Kantor Berita Ahlulbait

Sumber : ابنا
Kamis

20 Oktober 2022

02.39.21
1315460

Indonesia:

Dalam Konferensi Persatuan Islam di Tehran, Muhammadiyah Sampaikan Pesan Perdamaian Dunia

Sebagai bagian dari masyarakat dunia, Muhammadiyah harus terlibat dalam menyerukan persatuan umat dan perdamaian dunia dalam tatanan yang berkeadilan.

Menurut Kantor Berita ABNA,  Ketua PP Muhammadiyah Syafiq Mughni hadir dalam Konferensi Internasional Persatuan Islam ke-36 di Tehran, Iran. Dalam kegiatan yang berlangsung dari 12 hingga 17 Rabiul Awal (08-13/10) ini, ia mewakili Muhammadiyah sekaligus menjadi satu-satunya wakil dari Indonesia.

“Saya diminta untuk mewakili organisasi (Muhammadiyah). Pendelegasian ini sesuai dengan bidang yang menjadi tanggung jawab saya sebagai Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi hubungan internasional dan dialog antaragama,” tutur Syafiq kepada tim redaksi Muhammadiyah.or.id pada Senin (17/10).

Menurutnya, agenda konferensi ini penting untuk melaksanakan program internasionalisasi Muhammadiyah. Sebagai bagian dari masyarakat dunia, Muhammadiyah harus terlibat dalam menyerukan persatuan umat dan perdamaian dunia dalam tatanan yang berkeadilan. Tema konferensi yang terfokus pada persatuan umat Islam dan pendekatan antaraliran di dalam Islam selaras dengan keputusan Muktamar ke-47 di Makassar yang menegaskan perlunya peran Muhammadiyah dalam dialog dengan semua golongan dalam umat Islam.

Sebagai representasi masyarakat sipil di Indonesia, Syafiq diberi kesempatan menjadi pembicara pada hari pertama konferensi. Ia menyampaikan visi global yang dirumuskan oleh Muhammadiyah, yang disarikan dari dokumen ‘Muhammadiyah dan Isu-Isu Strategis Keumatan, Kebangsaan dan Kemanusiaan Universal’ hasil muktamar yang lalu, dan dokumen ‘Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua.’ Inti dari kedua dokumen tersebut adalah perlunya penegakan perdamaian dan keadilan global.

Syafiq juga menyampaikan agar perbedaan aliran atau mazhab dalam Islam jangan sampai menjadi aral bagi penguatan solidaritas dunia Islam. Perbedaan dalam wilayah ijtihadiyah jangan sampai menjadi alat legitimasi konflik internal umat.

“Ini penting untuk menyikapi kasus-kasus di berbagai belahan dunia, seperti Palestina, Myanmar, dan India. Umat Islam dan negara-negara Muslim perlu memiliki pandangan dan sikap yang sama terhadap fenomena konflik dan ketidakadilan, termasuk yang menimpa sebagian dari umat kita,” terang Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya ini.

Syafiq juga turut menerangkan bahwa dunia Islam memiliki persoalan yang kompleks. Secara politik, negara-negara Islam belum menjadi kekuatan yang menentukan arah perkembangan global. Sebagiannya bahkan ikut genderang permainan negara-negara besar sehingga merugikan nasib saudara-saudara kita di berbagai belahan dunia ini.

Konferensi semacam ini, menurutnya, paling tidak menjadi kekuatan moral kolektif untuk menegaskan peran-peran Islam dalam membangun perdamaian dan keadilan global, yang tidak secara eksklusif memperhatikan kepentingan orang-orang Islam saja dengan mendiskrimasi penganut agama lain.  Selanjutnya visi dunia Islam perlu dikembangkan agar negara-negara Islam dan masyarakat sipil berbasis Islam bisa bergerak bersama-sama atas landasan sikap yang sama tentang berbagai isu kontemporer.

Setelah Syafiq menyampaikan gagasannya, sejumlah peserta memberikan apresiasi positif. “Apakah karena basa-basi atau kejujuran, banyak audiens yang menghargai pandangan-pandangan yang saya sampaikan. Saya tidak merasakan forum itu ada hubungannya dengan misi  sektariaan Syi’ah, sebagaimana juga ini dirasakan oleh hampir separuh partisipan yang mermazhab Sunni, termasuk ulama Sunni yang datang dari dalam negeri Iran sendiri,” terangnya.

Syafiq juga menceritakan kisahnya memakai peci berlogo Muhammadiyah yang banyak menarik perhatian peserta kongres. “Saya pakai songkok berlogo Muhammadiyah. Mungkin ini yang membuat orang-orang minta foto bersama. Ini menarik perhatian mereka untuk tahu lebih banyak tentang Muhammadiyah. Bahkan Sekretaris Jenderal Majma’ ‘Alami li al-Taqrib bayn al-Mazahib al-Islamiyah, lembaga yang menyelenggarakan konferensi ini,  secara khusus mengundang saya untuk bertemu di tempat khsusus untuk menyampaikan apresiasi terhadap partisipasi Muhammadiyah,” ucapnya.

Disebutkan, sebanyak 200 Cendekiawan Muslim dari 60 negara dan 100 tokoh politik dan budaya Iran menghadiri Konferensi Internasional Persatuan Islam Ke-36. Konferensi tahunan ini diselenggarakan oleh World Forum for Proximity of Islamic Schools of Thought yang berbasis di Iran.

Acara tahunan ini menandai Pekan Persatuan Islam yang bertepatan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad.Dikutip dari ibna.ir, kegiatan yang berlangsung 12 hingga 17 Rabiul Awal (08-13/10) ini membahas isu-isu strategis, di antaranya: perang dan perdamaian yang adil, persaudaraan Islam dan perang melawan terorisme, kebebasan beragama, menyambut ijtihad agama dan melawan takfir serta ekstremisme, saling menghormati antar sekte Islam, dan menghargai perbedaan dan menghindari perselisihan.

Sumber: Muhammadiyah.or.id