Kantor Berita Ahlulbait

Sumber : www.abna.ir
Rabu

5 Maret 2014

20.30.00
511652

Analisa:

Pemain Timnas Sepakbola Perempuan Iran Sengaja Merektut Pemain Pria?

Namun ketika membaca kutipan Republika yang juga dinukil oleh Dakwatuna, kesimpulannya, adalah Iran melegalkan homoseksual dan seks pra nikah sebagaimana telah dilegalkannya operasi transgender sesuai dengan fatwa Imam Khomeini. Tekhnik pemberitaan Republika sama halnya melakukan manipulasi informasi karena mengarahkan pembaca pada kesimpulan yang berbeda dan salah.

Menurut Kantor Berita ABNA, Berita mengenai empat pemain Timnas Sepakbola perempuan Iran yang ternyata laki-laki, juga tersiar sampai ke Indonesia. Berita tersebut pun tidak luput menjadi sasaran untuk kembali mendiskreditkan Iran dan mewacanakan propaganda negatif terhadap Iran.

Bahkan oleh media takfiri dan anti Iran dilarikan ke isu mazhab, untuk menjelek-jelekkan mazhab tertentu. Padahal, yang menemukan pelanggaran tersebut adalah Federasi Sepakbola Iran [IRIFF] sendiri dan pertama kali diberitakan oleh media Iran sendiri yaitu IRNA yang kemudian dinukil oleh media Inggris dan akhirnya sampai ke Indonesia. Pelanggaran tersebut terjadi karena kelemahan kontrol dalam perekrutan pemain oleh klub yang bermain di Liga Sepakbola Perempuan setempat. Dan ketika menjalani perekturan dan seleksi untuk pemain Timnas, baru indetitas kelamin keempat pemain tersebut terungkap.

Ahmad Hashemian, kepala komite medis federasi sepak bola Iran, menegaskan dan menghimbau tiap klub untuk wajib melakukan pemeriksaan kesehatan untuk menentukan jenis kelamin pemain mereka sebelum teken kontrak.

Jadi, pelanggaran yang terjadi bukan faktor kesengajaan Federasi sepakbola Iran untuk melibatkan pemain laki-laki dalam turnamen sepak bola perempuan dalam kompetisi internasional. Kalau  hal tersebut adalah faktor kesengajaan dan merupakan cara Federal Sepakbola Perempuan Iran untuk meraih prestasi meskipun itu tidak sportif, media Iran akan menutup-nutupi berita ditemukannya pelanggaran tersebut. Bukan malah mempublikasikannya sehingga menjadi isu internasional. Federasi sepakbola Iran secara professional menindak lanjuti pelanggaran tersebut dengan memecat keempat pemain yang dimaksud dan melarangnya bermain di cabang sepakbola perempuan disemua kompetisi, sampai mereka menjalani operasi transgender secara komplit dan menjalani pengobatan karena mengidap kelainan seksual.

Ada yang menarik, sekaligus membuat kita miris. Tempo dalam pemberitaannya mengenai kasus tersebut menulis, “Iran, negara yang berdasar hukum Islam, mengharamkan praktek homoseksual dan seks pranikah. Namun mereka melegalkan operasi kelamin sejak pemimpin mereka, Ayatollah Ruhollah Khomeini, mengeluarkan fatwa perubahan kelamin pada 1979.” Sementara Harian Republika yang kemudian dinukil oleh sejumlah media Islam menuliskan, “Operasi ganti kelamin telah sah di Iran sejak 1979. Pemimpin spiritual Ayatullah Rahullah Khomeini saat itu mengeluarkan fatwa yang menerima orang-orang transgender. Fatwa tersebut berbanding terbalik dengan peraturan syariah yang melarang homoseksual dan berhubungan badan sebelum menikah.”

Kutipan Tempo menegaskan, praktek homoseksual dan seks pranikah dilarang di Iran, sebab Iran adalah Negara yang berdasarkan hukum Islam, kedua praktek tersebut adalah pelanggaran syariat. Namun ketika membaca kutipan Republika yang juga dinukil oleh Dakwatuna, kesimpulannya, adalah Iran melegalkan homoseksual dan seks pra nikah sebagaimana telah dilegalkannya operasi transgender sesuai dengan fatwa Imam Khomeini. Tekhnik pemberitaan Republika sama halnya melakukan manipulasi informasi karena mengarahkan pembaca pada kesimpulan yang berbeda dan salah.

Patut juga mendapat perhatian, judul yang dipilih Republika mengenai berita tersebut, “Ups… Empat Pemain Timnas Wanita Iran Ternyata Laki-laki.” Penggunaan kata “Ups” hendak menunjukkan federasi sepakbola Iran ketahuan dan tertangkap basah melakukan pelanggaran dan kecurangan. Padahal yang sebenarnya, Federasi Sepakbola Iran sendiri menemukan pelanggaran tersebut setelah memperketat seleksi dan melakukan tes medis berulang kali berdasarkan laporan masyarakat, sampai kemudian menemukan empat orang dari pemain Timnas tersebut yang terdeteksi masih berjenis kelamin laki-laki. Jadi kalaupun disebut pelanggaran atau kesalahan, ada pada penyeleksian dan perekrutan pemain di tingkat klub yang lemah. Dengan memberitakan kasus tersebut media Iran dan Federasi Sepakbola Iran pada hakekatnya mengingatkan federasi Negara lain untuk tidak kecolongan dan mengalami hal yang serupa.

Dengan adanya pemberitaan yang cenderung menyimpang dari berita sebenarnya tersebut, beberapa akun di media social Facebook dan Twiteer menuliskan komentar miring. Diantaranya, "Ada-ada saja. Sampai urusan jenis kelaminpun Syiah pake taqiyah. Allahul Musta’an". Komentar cacian dan berupa Syiah Kafir dan Iran sialan pun bertebaran di media sosial tersebut. Bahkan ada yang menyebutkan Iran adalah Negara kotor dan menjijikkan karena melegalkan perzinaan dan praktik homoseksual.

Sementara Era Muslim menulis berkaitan dengan berita yang sama, “Perlu dicatat bahwa operasi kelamin merupakan tindakan ILEGAL di Iran sejak tahun 1979, menurut fatwa Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Khomeini.” Mungkin maksudnya adalah LEGAL, namun kesalahan fatal tersebut sangat mengganggu.

Ada apa dengan media Islam Indonesia?.

 

 

<!--[if !supportLineBreakNewLine]--><!--[endif]-->