Kantor Berita Ahlulbait

Sumber : Parstoday
Jumat

12 April 2024

19.09.47
1450794

Bagaimana Mengontrol Penjahat Perang Bernama Israel?

Dalam enam bulan terakhir, kejahatan yang tak terhitung jumlahnya yang dilakukan oleh Zionis, ditambah kelemahan serta kelambanan negara-negara dan organisasi internasional dalam menghadapi kejahatan perang yang dilakukan oleh Israel, sungguh mencengangkan. Sikap pasif dan dukungan terhadap genosida rezim zionis telah menyebabkan Israel lebih berani dan kejam di wilayah pendudukan. Israel, yang landasannya adalah kolonialisme, maka pembubarannya merupakan kebutuhan kemanusiaan dan internasional.

Terlepas dari sekitar 33.500 orang yang gugur syahid, lebih dari 75.000 orang terluka dan 7.000 orang hilang serta penghancuran besar-besaran di Gaza selama enam bulan terakhir, kejahatan Israel pada tanggal 1 April dapat dipelajari dari berbagai sudut pandang dan dapat memecahkan banyak perimbangan perang di Gaza. Pada tanggal tersebut, Israel melanggar Konvensi Jenewa, Konvensi Wina dan Statuta Roma dalam beberapa operasinya.

Pertama, tentara Israel mengumumkan pada pagi hari tanggal 1 April bahwa mereka telah berhasil mengakhiri operasi dua minggunya di Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza dan telah mundur dari sana. Pengepungan dan penyerangan selama dua minggu terhadap Rumah Sakit Al-Shifa menyebabkan kehancuran dan penutupan total kompleks medis ini. Rumah sakit tidak hanya menjadi tempat bagi orang sakit dan terluka untuk menerima perawatan, tapi setelah serangan Israel di Gaza, rumah sakit menjadi tempat perlindungan bagi ribuan pengungsi Palestina yang kehilangan tempat tinggal.

Setelah pasukan Israel mundur, puluhan mayat ditemukan di dalam dan di luar rumah sakit dengan tangan dan kaki terikat serta tanda-tanda penyiksaan atau bagian tubuh yang terpisah akibat ledakan atau tertimpa tank Israel.

Menurut video yang dirilis, para pasien dikurung dan dibiarkan tanpa perawatan dan makanan.

Serangan militer Zionis Israel terhadap Rumah Sakit Al-Shifa dan warga sipil, termasuk pasien dan staf medis, jurnalis dan pengungsi yang ditempatkan di rumah sakit tersebut, jelas merupakan pelanggaran terhadap berbagai Konvensi Jenewa Keempat (diadopsi pada tahun 1949) di bidang perlindungan warga sipil pada perang, termasuk pasal 18 dan 19 Konvensi dan protokol tambahan yang disetujui pada tahun 1977.

Kedua, beberapa jam kemudian, dilaporkan bahwa dalam serangan rudal rezim Israel terhadap konsulat Iran di Damaskus dan penghancuran gedung, tujuh anggota Korps Garda Revolusi Islam, termasuk Jenderal Mohammad Reza Zahedi, Komandan Pasukan Cabang Suriah dan Lebanon Pasukan Quds dan wakilnya, Mohammad Hadi Haji Rahimi, penasihat senior dan perwira militer Iran di Suriah dan lima perwira yang menemani mereka serta beberapa warga Suriah dan Lebanon gugur syahid.

Serangan ini bukan hanya merupakan contoh nyata penyerangan terhadap wilayah Suriah, selaku negara tuan rumah konsulat Iran, tapi juga merupakan serangan teroris yang dilakukan Zionis Israel terhadap warga Iran di lokasi diplomatik.

Selama enam bulan terakhir, rezim Israel telah menargetkan setidaknya tiga negara, Suriah, Lebanon dan Iran, dalam upaya memperluas cakupan perang melalui aksi terorisnya.

Tindakan Israel tanggal 1 April merupakan pelanggaran terhadap Konvensi Wina. Menurut Pasal 31 Konvensi Wina tentang Hubungan Konsuler tanggal 24 April 1963, “Tempat konsuler mempunyai kekebalan sepanjang diatur dalam pasal ini”.

Kelambanan terhadap langkah-langkah tersebut dapat menyebabkan dampak dan konsekuensi yang semakin besar.

Ketiga, pada malam hari yang sama, tujuh pekerja bantuan dari organisasi Dapur Pusat Dunia, yang pergi untuk mendistribusikan makanan di Jalur Gaza, menjadi korban serangan udara rezim Israel saat kembali. Padahal pergerakan anggota badan amal ini sudah diketahui tentara Israel.

Menurut pendiri badan amal ini, Israel telah menargetkan mereka secara sistematis dan mobil demi mobil.

Seorang pejabat senior bantuan kemanusiaan PBB di Gaza mengatakan, Sejak dimulainya perang antara Israel dan Hamas pada 7 Oktober tahun lalu, lebih dari 200 pekerja bantuan telah terbunuh di wilayah ini.