Kantor Berita Ahlulbait

Sumber : ابنا
Selasa

9 April 2024

06.21.49
1450184

Yaumul Quds, Hari Seruan Bela Palestina Sedunia

Yaumul Quds, adalah satu hari yang ditetapkan Imam Khomeini sebagai hari solidaritas umat Islam sedunia secara serentak dalam mendukung hak-hak legal bangsa Palestina, hari itu jatuh pada hari Jumat terakhir Ramadhan. Jumat terakhir Ramadhan tahun ini akan menjadi saksi sejarah, betapa muaknya dunia akan kejahatan Israel, dan kehancuran rezim ini tinggal menunggu waktu.

Tidak ada manusia yang masih memiliki hati nurani yang tidak menentang kriminalitas yang dilakukan rezim Israel saat ini di Gaza. Sejak 7 Oktober 2023 sampai 31 Maret 2024, selama 175 hari, 70.000 ton bahan peledak telah dijatuhkan ke penduduk Gaza. Kantor Informasi Otoritas Palestina di Jalur Gaza, dari 2.888 kejahatan dan pembunuhan di Gaza merilis data: 39.623 warga Palestina gugur syahid dan hilang, 75.092 luka-luka, lebih dari 7.000 orang masih hilang dan tertimbun reruntuhan bangunan dan 73% dari total korban serangan Israel adalah perempuan dan anak-anak. Tidak hanya itu, orang-orang yang dilindungi aturan internasional untuk tidak diserang dalam perang, 364 staf medis, 46 anggota tim SAR dan 136 jurnalis ikut gugur oleh kebiadaban Israel. Menurut laporan PBB, perang Israel di Jalur Gaza telah menyebabkan 85 persen penduduk wilayah tersebut mengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan. Sementara 60 persen infrastruktur di wilayah tersebut, sebut PBB, telah rusak atau hancur.

 Datangnya bulan Ramadhan, tidak menghalangi Israel untuk terus melanjutkan kekejiannya. Ketika umat Islam di negara lain, menyambut masuknya bulan Ramadhan, dengan kemeriahan, membakar petasan dan kembang api, menyalakan lentera dan meriuhkan malam dengan bunyi-bunyian, rakyat Gaza menjalani Ramadhan dengan dentuman bom yang memekakkan telinga, suara tangisan, dan kepengatan malam tanpa aliran listrik, serta makanan seadanya yang harus dibagi banyak orang. Tidak ada rumah sakit yang memadai, untuk menyembuhkan mereka yang terluka. Tidak ada relawan yang membantu anak-anak palestina untuk mengatasi trauma. Tidak ada kamp pengungsian yang aman dari serangan Israel bahkan sampai sulitnya bantuan kemanusiaan untuk masuk. Pendertiaan yang dialami rakyat Gaza sudah melampaui ambang batas.

Coba bayangkan, warga Gaza dihancurkan rumah-rumah mereka, sehingga dengan terpaksa mereka berbondong-bondong ke tempat pengungsian. Di tempat pengungsian yang membludak itu, mereka kembali dibom. Yang terluka di bawa ke rumah sakit, rumah sakit juga dijatuhi bom. Mereka mendirikan tenda-tenda darurat, untuk melanjutkan pengobatan pada warga yang terluka, tenda-tenda itu dibuldozer beserta dengan pasien yang masih hidup. Tim medis ditangkapi dan dibunuh. Perempuan diperkosa sebelum dibunuh. Ancaman kematian warga Gaza bukan hanya dari serangan rudal Israel, tapi juga kelaparan. Otoritas Israel mempersulit masuknya bantuan. Begitu bantuan masuk dan warga Gaza mengerumuni truk-truk bantuan, tentara Israel menembaki mereka dari udara. Ini bukan cerita fiktif, ini nyata. Tragedi kemanusiaan yang tidak pernah terjadi dalam perang sedasyhat perang dunia sekalipun. Rangkaian kejahatan melampaui batas terang-terangan ini  dipertontonkan Israel di depan mata masyarakat dunia. 

Wajar dengan kebiadaban yang tidak terperihkan tersebut, warga dunia mengecam dan mengutuk. Gelombang aksi demonstrasi menentang genosida yang dilakukan Israel terhadap rakyat Gaza, mengalir seperti air bah dihampir semua negara, termasuk di Jepang dan Korsel yang dalam sejarahnya tidak pernah melakukan aksi bela Palestina. Di negara-negara yang tetap memberikan dukungan pada Israel seperti di Inggris dan Amerika Serikat, aksi penentangan bahkan lebih intens dan massif. Warga AS pro Palestina sampai mengikatkan diri mereka di kapal-kapal kargo di Pelabuhan Oakland, demi mencegah kapal mengirim bantuan persenjataan ke AS. Di Inggris, ribuan warga memblokir akses pintu keluar pabrik senjata BAE Systems yang mereka sebut menjadi sponsor utama peralatan militer tentara Israel. Lebih nekat lagi, angkatan bersenjata Yaman berjaga di tepi Laut Merah menembaki kapal-kapal yang membantuan bantuan untuk Israel. Bahkan penentangan diluar nalar dilakukan tentara AS aktif Aaron Bushnell (25) yang membakar diri di depan Kedutaan Besar Israel di Washington, pada Minggu (25/2/). Pilot yang bertugas di Sayap Intelijen, Pengawasan dan Pengintaian ke-70 Angkatan Udara AS itu menyebut aksinya sebagai bentuk penentangannya pada Washington yang terus mendukung Tel Aviv. Dengan tubuh yang terbakar, ia meneriakkan “Free Palestine” dan di surat wasiatnya, ia meminta uang tabungannya disumbangkan ke Dana Bantuan Anak Palestina.

Dukungan terhadap Perlawanan Palestina terus Mengalir

Aksi bakar diri Bushnell mempresentasikan rasa frustasi tentara AS yang memahami makna penderitaan rakyat Palestina secara lahir batin dan tanpa ujung. Aksi bunuh diri tersebut juga, menggambarkan betapa kecewanya masyarakat AS terhadap pemerintahan Joe Biden yang dinilai tidak mendengarkan semangat cinta kasih dan perdamaian dari masyarakatnya sendiri. Di jantung Israel sendiri, konflik internal terkait perang Gaza semakin memanas. Kementerian Urusan Militer Israel mengkonfirmasi mundurnya sejumlah perwira senior Israel yang menuntut genosida di Gaza dihentikan. Diantara mereka yang mengundurkan diri adalah Laksamana Muda Daniel Hagari, Kolonel Butbul, Kolonel Moran Katz, dan Juru Bicara Internasional untuk militer Israel, Letnan Richard Hecht. Belum lagi aksi warga Israel yang menuntut Benyamin Netanyahu mundur dari jabatannya sebagai Perdana Menteri Israel karena dianggap gagal mengatasi perlawanan Hamas.

Pemimpin Besar Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamanei menyebut kegagalan rezim Zionis mengatasi kelompok perlawanan Palestina sebagai fenomena Ilahi. Ia menyebut pembunuhan terhadap perempuan dan anak-anak yang dilakukan Rezim Zionis, dengan seluruh peralatan militer yang dimilikinya, dan dukungan kekuatan-kekuatan zalim dunia, membuktikan bahwa rezim ini tidak mampu berhadapan dengan pasukan perlawanan, dan tak bisa mengalahkannya. Apa bisa dikatakan menang perang, kalau yang dibunuh malah perempuan, anak-anak dan warga sipil? Apa bisa dikatakan Israel mendominasi perang di Gaza kalau yang diserang dan dihancurkan adalah rumah-rumah sakit dan kamp-kamp pengungsian?.

Sejak dimulainya operasi Badai al-Aqsa oleh Hamas, Israel mengalami keterpurukannya yang terbesar sejak berdirinya. Menurut survei yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Politik dan Survei Palestina, popularitas gerakan Hamas di Gaza meningkat setelah perang. Berdasarkan survei tersebut, 71 persen publik menyatakan bahwa operasi Badai Al-Aqsa terhadap rezim Zionis adalah tindakan yang benar dan membela tindakan tersebut. Masyakat dunia juga secara intens terus menunjukkan dukungannya pada perlawanan dan rakyat Gaza. Bahkan tidak sedikit yang tertarik mempelajari Islam karena terpukau dengan kesabaran heroik rakyat Gaza di tengah penderitaan yang berlapis-lapis.

Sebaliknya, kepercayaan publik Israel kepada pemerintahan Netanyahu makin menurun. Hal tersebut semakin diperparah dengan ramainya menteri-menteri  kabinet Netanyahu yang mengundurkan diri. Desakan untuk Israel diadili dan diajukan ke Mahkamah Internasional sebagai penjahat perang semakin riuh terdengar. Israel telah diminta untuk didepak dari keanggotaan Komisi Perempuan PBB karena telah berlumuran darah lebih dari 9 ribu perempuan yang terbunuh di Gaza. Israel juga dituntut untuk dicabut keanggotaannya dari WHO karena telah dengan sengaja menghancurkan rumah sakit dan pusat-pusat kesehatan di Gaza. Menlu RI Retno Marsudi, mengambil sikap walk out ketika Israel memberi pernyataan di DK PBB. Semua ini menunjukkan Israel sedang mengalami goncangan politik dan legalitas terdasyhat dalam sejarahnya.

Karena itu, Yaumul Quds atau Hari Al-Qus Internasional tahun ini akan menjadi mimpi buruk bagi Israel. Yaumul Quds, adalah satu hari yang ditetapkan Imam Khomeini sebagai hari solidaritas umat Islam sedunia secara serentak dalam mendukung hak-hak legal bangsa Palestina, hari itu jatuh pada hari Jumat terakhir Ramadhan. Jumat terakhir Ramadhan tahun ini akan menjadi saksi sejarah, betapa muaknya dunia akan kejahatan Israel, dan kehancuran rezim ini tinggal menunggu waktu.

 

Ismail Amin, MA, Mahasiswa S3 Universitas Internasional Al-Mustafa Iran/Ketua Umum KKS-Iran 2023-2025

Tulisan ini pertama kali dimuat di Harian Tribun Timur, Jumat 5 April 2024