Kantor Berita Ahlulbait

Sumber : www.abna.ir
Kamis

28 Maret 2013

16.38.00
403845

Dr. Sayyid Husaini Qaswini:

Jangan Abaikan Pembahasan Kesyahidan Sayyidah Fatimah as

Selain Syiah, seluruh mazhab-mazhab Islam khususnya firqah Wahabi mempunyai pendirian dalam masalah ini, yaitu kesyahidan Fathimah as adalah bukti kebenaran Syiah; oleh karena itu kelompok Wahabi berusaha keras memperselisihkan persoalan ini, dan mereka mengada-adakan syubhat dan keraguan mengenai kesyahidan putri kesayangan Rasulullah Saw tersebut.

Menurut Kantor Berita ABNA, ulama pakar ilmu perbandingan mazhab dan firqah-firqah dalam Islam  Hujjatul Islam Wal Muslimin Dr. Sayyid Husaini Qazwini dalam wawancaranya dengan wartawan ABNA memberikan penjelasan mengenai Ahlul Bait Nabi Saw khususnya yang berkenaan dengan Sayyidah Fatimah as. Mengenai jumlah keturunan Nabi Saw, Dr. Qazwini mengatakan, "Rasulullah Saw memiliki beberapa anak. Yang masyhur dari berbagai versi sejarah beliau Saw memiliki 4 orang putra dan 4 orang putri. Diantara puteri perempuan beliau Zainab, isteri Abul 'Ash bin al-Rabi', Ummu Kulthum dan Ruqayyah yang menjadi isteri Utbah dan Utaibah yang juga menantu Abu Lahab (bercerai setelah turun ayat "Al Lahab"), kemudian Fathimah Az-Zahra. Sementara putera-putera beliau Saw Qosim, Tayyib dan Thahir yang mana mereka meninggal dunia sejak masih kecil. Pusara mereka terletak di permakaman Abu Thalib. Dan Anak ke-empat Rasulullah Saw Ibrahim yang lahir dari hasil pernikahan beliau dengan Mariah Qibtiyah juga lahir di Madinah, beliau wafat di kota tersebut dan dimakamkan di pemakaman Baqi'."

Kedudukan Fathimah al-Zahra as

Di antara delapan anak-anak Nabi Saw tersebut, Fathimah Az-Zahra mempunyai kedudukan yang paling istimewa. Ini disebabkan banyak hadits dari Nabi yang menyebutkan bahwa Sayyidah Az Zahra berada di peringkat Shiddiqah Thahirah, sementara tidak seorang pun anak-anak nabi yang lain memiliki kedudukan ini. Perhatikan hadis di sini bukanlah mengenai hubungan antara seorang ayah dengan anak perempuannya, bahkan menerangkan kedudukan Zahra Mardhiyyah as di sisi Allah SWT.

Hadis kedudukan Fathimah az-Zahra as di dalam kitab-kitab Ahlusunnah

Di antara hadis-hadis keutamaan Sayyidah Fathimah az-Zahra as yang banyak terdapat di dalam kitab-kitab Ahlus Sunnah bisa dijabarkan diantaranya sebagai berikut:


- Sahih al-Bukhari, jilid 4 hal. 209, hadis 3711. Nabi Saw bersabda:

فاطمة سيدة نساء اهل الجنة

Fathimah adalah penghulu wanita ahli syurga.

- Dalam kitab yang sama, jilid 4, halaman 210, hadis 3714, Nabi Saw bersabda:


فمن أغضبها فقد أغضبني

Barangsiapa yang menyebabkan Fathimah marah, maka ia menyebabkan aku marah.


Kesyahidan Fathimah membuktikan kebenaran Syiah

Selain Syiah, seluruh mazhab-mazhab Islam khususnya firqah Wahabi mempunyai pendirian dalam masalah ini, yaitu kesyahidan Fathimah as adalah bukti kebenaran Syiah; oleh karena itu kelompok Wahabi berusaha keras memperselisihkan persoalan ini, dan mereka mengada-adakan syubhat dan keraguan mengenai kesyahidan putri kesayangan Rasulullah Saw tersebut.

Syubhat pertama, mengenai hadis "Fathimah adalah bagian dariku"

Wahabi merekayasa syubhat tidak berdasar dengan menyandarkan hadis Nabi Saw, "Fathimah adalah bagian dariku" untuk merendahkan derajat Imam Ali bin Abi Talib as.

Terdapat di dalam kitab Sahih al-Bukhari hadis 3110 dimana Nabi Saw bersabda, "فاطمة بضعة مني, yaitu Fathimah adalah bagian dariku. Kemudian sebuah hadis palsu dinukilkan dari Miswar bin Makhramah yang lahir pada tahun kedua Hijrah. Berkenaan dengan perkara ini, tokoh seperti Abu Ilm salah seorang ulama besar Universitas al-Azhar dalam kitab Fathimah al-Zahra halaman 170 telah menulis bahwa hadis Ali melamar Juwirah telah terjadi di dalam tahun kedua Hijrah. Di zaman itu Miswar belum lahir ataupun masih dalam gendongan.

Bantahan Kedua, Juwirah masih kafir sampai tahun kedelapan Hijriah, jadi sangat tidak logis ia mendapat lamaran dari Imam Ali sementara Juwirah masih dalam keadaan kafir. Bantahan ketiga, ketika Nabi masih hidup, Juwirah tidak pernah ke Madinah sampai tahun kesepuluh Hijrah,

Syubhat kedua; menganggap kesyahidan Fathimah az-Zahra as sebagai cerita dongeng dan bualan orang-orang Syiah.

Namun sebagai jawaban atas syubhat tersebut:

Pertama, Ibnu Taimiyah selaku Syaikhul Wahabi di dalam kitab Minhaj al-Sunnah jilid 4 halaman 220 telah menulis bahwa: كبس البيت , iaitu: ketika orang-orang suruhan khalifah memasuki rumah Fathimah dengan kekerasan..."

Kedua,  guru Zahabi Juwaini, di dalam kitab Fara'id Simthain menukilkan sabda Nabi Saw, "Kalian akan melihat anak perempuanku akan terbunuh secara menyedihkan (مغمومة مغصوبة مقتولة)."

Ketiga, al-Marhum Kulaini meriwayatkan daripada Imam Ja'afar al-Sadiq: "Bunda kami Fathimah Az-Zahra telah syahid."

Keempat, Shahrestani di dalam jilid pertama kitab al-Milal wan Nihal halaman 67 menukilkan daripada Nazzam bahwa khalifah kedua menendang perut Fathimah Az-Zahra yang menyebabkan beliau keguguran sebab saat itu beliau sedang mengandung.

Kelima, hal tersebut telah ditulis oleh Ibnu Hajar di dalam Mizan al-I'tidal dan Lisan al-Mizan.

Syubhat ketiga; mengapa Imam Ali as tidak membuka pintu rumah?

Syubhat yang lain menegaskan bahwa: Sekiranya Ali bin Abi Thalib di dalam rumah Fathimah Az-Zahra, mengapa pula Fathimah yang membuka pintu sehingga kejadian tersebut terjadi sedangkan membuka pintu sepatutnya dilakukan oleh laki-laki yang berada di dalam rumah, ini bertentangan dengan kemuliaan laki-laki utamanya laki-laki Arab sebagaimana tradisi yang ada.

Jawaban:

Pertama, Ibnu Asakir di dalam Kitab Tarikh Dimashq, jilid 42 menyatakan: "Nabi Saw duduk di dalam rumah sementara pintu rumah sedang diketuk. Baginda bersabda kepada Ummu Salamah:

 «یا ام السلمه قومي فافتحي له»

Wahai Ummu Salamah! bangkitlah dan bukalah pintu untuknya."

Kedua, di dalam kitab yang sama, jilid 44, halaman 35: Umar bin al-Khattab datang dan mengetuk pintu sedangkan Nabi berada di dalam rumah. Namun baginda bersabda kepada Khadijah as,  

«افتحي يا خديجة»

Wahai Khadijah, bukalah pintu.

Ketiga: di dalam jilid pertama kitab Ihtijaj Thabarsi, jilid 292: Pada suatu hari, Nabi Saw duduk di dalam rumah di mana Amirul Mukminin Ali as mengetuk pintu. Baginda bersabda kepada Aisyah:

 «افتحي له الباب»

Bukakan pintu untuknya. Sekarang pertanyaannya apakah laki-laki Wahabi lebih mulia dibanding Nabi?

Keempat, Ibnu Taimiyah menulis di dalam kitab Minhaj al-Sunnah, tidak ada seorangpun yang membuka pintu rumah; bahkan para penyerang menyerang masuk ke dalam rumah dengan leluasa.

Kelima, menurut ayat 27 dari surah Nur, di dalam al-Quran:

یا ایها الذین آمنوا لا تدخلوا بیوتا غیر بیوتکم حتی تستانسوا

yaitu tidak boleh masuk ke dalam rumah sampai ada izin. Di tempat lain juga terdapat ayat:

یا ایها الذین آمنوا لاتدخلوا بیوت النبي الا ان یؤذن لکم

Dari perspektif lain, Suyuthi telah menulis dalam jilid ke 5 Kitab al-Durr al-Manthur, halaman 50: Rumah Zahra adalah rumah kenabian. Oleh itu Fathimah az-Zahra dan Ali as berdiri di atas kepercayaan bahwa para penyerang rumah kenabian sekurang-kurangnya menghormati rumah orang yang beriman, bukan mengabaikan perintah Allah dan RasulNya sehingga membakar rumah Ahlul Bait dan masuk ke dalam rumah dengan cara kekerasan.

Syubhat ke-empat, rumah-rumah di Madinah tidak berpintu?

Syubhat yang lain dinyatakan sebagai, rumah-rumah Madinah di zaman tersebut tidak berpintu, hanya ditutupi tirai atau tikar kayu! Mereka menciptakan syubhat tersebut untuk mendustakan peristiwa Fathimah az-Zahra berada di belakang pintu.

Namun sebagai jawaban:

Pertama, al-Quran di dalam Surah Nur menerangkan:

ولا عَلَی أَنفُسِکُمْ أَن تَأْکُلُوا مِن بُیُوتِکُم أَو بُیُوتِ آبَائِکُم أَو بُیُوتِ أُمَّهَاتِکُم أَو بُیُوتِ إِخوَانِکُم أَوْ بُیُوتِ أَخَوَاتِکُم أَو بُیُوتِ أَعمامِکُم أَوْ بُیُوتِ عَمَّاتِکُم أَوْ بُیُوتِ أَخوالِکُم أَوْ بُیُوتِ خَالاتِکُمْ أَوْمَا مَلَکتُم مَّفَاتِحَهُ أَو صَدِیقِکُم لَیسَ عَلَیْکُم جُنَاحٌ أَن تَأْکُلُوا جَمِیعًا أَوْ أَشْتَاتًا

Yaitu, dan juga tidak ada salahnya bagi kamu makan di rumah kamu sendiri, atau di rumah bapak kamu, atau di rumah ibu kamu, atau di rumah saudara kamu yang lelaki, atau di rumah saudara kamu yang perempuan, atau di rumah bapak saudara kamu, atau di rumah ibu saudara kamu, atau di rumah bapak saudara kamu, atau di rumah ibu saudara kamu, atau di rumah yang kamu miliki kuncinya, atau di rumah sahabat kamu; tidak juga merupakan kesalahan bagi kamu, makan bersama-sama atau sendirian.

Sekarang, sekiranya rumah-rumah di Madinah saat itu tidak mempunyai pintu, apakah mereka akan memasang kunci pada tirai dan tikar kayu? Atau - Na'uzubillah - Al-Quran khilaf dalam perkara ini? maka kita perlu mengatakan bahwa yang menyatakan syubhat tersebut sedikit pengetahuannya mengenai Al-Qur'an.

Kedua, di dalam kitab Sahih Muslim - antara kitab paling muktabar setelah al-Quran di kalangan Ahlusunnah - dalam jilid ke 6 halaman 105, hadis 5136, dinyatakan bahwa Nabi Saw memerintahkan: Tutuplah pintu di waktu malam. Apakah mereka menutup tikar kayu atau tirai? Apakah mereka menyebut tirai sebagai pintu?

Ketiga, Bukhari telah menulis di dalam jilid pertama, Kitab Al-Adab al-Mufrad, halaman 272:

فسألته عن بيت عائشة فقال كان بابه من وجهة الشام فقلت مصراعا كان أو مصراعين قال كان بابا واحدا قلت من أي شيء كان قال من عرعر أو ساج

Perawi bertanya: Pintu rumah Aisyah mempunyai satu daun pintu atau dua? jawabnya: satu pintu, aku bertanya jenis apakah ia? jawabnya: dari pohon juniper atau saj.

Sekarang, bagaimana mungkin rumah Aisyah mempunyai pintu yang dibuat dari kayu juniper, namun rumah Fathimah anak Nabi tidak mempunyai pintu sebagaimana yang telah disebutkan?.

Wahabi Bungkam Mengenai Kesyahidan Fathimah az-Zahra.

Cerita Dr. Qaswini lagi, "Saya pernah berdebat dengan salah seorang syeikh Wahabi di Dubai. Saya tunjukkan kepadanya Sahih Bukhari dan bertanya, apakah anda terima hadis ini; yaitu Nabi Saw bersabda Fathimah as adalah bagian dari diriku, barangsiapa yang menyakitinya maka ia telah menyakitiku? Jawabnya saya terima. Saya berkata, apakah kamu juga terima bahwa Fathimah as telah murka kepada Syaikhain (Abu Bakar dan Umar)? Jawabnya: ini adalah kedustaan yang dibuat-buat oleh Syiah. Lantas saya buka kitab Sahih al-Bukhari dan menunjukkan hadis ini kepadanya. Beliau melihat tulisan pada sampul kitab tersebut dan berkata: Kitab ini telah dicetak di Beirut, dan saya tidak menerimanya, bawakan kitab yang telah dicetak di Arab Saudi! Saya berkata, Percetakan kitab ini bukanlah milik Syiah. Lagi pula di Lebanon Syiah bukanlah penduduk mayoritas. Sekiranya satu hadis dalam kitab mereka diubah, sudah pasti percetakannya akan ditutup, apa lagi sekiranya hadis ini dicetak dengan kedustaan!

Setelah itu saya tunjukkan kepadanya sebuah riwayat dari kitab Shahrestani dan Ibnu Qutaibah Dainuri yang menegaskan kesyahidan Fathimah Zahra as. Ketika hadis-hadis yang terdapat dalam kitab-kitabnya tersebut saya bacakan, beliau menggelengkan kepalanya seraya berkata, "Esok malam saya akan membawakan jawaban kepada anda."

Besok malam, saya telah menunggu lama, namun dia tetap tidak datang. Saya menelepon kepada tuan rumahnya dan bertanya, Kenapa Syeikh tidak datang untuk meneruskan dialog? Tuan rumahnya berkata, "Syeikh Wahhabi itu sedang menulis sepucuk surat kepada salah seorang ulama besar Arab Saudi dan berkata: Saya telah menemui jalan buntu dalam perdebatan mengenai Fathimah az-Zahra, dan secara zahirnya seluruh bukti-bukti adalah sahih. Tolong kirimkan saya jawaban yang merontokkan gigi.

Menarik perhatian di sini, setelah seminggu barulah jawaban tiba yaitu: Hadis-hadis ini memang sahih dan terdapat di dalam kitab-kitab kita, namun janganlah sekali-kali kamu membahas dan mendiskusikannya dengan ulama Syiah!

Betapa pentingnya persatuan Islam dengan memelihara syiar-syiar Fathimah

Topik persatuan Islam sangatlah penting, Fathimah az-Zahra as juga mempunyai kedudukan yang tinggi sebagaimana ucapan al-Marhum Ayatullah Fadhil Lankarani, kedudukan Fathimah tidaklah bertentangan dengan masalah persatuan.

Dari satu sisi yang lain, pengaburan tema-tema mengenai kesyahidan Sayyidah Fathimah as menyebabkan kebenaran Syiah juga diselimuti kekaburan. Oleh karena itu persatuan kita hendaklah berdiri di atas prinsipnya yaitu pengungkapan hakikat sejarah yang sesungguhnya, namun pada saat yang sama kita tidak diperkenankan menyerang simbol suci Ahlusunnah.

Imam Khomeini selaku tokoh yang menyeru persatuan tidak pernah sekalipun mengabaikan pembahasan mengenai kesyahidan Sayyidah Fatimah as. Namun saat yang sama beliau juga menegaskan pentingnya masalah persatuan umat Islam. Karena itu, setiap tahunnya, di hari peringatan kesyahidan Sayyidah Fatimah, pemimpin besar Revolusi Islam Iran tersebut tetap melakukan majelis duka di rumah beliau.