Kantor Berita Ahlulbait

Sumber : Takfiri
Minggu

21 Desember 2014

14.21.19
659834

Ayatullah Ja’far Subhani:

Enam Langkah Strategis dalam Menghadapi Takfiri

"Takfiri merupakan sebuah musibah dan penyakit yang muncul dalam masyarakat Islam. Jadi sebagaimana penyakit pada umumnya, maka takfiri juga membutuhkan penyembuhan termasuk pencegahan."

Menurut Kantor Berita ABNA, Ayatullah Ja'far Subhani dalam mejelis penutupan Kongres Gerakan Ekstremisme dan Takfiri Dalam Pandangan Ulama Islam berkata, "Sebagian karya ditulis untuk mendukung kemunculan Takfiri. Kita juga mendengar ucapan mereka yang semua ini cenderung ke arah Takfiri, yang mana para hadirin yang terhormati melalui forum ini telah menyampaikan pengecaman dan mengutuknya. Masing-masing percaya bahwa Allah Swt tidak ridha dengan apa yang mereka lakukan. Para ulama fikih Islam juga mempunyai bukti tentang adanya konspiarsi ini. Mereka meyakini, bahwa melalui pengadilan syariat saja seseorang dapat diklasifikasikan dan divonis kafir.”

Setelah itu beliau menyampaikan sambutan dalam bahasa Arab dengan menyatakan masalah Takfiri merupakan sebuah urusan yang dikecam sepenuhnya dalam Islam dan tidak mendapatkan tempat dan hujjah oleh nash-nash syariat, "Takfiri merupakan sebuah musibah dan penyakit yang muncul dalam masyarakat Islam. Jadi sebagaimana penyakit pada umumnya, maka takfiri juga membutuhkan penyembuhan termasuk pencegahan."

Ayatullah Subhani kemudian menceritakan beberapa perkara penting sebagai jalan penyelesaian krisis Takfiri yaitu tidak cukup dengan hanya menulis artikel dan mengeluarkan fatwa, "Kita perlu menyediakan langkah-langkah strategis untuk mencabut akar persoalan ini; oleh karena itu, diusulkan untuk membuat membuat rencana-rencana alternatif untuk menghadapi gerakan takfiri.”

Beliau juga menganggap tindakan menyadarkan masyarakat di negara-negara Islam melalui media dan minbar-minbar masjid tentang bahaya gerakan dan pemahaman Takfiri merupakan langkah strategis yang cukup mampan demi menghadapi masalah Takfiri, "Sekiranya terdapat kemungkaran dalam masyarakat, maka kita perlu berdiri menghadapinya. Hari ini pengkafiran atas ahli kiblat yang juga menunaikan ibadah shalat dan haji terkategori sebagai kemungkaran yang paling besar. Bahkan lebih dari itu, dengan dalih kafir, mereka berlaku kejam atas saudara seagama. Mereka membantai dan bertindak dengan tidak berprikemanusiaan. Ini disebabkan kesalah pahaman atas nash-nash agama, yang justru memberi keuntungan kepada pihak musuh.”

Ulama besar yang juga marja taklid terkenal di kota Qom ini kembali berkata, memperkenalkan ajaran Islam yang sebenarnya adalah langkah strategis kedua, yaitu Islam yang ramah dan pemberi rahmat sesuai dengan tuntunan Nabi Saw. “Ajaran Islam yang sesungguhnya adalah menyeru kepada ajakan yang memanusiakan manusia, untuk lebih mengutamakan persaudaraan dan keharmonisan antara kalangan masyarakat Islam.Anjuran untuk saling memuliakan bukan hanya untuk sesama muslim, namun juga untuk penganut agama lain. Berdasarkan ajaran Islam ini, maka secara tegas dikatakan, darah umat Islam haram hukumnya untuk ditumpahkan. Namun takfiri dan gerakannya telah menodai ajaran Islam ini, dengan menggunakan simbol-simbol Islam mereka memperkenalkan kemasyarakat dunia bahwa Islam adalah ajaran teror dan penuh kekerasan.”

Ayatullah Subhani turut menerangkan beberapa langkah efektif lain dalam menangani kemelut yang diciptakan kelompok takfiri, "Demi merealisasikan misi tersebut, pertemuan-pertemuan seperti ini perlu diteruskan dan digalakkan. Pertemuan yang dilakukan hendaklah lahir dari keinginan dan tekad kuat bersama untuk menyelesaikan persoalan ini. Sehingga yang hadir di pertemuan seperti ini, ketika kembali ketengah-tengah masyarakatnya menceritakan apa yang sebenarnya terjadi saat ini. Umat Islam tidak boleh dibiarkan lalai dari persoalan, mereka tidak boleh dibiarkan buta dengan kondisi dunia Islam hari ini. Ulama-ulama Islamlah yang paling bertanggungjawab untuk mengakhiri episode tragis umat Islam.”

Mengenai langkah strategis keempat, Ayatullah Subhani berkata, “"Tidak diragukan lagi, di kalangan umat Islam ada perbedaan pandangan dalam bidang fikih termasuk sejumah entri dari bahasan akidah, dan masing-masing pandangan memiliki hujjah yang kuat. Namun sekiranya kita ingin mengenali sebuah mazhab, hendaklah kita melihat sumber-sumber asli yang dipegang mazhab tersebut yaitu berdasarkan apa yang dijelaskan oleh ulamanya. Salah satu argumen yang menjadi jurang pemisah adalah kita tidak melihat sumber asli mazhab tersebut dan bagaimana ulama yang paling berwenang dalam hal tersebut menjelaskannya."

“Langkah selanjutnya, adalah membersihkan silabus materi pelajaran Islam disekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan yang mengandung unsur-unsur pemahaman takfiri, seperti pandangan yang menyebutkan bertawassul kepada para Nabi hukumnya syirik, berziarah kubur haram hukumnya dan sebagainya. Tidak dapat dipungkiri, materi Islam yang diajarkan sekolah memberikan pengaruh besar terhadap generasi muda Islam. Kita tidak bisa pungkiri, adanya peran agen-agen Barat dalam penyusunan materi-materi kurikulum pelajaran Islam di sekolah-sekolah. Dan ini harus mendapatkan langkah antisipasi yang sifatnya segera dan mendesak.” tambahnya lagi.

Ayatullah Subhani menambahkan, “Akar dari pemahaman takfiri adalah kesalahan dalam memaknai kufir, tauhid, syirik dan bid’ah. Ini yang harus diluruskan.”

Di ujung penyampaiannya, Ayatullah Ja'far Subhani berkata, "Hal yang sangat mengherankan adalah sikap Barat yang bermuka dua. Disatu sisi mereka mengecam aksi terorisme dan menyebutnya sebagai aksi yang menciderai Islam, namun disaat yang sama mereka memberikan dukungan bahkan membiayai gerakan-gerakan terorisme di Negara-negara lain.”

"Kepada Allah Swt jualah akhirnya kita memohon agar para hadirin dalam konferensi ini senantiasa mendapatkan kesehatan dan keselamatan sehingga dapat menjalankan amanah-amanah dari pertemuan ini.” tutupnya.

Konferensi Internasional Gerakan Ekstremisme Dan Takfiri dalam Pandangan Ulama Islam telah terselenggara selama dua hari di kota Qom pada 23 dan 24 November lalu yang diprakarsai Ayatullah Makarim Syirazi dan Ayatullah Ja'far Subhani dengan kerjasama  Majma' Jahani Ahlul Bait, Jamiatul Mustafa al-Alamiyah dan lembaga-lembaga Islam lainnya dengan tujuan membincangkan akar krisis Takfiri serta mencari jalan penyelesaiannya. Konferensi ini setidaknya dihadiri kurang lebih 350 ulama Sunni dan Syiah yang mewakili 80 negara.