Kantor Berita Ahlulbait

Sumber : ابنا
Jumat

9 September 2022

11.04.28
1304783

Ayatullah Jawadi Amuli:

Akal adalah Pohon yang Diberkati, Cabangnya Kebaikan dan Kesucian

“Jadi akal adalah pohon yang diberkati, yang cabangnya adalah kebaikan dan kesucian. Cabang pertama adalah akal teoretis dan cabang kedua adalah akal praktis. "

Menurut Kantor Berita ABNA, salah seorang ulama marja taklid Syiah Ayatullah Abdullah Jawadi Amuli dalam pesan video yang disampaikan pada sesi penutupan Sidang Ketujuh Majelis Umum Lembaga Internasional Ahlulbait as pada Sabtu malam (3/9) di Tehran ibukota Republik Islam Iran mengatakan, “Rasionalitas adalah pohon yang diberkati, dan keadilan dan martabat adalah buahnya.”

Lebih lanjut ulama Iran ini mengatakan, “Akal memiliki dua bagian. yaitu akal teoretis dan akal praktis. Akal teoretis adalah penjaga akal dan pemilik pemikiran. Akal teoretis bertanggung jawab atas kebijaksanaan teoretis dan kebijaksanaan praktis. Semua pemikiran, apakah harus atau tidak harus dikembalikan, semuanya terkait dengan alasan teoretis.”

“Akal praktis berkaitan dengan niat, tekad, dan sejenisnya. Akal praktis, tetapi itu adalah alasan untuk motivasi dan tidak ada hubungannya dengan pikiran. Jika kita ingin memperjelas batas antara keduanya, kita dapat melihat bahwa ada sesuatu yang masuk akal, tetapi maksiat ada di sebelahnya, karena yang harus mengambil keputusan adalah akal praktis. Bisa jadi kita memahami sesuatu seratus persen namun kita tidak mengamalkannya. Sebagaimana Firaun yakin Musa as adalah nabi, namun tidak mau mengikutinya.” Jelasnya lagi. 

Ayatullah Jawadi Amuli melanjutkan, “Disebutkan dalam Al Qur'an "یعقلون" yang bukan menunjukkan tingkatan keharaman penggunaan akal. Tempat di mana pekerjaan adalah final dan rasionalitas mencapai dasar yang tinggi adalah di akhir Surah Nisa. Di mana Allah Swt berfirman, “رسلاً مبشرین و منذرین", yaitu,  Rasul-rasul itu adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Kita tidak memiliki apa pun di dunia ini yang tidak hanya lebih besar dari Tuhan, tetapi juga tidak ada yang setara dengan-Nya. Allah adalah seagung-agungnya maujud. Tapi akal bisa memprotesnya. Allah berfirman, Kami mengutus para nabi (saw) agar akal tidak memprotes Allah. Jika tidak ada nabi, menurut ayat ini, akal akan menentang Tuhan. Yaitu ketika Engkau tahu bahwa kami akan datang ke tempat seperti ini setelah kematian, mengapa Kau tidak mengirim utusan?!”

Penulis Kitab Tafsir Tasnim ini menambahkan, “Setelah para nabi, akal tidak memiliki bukti, tetapi setelah para nabi menjelaskan akal akhirnya memiliki bukti. Kutub budaya agama adalah akal. Tiang pemahaman suatu bangsa adalah akalnya. Beberapa orang berkhayal mereka pikir mereka bijaksana dengan meyakini Tuhan tidak asda. Apakah akal teoretis, yang menjadi guru pemikiran, sampai tidak ada studi dan perdebatan, apakah ada yang menjadi bijak?! Jika tidak ada kemurnian niat, apakah ada orang yang bijaksana?! Akal yang dapat berpikir tentang tauhid dan kenabian akan membenarkan.”

“Jadi akal adalah pohon yang diberkati, yang cabangnya adalah kebaikan dan kesucian. Cabang pertama adalah akal teoretis dan cabang kedua adalah akal praktis. Dan orang bijak seperti itu konsisten dalam takdirnya. Orang bijak hanya bisa membayangkan martabat. Keadilan dan akal bukanlah hal yang berlawanan. Contoh akal adalah keberadaan Imam Ali dan para Aimmah Maksum as.” Tambahnya. 

Selanjutnya, Ayatullah Jawadi Amuli menekankan peran para ulama,  “Para ulama harus memiliki ilmu intelektual dan pengetahuan filosofis dan teologis, dan harus mengelola dunia dengan cara yang adil sehingga dunia, dengan berkah Anda, akan mencapai posisi terhormat dan peradaban yang manusiawi.”

“Pengelolaan dunia adalah tanggung jawab kalian para ulama yang terhormat. Wajib bagi Anda untuk memahami Islam dengan baik. Ini harus disajikan dengan jangkauan intelektual dan naratif hauzawi. Cobalah mengkristalkan Islam dengan argumentasi rasional dan berusaha menunjukkan Islam sebagai yang unggul dengan mengamalkan Islam. Jadi rasionalitas adalah yang pertama. Maka keadilan dan martabat adalah hasilnya. Jika Anda tidak mendapatkan hikmah dari para imam, maka kita tidak tahu apa yang akan terjadi.” Tambahnya. 

“Jika ulama adalah memiliki kelayakan dalam keilmuan maka mereka adalah guru kebijaksanaan teoritis dan praktis. Mereka tidak tersesat dan akan menunjukkan umat pada kebenaran.” Ungkapnya lebih lanjut. 

Pada bagian akhir pesannya, Ayatullah Jawadi Amuli mengatakan, “Hasil pertemuan Anda seharusnya adalah bahwa dunia memahami bahwa jika berperilaku bijaksana, itu harus tidak memihak pada kepentingan tertentu dan juga tidak sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan.”

Disebutkan Sidang Ketujuh Majelis Umum Lembaga Internasional Ahlulbait as berlangsung selama tiga hari dari 1 sampai 3 September 2022. Penyelenggaraan Komisi Lembaga Ahlulbait dan para mubaligh, pertemuan membahas transformasi kawasan dengan pidato menteri luar negeri Iran, komisi ekonomi pengikut Ahlulbait, komisi komunikasi dan komisi media serta dunia maya, penyelenggaraan pertemuan keluarga dan perempuan serta pertemuan para mahasiswa, termasuk agenda pada hari pertama dan kedua dari sidang ketujuh Lembaga Internasional Ahlulbait as ini. 

Pada hari ketiga Sabtu pagi (3/9), para peserta Sidang Majelis Umum bertemu dengan Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Uzhma Sayid Ali Khamanei dan pada acara penutupan dihadiri oleh Ketua Parlemen Iran Dr. Qalibaf.  Pada Minggu (4/9) para peserta akan menziarahi Haram Imam Ridha as di kota Masyhad sebelum kembali ke negara asal masing-masing. Sidang Ketujuh ini dilaporkan melibatkan 300 lebih peserta dari 115 lebih negara.