaknya, sementara kartu yang dimiliki para pejabat Amerika Serikat hanya dua; usulan perundingan rahasia atau perang. Bahkan kubu paling ekstrim yang anti Iran di Amerika Serikat justru memperingatkan tentang konsekuensi buruk politik, keamanan dan ekonomi dari agresi militer ke Iran dan berkali-kali mereka berbicara kepada Trump untuk tidak terlibat konflik militer dengan Iran.

Sampai-sampai Senator Republikan Richard Blake dalam suratnya kepada Donald Trump menulis, "Bangsa kita sudah lelah dengan perang. Perang terhadap Iran sama sekali tidak mendapat dukungan rakyat. Saya mengkhawatirkan kalau kita menyerang Iran, partai Republik akan menanggung kekalahan bersejarah dalam pemilu presiden 2020."

Dari sini, retorika para pejabat pemerintah Trump mulai melunak di hari-hari terakhir dengan melihat ketidaklogisan perang dengan Iran dan berlanjutnya resistensi Iran menghadapi ancaman Amerika Serikat. Sikap ini juga diambil dengan harapan dapat mencari solusi dari krisis yang mereka lakukan sendiri terhadap Iran. Sambutan Trump atas rencana kunjungan Shinzo Abe, Perdana Menteri Jepang ke Iran yang disebut media-media sebagai upaya mediasi Tokyo antara Tehran dan Washington dapat dianalisa dalam kerangka ini.

Bagaimanapun juga, penekanan beberapa kali yang disampaikan para pejabat tinggi Iran dalam beberapa pekan terakhir untuk tidak melakukan negosiasi di bawah tekanan, kini pemerintah AS tampaknya, setidaknya dalam retorika, berusaha untuk menghadapi Iran dengan lebih berhati-hati. Tetapi apa yang penting dalam ketegangan yang ada saat ini adalah perubahan perilaku Amerika Serikat dan bukan perubahan retorikanya. Dengan kata lain, selama Trump tidak mengevaluasi kebijakan tekanan maksimum dan tidak menunjukkan ada upaya untuk mengurangi tekanan, kesempatan untuk apa yang dikatakan Pompeo sebagai perundingan dengan Iran tidak akan pernah terwujud.




/129