Kantor Berita Ahlulbait

Sumber : ابنا
Senin

12 Desember 2022

15.52.31
1330344

Ayatullah Reza Ramezani:

Wajib Menjaga Kesucian bagi Pelajar Agama, karena Menjalankan Posisi Nabi

Ayatullah Ramezani memesankan kepada para muballigh India, bahwa hakikatnya posisi seorang dai atau muballigh adalah posisi seorang nabi. Karena itu wajib bagi pelajar agama untuk meluruskan niat karena Allah dan menjaga kesucian diri dengann berpegang teguh pada aturan syariat.


Menurut Kantor Berita ABNA, pertemuan besar mubaligh India Selatan diadakan di kota Alipur India pada hari Rabu (7/12) dengan pidato Sekretaris Jenderal Lembaga Internasional Ahlulbait as. 


Ayatullah Reza Ramezani menyatakan dalam pertemuan tersebut, “Orang-orang Alipur, India, memiliki cinta dan kasih sayang untuk Ahlulbait as dan keyakinan pada sistem Islam dan revolusi Iran dan marja taklid adalah salah satu karakteristik dari orang-orang kota ini.”


Lebih lanjut ia menyatakan bahwa setiap muballigh harus memegang prinsip, bahwa kita tidak memiliki kepercayaan yang lebih besar daripada agama dan agama ini telah diamanahkan kepada kita untuk menyampaikannya. Ia berkata, "Ketika saya menimba ilmu dari mendiang Ayatullah Behjat, dia berkata bahwa muballigh harus membangkitkan Tuhan di hati orang-orang. Nabi Muhammad saw mengatakan dalam sebuah hadits, "قالُوا الحَوارِيّونَ لعيسى عليه السلام: يا رُوحَ اللّه ِ، فمَن نُجالِسُ إذا ؟ قالَ : مَن يُذَكِّرُكُمُ اللّه َ رُؤيَتُهُ، و يَزيدُ في عِلْمِكُم منطِقُهُ، و يُرَغِّبُكُم في الآخِرَةِ عَمَلُهُ. Yang artinya, Hawariyun bertanya kepada Nabi Isa as, wahai Ruhullah, kepada siapa kami sebaiknya kami duduk bermajelis?. Nabi Isa as menjawab, kepada mereka yang ketika bertemu denganmu akan mengingatkan kalian kepada Allah, yang perkataannya semakin meningkatkan ilmu kalian dan yang perbuatannya akan mendorongmu ke akhirat.”


Sekretaris Jenderal Lembaga Internasional Ahlulbait as ini lebih lanjut menyingung tentang kisah beberapa muballig dalam dakwah agama. Ia berkata, “Ayatullah Bahjat mengatakan bahwa beberapa muballigh ketika berceramah menyampaikan khutbah yang terlalu panjang, sehingga pendengar malah tidak mendapatkan pengetahuan yang diharapkan. Syaikh Jafar Shushtri terkadang hanya membaca satu halaman khutbah namun di akhir khutbahnya beberapa pendengar sampai pingsan, yang menunjukkan khutbahnya memiliki pengaruh yang besar yang menghujam ke dada pendengarnya.”


Menyatakan bahwa tugas da'i adalah “menghadirkan kebenaran ke dalam hati dan jiwa para pendengarnya”, Ayatullah Ramezani menambahkan, “Dalam ayat وَ مَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ menjelaskan bahwa retorika dakwah harus menyentuh hati dan jiwa pendengarnya; Oleh karena itu, bukan panjang dan lamanya khutbah yang menentukan efektif tidaknya dakwah, melainkan konten dan pesan yang disampaikan. Masyarakat sangat mempercayai ulama dan muballigh dan menghormati profesi ini; Karena ulama adalah penjaga perbatasan agama Tuhan.”


Ayatullah Ramezani juga menyatakan, “Menurut ayat "ادعُ إِلىٰ سَبيلِ رَبِّكَ بِالحِكمَةِ وَالمَوعِظَةِ الحَسَنَةِ وَجادِلهُم بِالَّتي هِيَ أَحسَنُ Tugas ulama adalah mengajak manusia ke jalan Allah. Disebutkan dalam hadits bahwa Anda harus duduk dengan seorang ulama dan mengajukan pertanyaan kepadanya. Untuk alasan ini, niatnya harus dipersembahkan kepada Tuhan. Posisi khatib bukan hanya sekedar menghafal dan mengucapkan kata-kata di atas mimbar, dan ia harus membawa kebenaran agama ke dalam hati dan jiwa pendengarnya; Karena agama adalah hal yang wajar dan pengkhotbah berurusan dengan sifat batin dari hati dan jiwa manusia. Karena itu, orang menganggap dunia agama sebagai bukti. Di sisi lain, para Imam as telah mendorong orang untuk belajar dalam banyak hadis. Syarat hubungan ini adalah pelaksanaan agama di hadapan khatib, jika khatib adalah orang yang berakhlak, zuhud dan kuat memegang syariat, maka tuturannya akan berdampak pada khalayak.”


Menyatakan bahwa ilmu dan pengetahuan bukanlah menghafal kata-kata, melainkan cahaya. Ayatullah Ramezani mengatakan, “Ayatullah Jawadi  Amuli pernah berkata, Nabi Muhammad saw mendidik para sahabatnya sedemikian rupa sehingga mereka belajar di malam hari. Sementara diantara para sahabat tidak semua bisa terjaga dan belajar dengan maksimal pada malam hari. Suatu hari, setelah sholat subuh, Nabi Muhammad saw melihat salah seorang pemuda dengan wajah kuning dan mata lelah dan bertanya kepadanya, "Bagaimana pagimu?". Dia berkata, “Saya sampai pada tahap yakin.” Nabi bertanya, “Apa tanda keyakinanmu?” Pemuda itu menjawab, “Aku melihat surga dan penghuni surga dan neraka dan penghuni neraka.” Kemudian pemuda itu meminta kepada Nabi Muhammad saw untuk didoakan mati syahid di jalan Allah, Nabi pun mendoakan dan pemuda itu pada akhirnya syahid di salah satu perang. Demikianlah Nabi mentarbiyah sahabat-sahabatnya, yang walaupun malam hari, ia tetap memberikan pelajaran kepada mereka.”


Guru besar Hauzah Ilmiah ini kemudian melanjutkan, “Saya mendengar berulang kali dari Allamah Hassanzadeh Amoli bahwa dia berkata bahwa Nabi Muhammad saw dididik dengan ajaran -ajaran Ilahi dan kemudian juga menjadi guru. Ilmu adalah cahaya dan bukan kata-kata lahiriah, jadi hati harus memiliki kesiapan untuk menerimanya. Imam Ali as mengatakan bahwa semua bejana bisa dipenuhi kecuali bejana hati. Hati adalah Arsh al-Rahman dan Tuhan hadir di sana.”


Lebih lanjut, Ayatullah Ramezani menyinggung hadis dari Imam Shadiq as yang diriwayatkan oleh ‘Inwan Bashri. Ia berkata, “‘Inwan Bashri adalah sahabat Imam yang berumur 94 tahun. Sebelumnya  ia hadir dalam banyak majelis ilmu. Namun dari semua majelis ilmu itu tidak ada yang memuaskannya. Ia belum mencapai apa yang diinginkannya, yaitu pencerahan. Lalu dia pergi ke Madinah, tetapi Imam Shadiq as tidak menerimanya. Bashri kemudian pergi ziarah ke makam Nabi Muhammad saw dan bertawassul melalui Nabi, agar hati Imam Shadiq as dilunakkan untuk menerimanya.  Setelah berdoa demikian, Imam Sadiq as menerimanya. Bashri pun menjelaskan maksud kedatangan dan hadirnya di majelis ilmu Imam Shadiq as. Imam Shadiq as bertanya, “Bukankah Anda telah pergi ke banyak majelis ilmu?” Bashri menjawab, “Ya, tetapi saya tidak menemukan apa yang saya cari.” Imam Sadiq as kemudian  mengajarinya sebuah hadis yang dikenal dengan nama "Hadis Basri". Hadits ini sangat penting sehingga Allamah Qadhi Tabatabai memerintahkan murid-muridnya agar hadits ini dipelajari dan ditelaah setiap hari. Dalam hadits tersebut, Imam Shadiq as bersabda, “لَیسَ الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ إِنَّمَا هُوَ نُورٌ یقَعُ فِی قَلْبِ مَنْ یرِیدُ اللهُ تَبَارَک وَ تَعَالَی أَنْ یهْدِیهُ Ilmu itu bukan tentang belajar, tetapi ilmu adalah cahaya yang bersinar di hati orang yang Allah kehendaki orang itu mendapat hidayah. Jadi, kita harus mengejar ini dan jika ilmu ini diungkapkan di mimbar, itu akan efektif.”


Sekretaris Jenderal Lembaga Internasional  Ahlulbait as  ini juga menganggap perhatian dan seruan kepada Ahlulbait as sebagai bagian penting dari pembelajaran ilmu agama. Ia berkata, “Cinta kepada Ahlulbait as memiliki pengaruh besar pada jalur pembelajaran ilmu agama. Saya telah pergi ke Ayatullah Bahjat, dia mendudukkan saya di sebelahnya dan berkata bahwa jika satu orang saja mendapat hidayah atas perantaraan anda, maka itu lebih baik bagi anda dari terbit dan terbenamnya matahari, خَيرٌ لَكَ مِمّا طَلَعَت علَيهِ الشَّمسُ و غَرَبَت. Maka hakikatnya posisi seorang dai atau muballigh adalah posisi seorang nabi. Karena itu wajib bagi pelajar agama untuk meluruskan niat karena Allah dan menjaga kesucian diri dan berpegang teguh pada aturan syariat.”


“Almarhum Ayatullah Misbah Yazdi menganjurkan agar kita mempelajari agama secara komprehensif, mendalam dan akurat dan memperkenalkannya secara komprehensif, akurat dan mendalam pula. Agama memiliki ajaran dalam lingkup individu dan sosial dan bersifat menyeluruh. Untuk alasan ini, kita mengatakan tentang Imam Zaman as bahwa dia akan menciptakan pemerintahan berdasarkan keadilan yang menyeluruh.” Jelasnya.


Tentang konspirasi musuh-musuh Islam dalam memperkenalkan  agama Islam yang parsial dan tidak lengkap, guru besar Hauzah Ilmiah ini mengatakan, “Di California, para cendekiawan mengatakan bahwa ayat-ayat Jihad harus ditinggalkan. Hari ini, beberapa agama Islam menganjurkan perdamaian mutlak dan yang lain menganjurkan kekerasan dan pengucilan, ini adalah dua ujung gunting untuk kehancuran Islam. Kami memiliki perdamaian yang adil dan bukan perdamaian mutlak untuk pergi dan berdamai dan menormalkan hubungan dengan Zionis. Oleh karena itu, harga yang harus dibayar untuk perdamaian yang adil. Dalam ayat "Kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan bukti dan kami telah menurunkan bersama mereka kitab dan takaran untuk orang-orang secara bertahap", itu adalah angsuran keadilan kolektif dan keadilan sosial. Tapi keadilan sosial membutuhkan kekuatan dan kekuasaan untuk mewujudkannya. Karena itu dalam ayat disebutkan, Dan Kami menurunkan Hadid dengan cara yang kuat." Di sini, Hadid berarti perlawanan.” 


Ayatullah Ramezani berkata, “Kami tidak memiliki perdamaian mutlak dalam Islam. Kedamaian mutlak berarti berteman dengan setiap tiran dan membuat perjanjian. Di sisi lain, kolonialisme menciptakan beberapa orang yang disebut ISIS, yang mengucapkan Allahu Akbar dan pergi. Sementara Nabi Muhammad saw berkata, "Aku datang untuk kasaih sayang" dan ada banyak ayat tentang belas kasih Nabi Muhammad saw dalam Al-Qur'an. ISIS dan Takfiri mengajari anak-anak untuk membunuh, dan ISIS dan Wahhabisme dibuat oleh Barat.”


Pada akhirnya, Ayatollah Ramezani menyarankan para muballigh untuk giat belajar dan tidak pergi ke mimbar dakwah tanpa belajar terlebih dulu.