Kantor Berita Ahlulbait

Sumber : ابنا
Minggu

11 Desember 2022

07.04.01
1330100

Ayatullah Ramezani:

Allamah Thathabai Melayani Kebutuhan Masyarakat dengan Filsafat

Allamah Thabathabai sepanjang usianya melayani ilmu pengetahuan, rasionalitas dan spritualitas.”


Menurut Kantor Berita ABNA, Sekretaris Jenderal Lembaga Internasional Ahlulbait as menyatakan bahwa kehidupan Allamah Tabatabai adalah kehidupan intelektual, intuitif dan spiritual. Ia berkata, “Allamah Thabathabai sepanjang usianya melayani ilmu pengetahuan, rasionalitas dan spritualitas.”


Hal tersebut disampaikan Ayatullah Reza Ramezani dalam kuliah umum dengan materi akhlak di Universitas Internasional Ahlulbait as di Tehran, ibukota Republik Islam Iran. Di hadapan ratusan mahasiswa, Ayatullah Ramezani menyatakan, “Almarhum Ayatullah Muthahari mengatakan tentang kedudukan spiritual dan ilmiah Allamah Thabathabai yang ia akui dalam seratus tahun ke depan sulit akan mendapatkan sosok dengan keilmuan yang serupa. Artinya Allamah Thabathabai adalah karakter yang langka. Juga, Ayatullah Muthahati pernah mengatakan bahwa setiap kali ia membandingkan dirinya dengan Allamah Tabatabai, ia melihat dirinya ibarat sebuah partikel di laut yang tak terbatas, dan juga ketika saya membandingkan dirinya dengan Imam Khomeini, dia bukan apa-apa.”


Menyatakan bahwa seorang bijak selalu menggunakan akal dalam sistem filosofis, Ayatullah Ramezani berkata, “Nalar memiliki tempat yang tinggi di antara orang bijak sedemikian rupa sehingga semua filsuf menggunakan akal dalam memahami segala sesuatu. Tokoh filsafat peripatos sebelum datangnya Islam adalah Aristoteles dan setelah Islam adalah Ibnu Sina. Sementara tokoh filsafat iluminasi sebelum Islam adalah Plato dan setelah Islam adalah Suhrawardi. Sementara Mulla Sadra adalah tokoh filsafat hikmat muta’aliyah yang dianggap sebagai pendirinya. Yang umum di antara ketiga filosofi ini adalah rasionalitas.”


Dalam penjelasan selanjutnya, Ayatullah Ramezani menunjukkan perbedaan antara filsafat iluminasi dan peripatos. Ia berkata, “Dalam filsafat iluminasi, kebenaran adalah sesuatu yang harus memancarkan cahaya di dalam diri seseorang. Oleh karena itu, dalam filsafat peripatos segala sesuatu yang ada adalah akal, dan dalam filsafat  iluminasi dimunculkan pembahasan iluminasi, cahaya yang sama yang harus menyinari hati untuk mengungkapkan kebenaran.”


Sekretaris Jenderal Lembaga Internasional Ahlulbait as juga berkata tentang Hikmat Muta’aliyah,  “Almarhum Ayatullah Hassanzadeh Amoli pernah mengatakan bahwa bukti, Al-Qur’an dan mistisisme tidak terpisah satu sama lain. Namun dalam kebijaksanaan transendental atau hikmat muta’aliyah, sumber nalar juga digunakan untuk memahaminya. Oleh karena itu, yang harus kita perhatikan adalah jika filsafat muncul di masyarakat dengan tujuan ini, masyarakat juga akan menjadi masyarakat yang rasional dan masyarakat akan dibimbing ke arah pemikiran.”


Ayatullah Ramezani menganggap berfilsafat lebih penting daripada mengetahui filsafat dan membaca filsafat. Ia  berkata, “Filsafat berarti penalaran dan pemikiran, yang harus dimasukkan dalam konteks kehidupan manusia agar manusia rasional dan pemikir. Sebagian orang hanya memperhatikan dimensi indrawi manusia dan hanya melihat dimensi ini. Beberapa juga mencapai tahap intuisi dalam tahap penyempurnaan dan perilaku, inilah yang dicari oleh para arif. Jika intelek berkembang, masyarakat akan terbangun dan menjadi masyarakat yang bijaksana.”


Ayatullah Ramezani melanjutkan, “Allah Swt dalam Al-Qur’an berbicara kepada manusia dengan mengajak kita untuk menjawab panggilan-Nya dan panggilan utusan-Nya untuk mencapai kehidupan; Para nabi datang untuk memanggil umat manusia dari kehidupan yang nyata ke kehidupan yang rasional, itulah sebabnya ketika Al-Qur'an mencapai wilayah pemikiran dan penalaran, ia mengungkapkan nilai yang tinggi, dan hampir 300 ayat tentang pemikiran, rasionalitas dan penalaran telah diturunkan.” 


Sekretaris Jenderal Lembaga Internasional Ahlulbait as melanjutkan, “Jika penalaran dan pemikiran ini memasuki bidang akademik dan ilmiah, sebuah platform akan disediakan di masyarakat, dan masyarakat akan diajak untuk berpikir dan berpikir. Masyarakat yang cerdas pasti akan menjadi masyarakat yang maju, dan inilah yang ditekankan oleh Al-Qur’an."


Ayatullah Ramezani menyatakan bahwa akal adalah nabi Tuhan yang inheren dalam diri manusia. Ia berkata, “Tuhan telah memberi manusia seorang nabi dari dalam, yaitu akal, dan mengutus nabi dari luar yang datang untuk mengembangkan kekayaan berharga dalam diri manusia yaitu fitrah dan rasionalitas, karena mereka tahu bahwa melalui akal bagaimana manusia dapat mencapai kesempurnaannya.”


Menunjukkan bahwa pengetahuan adalah hal pertama yang dibahas dalam agama, Ayatullah Ramezani berkata, “Manusia harus dihiasi dengan sifat-sifat ketuhanan, yaitu jika Tuhan Maha Bijaksana, manusia juga harus memperoleh kebijaksanaan. Agama bertanggung jawab atas hal ini agar manusia dapat mencapai tempat kehidupan intelektualnya. Nalar mengundang manusia untuk melayani Tuhan dan membawa manusia ke surga. Pemahaman memberi seseorang kekuatan untuk bangkit, dan seiring dengan pemahaman ini, harus ada tindakan. Jika Anda melihat filsafat dari sudut pandang ini, yang merupakan alat, maka filsafat dapat membantu membuat masyarakat lebih bijaksana.”


Pada bagian akhir penyampaiannya, Sekretaris Jenderal Lembaga Internasional Ahlulbait as mencatat, “Orang yang bijaksana tidak akan pernah merasa takut. Seorang mukmin tidak pernah melihat dirinya lebih besar dari yang lain dan ini adalah hasil dari akal. Ketika seseorang mengembangkan kecerdasannya, dia menghadapi yang tak terbatas dan melihat dirinya kecil. Oleh karena itu, para filsuf dan arif tidak boleh diremehkan. Kehidupan Allamah Tabatabai adalah intelektual, intuitif dan spiritual. Allamah melayani sains, penalaran dan pemikiran, dan banyak orang terkemuka di bidang filsafat saat ini adalah murid-muridnya.”