Menurut Kantor Berita Internasional Ahlulbait -ABNA - Saat ini setelah jatuhnya pemerintahan Assad di Suriah, terdapat berbagai pernyataan dan penilaian mengenai perkembangan yang terjadi di negara ini dan sosok Bashar Assad. Di sisi lain, musuh-musuh front perlawanan merasa senang atas jatuhnya pemerintahan Suriah dan menganggapnya sebagai pukulan penting bagi front poros perlawanan, terutama Iran.
Sebelum kita membahas proyek penghapusan Assad oleh poros Barat, Turki, Amerika, Arab, dan Zionis, atau tentang Bashar Assad yang tertipu oleh janji-janji Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, kita perlu melihat kebijakan Assad di dekade-dekade sebelumnya dalam mendukung front perlawanan.
Bashar Assad, seperti penguasa lainnya, bukanlah presiden yang tanpa cacat dalam pemerintahan. Selama lebih dari dua dekade ia menjabat sebagai presiden Suriah, banyak lawan politiknya, baik dari pendukung poros Amerika maupun pendukung independen, menginginkan reformasi di Suriah. Namun, menurut pandangan perang media Barat dan Arab yang berlangsung sejak tahun 2011 melawan Bashar Assad, tidak bisa dikatakan bahwa penolakan terhadap Assad hanya disebabkan oleh kurangnya reformasi politik, sosial, dan ekonomi di Suriah, tetapi alasan utama permusuhan poros Arab, Barat, dan Zionis adalah dukungan Suriah terhadap front perlawanan.
Asadnya (Bashar Asad dan Hafez Asad) sangat mendukung Iran dalam menghadapi musuh Amerika dan Zionis. Tentu saja kami tidak akan melupakan bahwa dalam situasi di mana selama perang Iran dan rezim Ba'ath Irak, semua negara Arab berdiri di samping Saddam hanya karena faktor Arab dan masalah agama, tetapi Suriah tetap bersama Iran. Hafez Asad memberikan senjata dan pelatihan peluncuran roket kepada Iran dan untuk layanan ini, ia banyak dicemooh oleh Arab dan Amerika.
Setelah Hafez Asad, Bashar Asad juga melanjutkan dukungannya terhadap Hizbullah selama perang 33 hari, sampai-sampai Sayyid Hasan Nashrullah mengumumkan bahwa Bashar Asad memberikan kami roket Kornet dan roket ini adalah satu-satunya yang bisa kami gunakan untuk menargetkan tank-tank Israel. Meskipun pada saat itu Suriah sendiri diancam karena dukungannya terhadap Hizbullah.
Setelah fitnah takfiri, Arab Saudi, Turki, dan AS mengirim pesan kepada Asad untuk menghentikan perlawanan agar pemerintahannya aman. Sayyid Hasan Nasrallah dalam wawancaranya yang berjudul "Persamaan Kemenangan" mengacu pada masalah ini:
“Apa yang terjadi di Suriah tidak ada hubungannya dengan ‘Musim Semi Arab’ atau ‘Kebangkitan Islam’. Apa yang terjadi di Suriah adalah penerapan rencana Amerika-Saudi dan beberapa negara di kawasan untuk menghalangi pencapaian hasil poros perlawanan; terutama karena pada saat itu, revolusi rakyat di Mesir telah membuat Israel sangat khawatir tentang masa depannya di kawasan.”
Setelah mereka gagal menarik pemerintah Suriah ke arah mereka, tujuan utama di Suriah adalah menggulingkan pemerintah dan sistem yang berkuasa di negara ini. Hal yang banyak orang tidak ketahui adalah bahwa sebelum dimulainya gerakan untuk menggulingkan pemerintah Damaskus, banyak upaya dilakukan untuk mengalihkan Presiden Bashar al-Assad, kepemimpinan Suriah dan negara Suriah ke arah poros lain. Para Saudi bekerja keras pada masalah ini hingga pada titik di mana bahkan "Raja Abdullah bin Abdulaziz" meskipun telah menjatuhkan sanksi terhadap Suriah, secara pribadi pergi ke Damaskus. Para Qatar juga berusaha keras untuk mencapai tujuan ini.
Turki dan juga sejumlah negara Arab lainnya termasuk Mesir pada masa Hosni Mubarak juga berusaha untuk mengajak Suriah bergabung dengan pihak yang berseberangan. Amerika Serikat dan sekutu mereka berusaha dengan memberikan janji-janji politik dan tawaran bantuan finansial yang menggoda kepada Assad untuk mengarahkan Suriah ke poros lain yang disebut "poros moderasi Arab"; poros yang seharusnya sebut "penyerahan Arab".
Namun, Presiden Bashar al-Assad dan pemimpin Suriah lainnya selalu menegaskan posisi tetap mereka dalam mendukung perlawanan dan percaya bahwa perang Arab-Israel masih ada. Bashar al-Assad percaya bahwa tanpa penyelesaian masalah Golan yang terjajah serta pemenuhan hak-hak yang dirampas dari rakyat Palestina, perdamaian di kawasan ini tidak dapat dicapai.
Dengan pernyataan ini, dapat dipahami dengan baik bahwa alasan utama permusuhan negara-negara Arab, Barat, dan rezim Zionis terhadap Bashar al-Assad adalah keteguhan dalam mendukung perlawanan dan Iran.
Namun media Barat dan Arab selama ini dengan propaganda mereka menunjukkan kepada banyak lapisan abu-abu di negara-negara kawasan, termasuk rakyat Palestina, Lebanon, Irak, dan Iran, seolah-olah Bashar al-Assad sebagai penguasa diktator yang berpaling dari rakyatnya dan tidak memperhatikan tuntutan mereka, hari ini pemerintahannya telah jatuh. Oleh karena itu, beberapa orang merayakan dan berpesta tanpa mengetahui alasan utama permusuhan terhadap rezim Assad.
Media-media negara Arab seperti Qatar dan Arab Saudi merayakan jatuhnya Bashar al-Assad sebagai penguasa diktator, sementara mereka tidak memperhatikan keberadaan penguasa diktator mereka sendiri di negara-negara Arab Teluk seperti Bahrain, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Qatar, Yordania, dan Mesir.
Seolah-olah rakyat negara-negara ini sendiri yang memilih penguasa-penguasa ini dalam pemilihan yang bebas. Media-media ini tidak memperhatikan apa yang terjadi di balik layar negara-negara Arab dan di penjara-penjara negara tersebut. Ribuan aktivis sosial dan politik serta tokoh penting dunia Arab berada di penjara Al Khalifah, Al Ziyad, dan Al Saud.
Hari ini, pekerjaan terpenting yang dapat dilakukan oleh aktivis di bidang perlawanan di berbagai negara dalam menghadapi jatuhnya pemerintah Bashar al-Assad adalah menjelaskan fakta-fakta Suriah dari masa lalu hingga sekarang. Opini publik di negara-negara Arab dan Islam harus mengetahui dengan baik apa yang terjadi di balik layar peristiwa Suriah dan perlawanan Assad hingga hari di mana pemerintahannya jatuh dalam beberapa hari.
Asad selama ia bersama Iran dan front perlawanan mampu menjaga Suriah tetap berdiri meskipun dengan semua kesulitan, namun dalam beberapa bulan terakhir, dengan godaan dari negara-negara Arab dan janji-janji kosong, ia menjadi goyah dalam ketahanan dirinya. Mungkin syahidnya Sayid Hasan Nashrullah, di satu sisi, adanya banyak masalah ekonomi di Suriah, besarnya kerusakan dan kesepian Asad serta keputusasaannya untuk merekonstruksi Suriah dan menghidupkan kembali negara tersebut, provokasi dari Turki dengan bantuan kelompok teroris yang didukung oleh rezim Zionis, tekanan internal, dan pengkhianatan yang berulang di antara pejabat Suriah, semua ini membuat Asad putus asa untuk melanjutkan dukungannya terhadap perlawanan.
Hari ini, rakyat Suriah menghadapi kondisi terburuk, penjajahan negara mereka oleh kelompok-kelompok teroris dan kemajuan militer rezim Zionis, penghancuran, pengungsian, dan kehancuran adalah satu-satunya pencapaian bagi para oposisi Suriah.
Beberapa orang mencari untuk membeli senjata, membeli senjata berarti ketidakamanan. Seiring berjalannya waktu, rakyat Suriah dan rakyat negara lain akan menyadari bahwa dukungan negara-negara Barat dan rezim Zionis terhadap para oposisi dan penentang pemerintah tidak pernah menguntungkan rakyat negara tersebut. Rakyat di negara-negara Islam, di bawah keyakinan diri, wawasan, dan kesadaran, serta bergantung pada Tuhan dan percaya pada kepemimpinan para ulama dunia Syiah, terutama Pemimpin Tertinggi, harus menentukan nasib negara mereka.