Kantor Berita Ahlulbait

Sumber : parstoday
Senin

18 Oktober 2021

08.20.26
1189685

Tak Diundang Hadiri KTT ASEAN, Junta Militer Myanmar Kecewa

Junta militer Myanmar menyampaikan kekecewaannya kepada ASEAN setelah diumumkan tidak akan diundang dalam pertemuan mengenai negaranya yang akan digelar organisasi negara-negara Asia Tenggara itu.

Menurut kantor berita Ahl al-Bayt (AS) - ABNA , Juru Bicara Militer Myanmar, Zaw Mintun, menuduh ada campur tangan asing usai pihaknya tak diundang dalam KTT ASEAN yang akan berlangsung pada 26-28 Oktober mendatang.

"Intervensi asing juga bisa dilihat di sini. Kami tahu beberapa utusan dari sejumlah negara bertemu dengan utusan luar negeri Amerika Serikat dan menerima tekanan dari Uni Eropa," kata Mintun dilansir CNN Minggu (17/10).

Dalam pernyataan resminya, dia mengatakan, keputusan ASEAN bertentangan dengan prinsip konsensus yang sudah lama ada.

"Myanmar sangat kecewa dan sangat keberatan dengan hasil pertemuan darurat Menteri Luar Negeri [ASEAN]," tegasnya.

Lebih lanjut, dia juga mengatakan bahwa keputusan tidak diundangnya perwakilan Myanmar tanpa konsensus bertentangan dengan tujuan dan prinsip-prinsip ASEAN.

Sebelumnya, pada Jumat (13/10) lalu, jajaran Menteri Luar Negeri ASEAN menggelar pertemuan darurat untuk membahas kehadiran junta militer Myanmar dalam KTT Oktober ini.

Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) menolak mengundang pemimpin junta militer Myanmar ke pertemuan organisasi ini yang akan berlangsung pada 26-28 Oktober.

"Keputusan itu dibuat pada pertemuan virtual para menteri luar negeri ASEAN pada hari Jumat," kata Brunei sebagai presiden bergilir ASEAN.

Militer Myanmar mengambil alih kekuasaan di negara itu melalui kudeta pada Februari 2021. Segera setelah berkuasa, para petinggi militer menangkap pemimpin sipil Myanmar, termasuk Ketua Partai Persatuan Nasional Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint.

Masyarakat kemudian melakukan protes dan terlibat bentrokan dengan aparat keamanan di Myanmar. Para pejabat militer mengklaim mereka akan menyerahkan kekuasaan setelah pemilu baru.

Menurut organisasi non-pemerintah, Asosiasi untuk Bantuan Tahanan Politik, Lebih dari 1.100 warga sipil tewas dan 8.400 dipenjara di Myanmar.(PH)

342/