Kantor Berita Ahlulbait

Sumber : Parstoday
Rabu

25 Januari 2023

19.10.19
1341091

Al-Azhar dan Boikot Produk Belanda serta Swedia

Al-Azhar Mesir Rabu (25/1/2023) meminta warga dunia Arab dan Muslim dunia untuk memboikot seluru produk Belanda dan Swedia serta mengambil satu sikap dan kuat dalam melindungi Al-Quran.

Universitas Al-Azhar Mesir menyerukan supaya negara-negara Muslim dan umat Islam memboikot produk buatan Swedia dan Belanda atas aksi penistaan Al-Qur'an baru-baru ini.

Al-Azhar mengumumkan bahwa produk buatan Belanda dan Swedia harus diboikot oleh umat Islam, karena kedua negara ini membiarkan aksi penistaan Al Quran atas nama kebebasan berbicara dan berekspresi.

Seruan boikot ini muncul setelah Al-Qur'an dibakar di Belanda dan Swedia dalam tindakan aksi penistaan yang terjadi di kedua negara Eropa ini.

Al-Azhar mengumumkan dalam sebuah pernyataan bahwa embargo pada semua produk Belanda dan barang Swedia adalah "tanggapan yang tepat kepada pemerintah kedua negara ini dalam menghina satu setengah miliar Muslim dan desakan mereka untuk mendukung kejahatan yang penuh kebencian dan brutal di bawah tindakan yang tidak manusiawi dan brutal yang mereka sebut kebebasan berbicara."  Al-Azhar juga menekankan bahwa tindakan seperti membakar Al-Qur'an adalah "kediktatoran dan dominasi yang kacau dan tidak bermoral atas orang-orang mulia yang berhubungan dengan Tuhan dan petunjuk langit".

Pernyataan keras Al-Azhar, yang merupakan salah satu pusat agama dan budaya penting dunia Islam, dalam menanggapi aksi penghinaan ekstrimis sayap kanan di Swedia dan Belanda dalam pembakaran Al-Qur'an, mengungkapkan perlunya reaksi yang menentukan dari dunia Islam terhadap kelanjutan tindakan anti-Islam di Barat.  Dalam beberapa hari terakhir, tindakan bermusuhan dari dua orang sayap kanan ekstrem yang memiliki kecenderungan anti-Islam yang kuat dalam membakar Al-Qur'an menyebabkan reaksi nasional di dunia Islam dan Arab, dan banyak dari negara-negara ini telah menerbitkan pernyataan yang mengutuk tindakan ofensif tersebut.

Sabtu lalu, Rasmus Paludan, ketua partai sayap kanan garis keras Denmark yang juga memiliki kewarganegaraan Swedia membakar salinan Alquran di dekat kedutaan Turki di Stockholm di tengah pengamanan ketat polisi. Tindakan Paludan ini dikutuk keras oleh umat Islam dan negara-negara Muslim, dan pemerintah Swedia juga dikritik karena tidak mencegah tindakan provokatif tersebut.

Setelah itu, sebuah video dirilis hari Senin di jejaring sosial yang menunjukkan Edwin Wagensveld, ketua kelompok sayap kanan PEGIDA setelah merobek Al-Quran, kemudian membakar kitab samawi ini. Langkah elit politik radikal di Swedia ini menuai respon luas termasuk dari Iran. Menlu Iran, Hossein Amir-Abdollahian di tweetnya menulis, "Kami mengecam keras penistaan Al-Quran dan penyebaran kebencian terhadap kesucian Islam yang terjadi di Swedia. Melukai perasaan umat Islam dunia dan Islamophobia dengan dalih kebebasan berekspresi tidak boleh menjadi hal yang lumrah di sejumlah negara-negara Eropa yang mengklaim pembela HAM."

Tindakan ofensif ini telah menghadapi protes luas di dunia Islam. Di antara mereka, ribuan orang dari provinsi Saada Yaman turun ke jalan pada hari Senin untuk mengutuk penodaan Al-Qur'an di Swedia Setelah meningkatnya reaksi, negara-negara Arab, termasuk Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Yordania, dan anggota Dewan Kerja Sama Teluk Persia juga mengutuk ulah kelompok radikal di Belanda dan Swedia dalam menista dan membakar Al-Quran. Namun, reaksi protes tidak cukup dan tindakan yang lebih efektif dan ekstensif harus diambil untuk mencegah pengulangan tindakan-tindakan anti-Islam ini yang disengaja dan sejalan dengan gerakan permusuhan terhadap Islam.

Sebelumnya, penerbitan kartun yang menghina kesucian Rasulullah Saw oleh majalah satir Prancis "Charlie Hebdo" telah mendapat reaksi luas di dunia Islam dan bahkan di tingkat global. Dalam semua kasus ini, pejabat senior Barat seperti Presiden Prancis Emmanuel Macron dan menteri luar negeri Swedia dan Menteri Luar Negeri Belanda mencoba membenarkan tindakan penghinaan ini dengan dalih kebebasan berbicara di Barat.

Menlu Belanda, Wopke Hoestra seraya membela aksi ketua kubu sayap kanan ekstrim PEGIDA dalam merobek Al-Quran di depan gedung parlemen negara ini mengklaim bahwa dirinya memahami sisi provokatif dan penistaan aksi seperti ini, tapi menurutnya kebebasan berekspresi sebuah nilai penting dan kebebasan ini juga berlaku untuk opini yang penuh kebencian.

Pada saat yang sama, negara-negara Barat menentang komentar apa pun tentang urusan sakral mereka, seperti masalah Holocaust, dan para pemikir serta peneliti yang mempertanyakannya ditangani dengan cara yang paling keras. Selain itu, kebebasan berekspresi muslimin dan protes mereka terhadap penghinaan terhadap kesucian Rasulullah Saw dan Al-Quran di negara-negara ini ditumpas habis.

Mikail Yüksel, ketua Partai Nuance Swedia mengatakan, pemerintah Swedia berusaha merampas kebebasan Muslim dan imigran di negara ini. Mungkin di luarnya Swedia tampak sebagai negara pembela kebebasan, tapi kami pikir telah memahami dengan baik kezaliman terhadap imigran, khususnya muslim di negara ini. (MF)


342/